8.18.2010

cerita eny arrow 4

E M P A T

BILAMANA BENNY membuka matanya, ternyata matahari telah naik tinggi. Sinar mataliari yang menerobos dari ventilasi, jatuh tepat ke wajah Benny. Terasa panas. Benny melompat! Bekker di kamarnya telah menunjukkan pukul sebelas. Oukh! Tadi sebelum tidur, tenaganya benar-benar habis. Namun sekarang, Benny kembali segar. Sesegar bunga yang baru mekar. Inilah kelebihan Benny yang sangat disenangi perempuan-perempuan yang haus kasih sayang! Pada saat sedang duduk di pinggiran tempat tidur, Benny mendengar suara cekikikan perempuan. Benny mengenali salah seorang diantaranya. Suara tawa Tante Dcwi. Tetapi siapa seorang lagi ! Benny bangkit dari duduknya dan ke luar dari kamar. “Nah, dia sudah bangun . . . ! suara Tante Dewi. “Bennnnn! Kenalkan, nih! Teman Tante, Zus Mia!” Benny mengulurkan tangannya menyalami Zus Mia. Wah, bukan main. Benny sampai terpana. Cantiknya selangit. Apalagi dengan rambut di potong pendek, archetypal lelaki. Diam-diam Benny berkata dalam hatinya: Bagaimana sih rasanya perempuan seperti Zus Mia. Enak tentunya! “Maaf, Zus ! Saya mandi dulu,” ujar Benny. “Silahkan,” jawab Zus Mia. Setelah Benny berlalu ke kamar mandi, Tante Dewi menjawil Zus Mia seraya katanya: “ Kelihatannya Benny naksir kamu, Mia!” “Kayaknya sih begitu!” balas Mia. Benny mandi puas-puas. Tubuhnya terasa semakin segar lagi. Bila Benny memasuki kamarnya setelah selesai mandi, Benny terkejut sekali. Tante Dewi dan Zus Mia sudah terlentang di tempat tidurnya dalam keadaan merangsang, tanpa busana! Tetapi hanya sekejap Benny terkesiap. Segera dia melepaskan handuk yang membelit tubuhnya. Benny dalam keadaan telanjang bulat, menyergap Zus Mia yang terlentang di pinggiran tempat tidur. Zus Mia membalas. Agak malu-mau. “Ben!” ujar Tante Dewi. “Aku sering menceritakan tentang dirimu pada Zus Mia. Zus Mia terkesan. Dan ingin pula mencicipi kejantananmu yang perkasa itu!” kata Tante Dewi. “Betulkah itu, Zus!” tanya Benny. Zus Mia mengejap-ngejapkan matanya. “Eh . . . tidak ! Eh, iyyaa! Tetapi nggak apa-apa, kan! Kamu bersedia, kan ! Memberikan kebahagian padaku!” ujar Zus Mia agak gagap. “Tentu saja! Siapapun akan siap memberikan kebahagiaan pada Zus Mia yang cantiknya selangit begini!” kata Benny. Zus Mia tertawa-tawa kecil ketika Benny mengecupi bibir dan seluruh wajahnya bertubi- tubi. Mendapat giliran pula lehernya yang jenjang merangsang. Lalu pentil-pentil susunya yang tegak merangsang. Uf! Ternyata menggeluti Zus Mia mempunyai keasyikan tersendiri. Buah dadanya lebih besar dan lebih padat pada millk Tante Dewi. Pentil susunyapun lebih besar dan merangsang! Demikian pula bukit kemaluannya. Lebih mumbul. Hanya saja, rambut kemaluannya tidak selebat milik tante Dewi dan Aningsih! “Bennnnn! Ehg. Aukhhhh . . . !!!” Zus Mia menjerit sejadi-jadinya bilamana kepala zakar Benny yang bengkak dan besar itu menyeruak lobang vagina Zus Mia yang sangat kecil dan sempit. Zus Mia merasakan sakit amat sangat. Ini dimaklumi, karena Zus Mia belum pernah merasakan senjata yang besarnya seperti kemaluan kuda ! “Bennnnnn ! Ssssakkkittthhhsss . . . !!” kata Zus Mia berkelojotan. “Tahankan, Mia. Tahankan!” ujar Tante Dewi sambil. memegangi keclua kaki Zus Mia. “ Nantipun kau akan merasakan enak. Tahankan, sayang !” Benar saja. Kalau tadi, Zus Mia merasakan sakit luar biasa, absolutist kelamaan rasa sakit itu hilang, berganti dengan rasa enak luar biasa. Sudah tentu Zus Mia senang sekali, Gerakan-gerakan memutar pantat dan pinggulnya sungguh romantis, seirama dengan ayunan-ayunan pantat Benny yang naik turun dan sesekali melakukan gerakan memutar yang aduhai. “Oukh., Bennnn! Ennnaakhhh, sayangghhhh . . . !” demikian ujar Zus Mia berulang-ulang. Benny tersenyum sambil terus juga memnyerbu bukit kemaluan Mia yang indah menantang. Tante Dewi yang menyaksikan adegan itu jadi terangsang. Segera dia berdiri, mcngangkangi kepala Zus Mia. Ditariknya kepala Benny. Benny mengerti. Tante Dewi ingin agar Benny mengerjai kemaluan Tante Dewi dengan mulutnya. “Ayoh, Bennn! Ciumi punyaku ! Aku juga sudah tidak tahannhhhh . . . !” ujar Tante Dewi dengan suara sengau tak menentu. Benny melakukan dua macam kesibukan. Sementara kemaluannya menerobos keluar masuk belahan daging Zus Mia, mulutnya dengan mesra menciumi bukit kemaluan Tante Dewi yang sudah mekar menantang. “Bennnn ! Aukhhh! Terruusssh, Bennnn! lyyyyaaakhhh . . . ! “Zus Mia terus meracau. “Addduuuuh, Bennnn ! Enaknyaaa! Terrusssh. sayangghhh! Kelentitnya, Bennnn ! Iyyyaaahhhh! Nah, itu, tuuuuuh! Uf! Hmmm, . . . nyem! Nyem! Gigit, Bennnn! Gighhhiuitttssss . . . !!” Tante Dewi juga meracau sambil menekan belakang kepala Benny, sehingga hidung dan mulut lelaki muda itu masuk seluruhnya ke belahan kemaluan Zus Mia yang mekar semekar-mekarnya. “Besssss!” “Sleessep!” “Blessss!” “Ahk . . . ih!” “Oukh . . . !!” “Hmhhh !!” Berbagai suara, ditingkah dengan berkecipaknya zakar Benny yang timbul tenggelam, terdengar sangat merdu dan mesra. Mulut vagina yang sempit itu ikut monyong ketika Benny menarik senjatanya dan sampai kempot melesak ke dalam pada waktu Benny mengamblaskan zakarnya. Absolutist mereka bertarung mati-matian, sampai akhirnya Tante Dewi yang terlebih dulu kejang. Tante Dewi menekan belakang kepala Benny sekuat-kuatnya, sambil menjerit histeris. “Bennnnn!AkhhhuUUu kelluarrr . . . !!! Sshhh . . . akkkkhhh . . . !!” dan Tante Dewi sambil setengah berdiri, meliuk-liuk seperti orang kesetanan ! Kepalanya terlempar ke sana-ke mari. Dengkulnya gemerar sekali. Punggunya setengah menekuk, bagaikan udang tangannya meremas-remas dan menjambak jambak rambut benny sampai lelaki itu merasa sakit. Namun bercampur kenikmatan. Pada saat itu pula. Benny merasakan semburan-semburan lahar panas dari dalam lorong vagina Tante Dewi. Banyak sekali. Kental dan licin. Benny bagaikan orang yang haus, dengan rakus meneguk semua cairan itu. Tanpa tersisa lagi. Terasa gurih dan harum! Tante Dewi segera jatuh tergelimpang dengan lemasnya. Namun penuh puas! Benny masih bertarung dengan Zus Mia. Dua menit setelah jatunhnya Tante Dewi, Zus Mia menjerit-erit histeris. Tubuhnya berkelojotan, seperti ayam disembelih. Menggelepar-gelapar. “Oukh, Bennnnn! Akhhuuuu keluarrrhhhh!!! Ssshhh, Bennn! Akkhhh! Ennnnnaaakhhhh !!! dan Zus Mia tidak lagi mampu mempertahankan bentengnya. Bobol seketika. Lahar menyembur-nyembur. Mata Zus Mia terbeliak- beliak. Cuma kelihatan putihnya saja. Kuku- kukunya yang panjang-panjang itu, mencakar- cakar punggung Benny sampai berdarah! Zus Mia segera lemas setelah mencapai puncak kenikmatan. Namun Benny sendri belum, Benny masih terus menaik turunkan pantatnya dengan bersemangat. “Oukh, Ben! Akkhhuuu lemassss Lettttiih Isti . . . rahattsss duluuu, Bennnnn! !!” Zus Mia merintih-rintih. “Sebentar, Zus. Tanggung, nih! Mau enak, Zus! Tahankan!” ujar Benny tersendat-sendat. “Ampun, Bennnn!Ampunnnnn! !!” Tetapi backbone mau Benny mempedulikan rintihan-rintihan Zus Mia. Malah Benny semakin ganas dan bersemangat menghujamkan batang kemaluannya. Zus Mia meronta-ronta. Benny menekan tubuh Zus Mia dengan tangannya. Dan zakarnya terus juga bekerja. Blassssh! Slesssepsss!Srrrt! Blassshhhh ! !!” Ampun, Bennnn ! Ampunnn !” “Sebentar, Zus . . . !!” Dari letih, lemas dan tidak bertenaga, akhirnya Zus Mia jadi bernafsu lagi, karena bukit kemaluannya terus menerus diserbu habis-habisan oleh zakar Benny yang perkasa. Dan Zus Mia pun mulai menggoyanggoyangkan pinggulnya, memutarmutar romantis. “ Bennnnn, . !! Uukh, kau sungguh perkasa dan pintar. Aku jadi nafsu lagi. Enak lagi, Bennnnn!! ” Zus Mia mengerumasi rambut Benny. Dan merekapun terus bertarung, mendaki bukit yang terjal. Lima belas menit kemiudian, barulah keduanya mencapai orgasme secara bersamaan. “ Zusssshhhh! Akkkhhuuuu kelluuuarrr, ssshhh . . . ! Akkkkhhhh !! Oukh !!” dan Benny menggeram hebat bagaikan harimau lapar bertemu lawan. Kedua lengannya yang kekar memeluk dan menekan tubuh Zus Mia sekuat- kuatnya, sehingga Zus Mia merasakan tubuhnya remuk seketika. “Oukh, Ben! Akhhhuuu jughhhaaa kelluarrr . . . sssh, akhhhhh !!” Banjirlah lorong vagina yang sempit itu, sehingga sebagian menetes-netes ke luar, membasahi sprei. Semprotan- semprotan bertubi-tuhi telah menyemburkan cairan yang luar biasa banyaknya, saling bercampur kental, hangat dan licin! Hmmmmmh, benar-benar sorga dunia! Benny segera tergelincir dari tubuh Zus Mia. Tante Dewi yang sudah mendapatkan istirahat cukup setelah menyemprotkan cairan mani, naik spanning. Dia tidak memberikan kesempatan pada Benny untuk beristirahat. Ditariknya lelaki itu dari tempat tidur. “Ayoh, Bennn! Kerjai aku sambil berdiri. . . . !!” ujar Tante Dewi yang sudah-tersengal-sengal bernafsu! Benny bukanlah Benny kalau dia tidak mampu melayani tantangan perempuan secantik Tante Dewi. Dasar mesin tokcer, sekalipun tanpa istirahat, Benny sanggup untuk bertarung lagi. Dalam keadaan berdiri, Benny menekan tubuh Tante Dewi ketembok. Sebelah paha Tante Dewi diangkatnya tinggitinggi, sehingga memperlihatkan belahan kemaluan yang sudah mekar semekar-mekarnya. Benny lalu mengunjamkan senjatanya ke belahan yang amat menawan itu. “Oukh, Bennn!! Ennnaaakhhhhh!!” Pertarungan sengit sambil berdua itu dimenangkan oleh Benny. Tante Dewi lebih dulu mengeluarkan cairannya dan segera merosot jatuh lemas ke lantai. Benny penasaran, karena belum mencapai puncak kenikmatan. Senjatanya maslh tegangtegangnya. Benny melihat Zus Mia masih berbaring dengan kedua paha terkangkang selebar-lebarnya. Maka Benny segera menubruknya. Dan pergumulanpun terjadi. Semakin dahysat dari pada yang sudah-sudah! Demikianlah berganti-ganti Benny mengerjai kedua perempuan cantik itu. Benny benar- benar kuda jantan yang patut diacungi jempol. Tante Dewi dan Zus Mia benar-benar merasa puas. Bahkan Zus Mia lebih gawat lagi, ingin memiliki Benny seutuhnya! Namun secara jujur, Benny harus mengakui, bahwa diantara sekian banyak perempuan- perempuan yang pernah digaulinya, hanya dengan Aningsih Benny merasa puas. Benar- benar kepuasan sempurna. Tante Dewi enak. Zus Mia lebih enak dari pada Tante Dewi. Namun kepunyaan Aningsihlah yang terlebih enak! Maka Benny tidak dapat melupakan Aningsih! Harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Betapa kecewanya Benny ketika mendatangi rumah Aningsih pada beberapa hari kemudian, ternyata Aningsih sudah pindah menempati rumah sendiri. Baru dibelinya ! Ujar teman sekamar Aningsih. “Pindah ke mana, Zus!” tanya Benny penasaran. “Maaf! Saya tidak dapat memberitahukan. Ini atas kemauan Aningsih sendiri!” “Lho, mengapa begitu!” tanya Benny makin penasaran. “Saya sendiri tidak tahu,” teman sekamar Aningsih mengangkat bahu. Benny menghempaskan napasnya. Mengapa Aningsih bersikap aneh begitu ! Disaat rindu sedang menggebu-gebu, dia menghilang,. Padahal aku dan dia baru saja berkenalan, demikian kata hati Benny. Dengan lesu benny minta diri dan meninggalkan rumah Aningsih. Kemana dia ? Mengapa dia tidak mau memberitahukan tempat tinggalnya yang baru! Apakah dia membenciku ! Apakah aku telah melakukan kesalahan baleful sehingga dia tidak mau memaafkanku! Benny mengerumas rambutnya setelah tiba di tempat kostnya. Aningsih! Mengapa kau begitu cepat menghilang, padahal aku benar- benar sangat merindukanmu! Hanya kaulah yang mampu memberikan kepuasan yang sempurna padaku. Tidak perempuan-perempuan lain! Dan untuk kesekian kalinya, Benny meremasi lagi rambutnya dengan resah. Bertepatan dengan itu, pintu terbuka. Masuklah Tanta Dewi. “Kau kelihatannya resah sekali, Ben!” bertanya Tanta Dewi. “Saya sedang pusing, Tante . . . !!” ujar Benny malas-malasan. Aningsih dengan sengaja seolah-olah menghindari Benny, pada hal perempuan itu mengakui, telah memperoleh kebahagiaan sempurna dari Benny. Mengapa bisa demikian ! Benarkah Aningsih membenci Benny! Benarkah Benny telah melakukan kesalahan fatal, sehingga Aningsih tidak dapat memaafkannya !

1 komentar: