4.18.2011

bersama om_om ganjen

Perkenalkan, namaku Santi.
Saat ini usiaku 21 tahun. Aku
sekarang berkuliah di
Universitas X di Jakarta. Aku
ingin menceritakan
pengalamanku pertama kali mengenal sex. Sebenarnya
pengalaman ini sudah lama
terjadi, yaitu ketika aku masih
kelas 2 SMA, tetapi aku baru
berani menceritakannya
sekarang. Ketika aku masih bersekolah di SMA X, aku punya
banyak sekali kesibukan seperti
les dan belajar kelompok.
Akibatnya, seringkali aku pulang
malam. Aku sendiri tidak takut,
karena sudah sering. Jika pulang malam, aku
menggunakan jasa ojek untuk
mengantarku ke rumah. Oya,
aku akan menceritakan diriku
terlebih dahulu. Saat itu, aku
berumur 16 tahun. Kulitku sawo matang seperti kebanyakan
gadis jawa, rambut lurus
panjang berwarna hitam
sepunggung. Bentuk fisikku
biasa saja, tinggi 163 cm
dengan berat 51 kg. Ukuran bra 34B. Ketika itu, aku belum
tahu tentang sex sama sekali.
Maklum, aku tinggal di
lingkungan yang baik-baik.
Kejadian yang mengubah
hidupku terjadi ketika suatu hari aku pulang dari rumah
temanku. Waktu itu sekitar
bulan November, ketika Jakarta
memasuki musim hujan. Aku
pulang dari rumah teman
sekitar jam 8 malam dengan menggunakan ojek. Aku selalu
memilih pengemudi ojek yang
tampangnya baik-baik.
Pengemudi ojek yang
kutumpangi kali ini sudah agak
tua kira-kira 40 tahunan dan tampangnya penuh senyum.
Sepanjang perjalanan dari
daerah Lenteng Agung ke
rumahku di Srengseng Sawah,
beliau mengajakku ngobrol
dengan sopan sambil melajukan motornya pelan-pelan. Namun di
tengah jalan hujan mulai turun
dan semakin deras. Bajuku
sudah setengah basah akibat
hujan dan tampaknya bapak
ojek ini, sebut saja Pak Amir (aku hingga kini tidak tahu
namanya), tidak membawa jas
hujan. Melihatku hampir kuyup
dan kedinginan, beliau
mengajakku berteduh terlebih
dahulu di pos ojek terdekat. Pos itu tidak seperti gubuk-
gubuk yang biasa dijadikan pos
ojek dan penerangannya cukup
baik. Di dalamnya terdapat dua
pengemudi ojek lain yang juga
menunggu hujan, sebut saja namanya Pak Doni dan Pak Budi
(aku hingga kini juga tidak tahu
nama mereka) yang usianya
kira-kira 30 tahunan. Pak Amir
memintaku masuk agak ke
dalam karena hujan sudah sangat deras. Sementara itu,
Pak Amir terlihat ngobrol
dengan Pak Doni dan Pak Budi
sambil sesekali melihat ke
arahku. Agak risih juga, karena
aku gadis seorang diri di sana sementara baju SMA ku yang
sudah lembab terlihat agak
transparan. Beberapa lama
kemudian, karena hujan belum
reda, Pak Doni menawarkan teh
manis hangat yang tersedia di pos tersebut. Tanpa curiga aku
meminumnya sementara mereka
melihatku sambil tersenyum.
Setelah itu, mereka
mengajakku ngobrol macam-
macam. Kira-kira 5 menit kemudian, aku mulai merasa
agak panas. Rasanya gerah
sekali bajuku, padahal masih
lembab. Anehnya aku juga mulai
berkeringat.
Mereka yang melihat reaksiku, berkata: “Kenapa neng, gerah ya?” “Iya nih pak”, jawabku “Buka saja neng bajunya”, timpal mereka lagi
Gila, yang benar saja. Aku diam
saja mendengar omongan
mereka, aku anggap hanya
lelucon orang dewasa. Tapi
beberapa saat kemudian, tangan mereka mulai nakal
menggerayangi pahaku yang
masih terbungkus rok abu-abu.
Aku yang semakin kepanasan
mencoba menepis tangan
mereka. “Ih, apa sih pak, jangan macam- macam ah”, kataku “Ga papa dong neng, sekali- sekali, ntar neng juga doyan
kok” Sial, berani benar mereka, aku
mencoba melawan dan teriak
minta tolong, tetapi karena
hujan sangat deras dan jalanan
sepi, tidak ada yang
mendengarku. Seketika itu juga, aku didorong hingga
rebah di dipan pos tersebut.
Tangan dan kakiku dipegangi.
Pak Amir berkata: “Neng, kalo neng diem, kita janji deh ga
bakalan bikin neng kesakitan,
malah kita puasin.” Aku diam saja melihat mereka,
pikiranku antara sadar dan
tidak, aku merasa kepanasan
seolah ikut bergairah meladeni
mereka. Pak Doni dan Pak Budi
mulai melepas kancing seragamku sedangkan pak Amir
menyingkap rokku dan
mengelus-elus pahaku.
Sekarang Mereka mulai
mencumbui daerah dadaku dan
pahaku. “Ahh, pak, jangan pak… saya belum pernah… ahh” Mereka malah semakin liar
menjilatinya. Pak Doni mulai
menggerayangi punggungku
mencari kancing bra, namun
anehnya aku malah ikut
mengangkat punggungku untuk membantunya.
Seketika itu juga dadaku
terpampang jelas di depan
mereka, menjulang keluar
seperti bukit, dengan puting
warna coklat muda. Pak Doni dan Pak Budi kemudian
menghisap putingku perlahan,
membuat putingku makin tegak
berdiri dengan keras. Jilatan
Pak Amir semakin nakal di CD
ku, kadang-kadang menyelinap ke balik CD ku yang sudah
basah membuatku semakin
kepanasan.
“ahh… Pak… Ouch…” kataku makin tak jelas,
sementara Pak Amir mulai
menarik CD ku. Aku mengangkat
pantatku untuk membantunya.
“Wah, cantik banget neng, memeknya. Masih perawan ya”, begitu kata beliau ketika
melihat memekku yang
berwarna merah muda dengan
bulu memek yang jarang dan
tampak mengkilat karena lendir
kewanitaanku, “sekarang saya bikin neng puas deh”, dan setelah itu beliau mulai menjilati
daerah pribadi saya. Saat itu,
saya berpikir saya sedang
dikerjai, tapi justru saya
menikmatinya. Ketika mereka
sudah tidak menahan tangan dan kaki saya, tangan saya
malah mulai ikut menekan-
nekan kepala pak Doni dan Pak
Budi sedangkan kaki saya
menjepit kepala Pak Amir seolah
ingin mendapatkan kenikmatan lebih.
“ahh… ahh… ahh” “Pak… ahh… enakh… trus..” aku meracau terus tanpa henti
ketika pak Amir memainkan
klitorisku “Ahhh… Pak… aku mau pipis… ah…” “Arrhhhh…” aku teriak sekencangnya ketika aku
orgasme untuk pertama
kalinya. Seketika itu badanku
lemas tidak bisa bergerak.
Sementara mereka malah
keenakan menjilati memekku bergantian, menghabiskan
lendir kewanitaanku yang
sudah banjir di rok. Kemudian
sisa bajuku dilepas semua
hingga aku bugil. Mereka juga
melepaskan baju mereka hingga kami berempat bugil di pos.
Waktu sudah sekitar jam 9
malam tapi hujan masih sangat
deras hingga tak ada
seorangpun di luar dan
menyadari kejadian ini. Mereka mulai merangsangiku lagi
dengan menjilatiku, kali ini Pak
Amir dan Pak Budi menjilati
putingku, sedangkan pak Doni
menjilati liang kewanitaanku.
Aku yang masih dibawah pengaruh obat perangsang
kembali bergairah menerima
perlakuan mereka.
“ahh… ahh… , udah ahh…” “jangan… trusin… ahhh” “emh.. pak… enak banget…” kataku tak karuan
Pak Doni menjawab, “Memekmu juga enak say” “ahh… ahh” aku menggelinjang menerima perlakuan mereka,
sekarang adegan yang
seharusnya pemerkosaan sudah
berubah menjadi adegan sex
yang kuinginkan lebih.
“ahhh… pak aku mau keluar…” Kali ini ketika mereka tahu aku
mau orgasme, mereka berhenti
merangsangku. Aku yang sudah
sangat horny sedikit kecewa
waktu itu, tapi Pak Doni malah
rebah di sampingku dan kedua pengojek lain menuntunku ke
atas tubuh Pak Doni. Ketika
bibir memekku tersentuh
kepala kontol Pak Doni, aku
merasa sangat terangsang.
Dalam keadaan terangsang berat, aku mulai memegang
kontol Pak Doni yang sudah
sangat besar, dan
memainkannya di bibir
memekku. Sesekali Pak Doni
menarikku hingga kepala kontolnya masuk ke memekku.
Sementara dua pengojek
lainnya masih memainkan
putingku dan bibirku. Aku
merasa sangat kenikmatan.
Kukocok kontolnya di ujung memekku, semakin lama ku
dorong semakin dalam dan
akhirnya..
“ahhh… ahhhh… ahhhhhhh” tembus sudah keperawananku.
Pak Doni mendiamkan batang
kontolnya sebentar,
membiarkanku beradaptasi
dengan benda besar di dalam
kemaluanku sambil menikmati pijatan dinding memekku yang
masih sangat rapat. Sesaat
kemudian Pak Doni mulai
menaik-turunkan badanku
hingga aku mendesah
keenakan. Lama kelamaan aku bisa mengocok kontolnya
dengan memekku sendiri.
“Ahhh… ahhh… cplok cplok… . ehhhhhggghhh…” begitu bunyi permainan kami.
“Enak banget memekmu, say. Masih rapet” kata Pak Doni yang kemudian menarikku dan
menghisap putingku.
“Hmmm ahhh… Ssshhhh enghhhhh… ahhhhh… awhhhh…” aku tak bisa berkata-kata lagi
karena terlalu keenakan
menikmati kontol Pak Doni. Pak
Amir mengocok batang
kontolnya melihat adegan kami,
sedangkan Pak Budi mencoba mengeksplorasi liang pantatku.
Beliau memasukkan jarinya.
“ahhh sakit pak… ahhh…” begitu kataku, ketika jari tengahnya
masuk.
“Sabar neng, nanti juga enak…” kata pak Budi, kemudian malah
memasukan batang kontolnya
yang besar ke anusku… tentu saja rasanya sangat sakit
“arrrghh… arkk sakit pak… sudah…” tapi beliau tak peduli, kontolnya terus dimasukkan
hingga dalam kemudian aku
dibiarkan istirahat dalam posisi
sandwich.
Setelah terbiasa, mereka
berdua mengocokku, aku seperti isi sandwich, Pak Doni
mengocok memekku dari bawah
sedangkan Pak Budi mengocok
anusku dari atas… aku teriak sejadi-jadinya antara keenakan
dan kesakitan… “arrrgghh… ahhh… ahhh…” “Owhhh… enakkk… . trusss… .. ssshshhhhhh… .” Pak Amir yang melihat adegan
kami dipanggil kedua rekannya,
“Pak, jangan bengong aja, ni masih nyisa satu lobang” sambil menunjuk mulutku
Selanjutnya Pak Amir
memasukkan kontolnya ke
mulutku hingga aku sesak
napas. Kepalaku ditariknya maju
mundur hingga ke tenggorokan. Aku semakin kewalahan
menghadapi nafsu binal mereka.
Semakin lama aku semakin tidak
sadar dengan apa yang ku
perbuat.
“Ahhh.. ahh…” desahku di antara hisapan kontol Pak Amir.
“ahhkk… neng enak banget memeknya…” kata Pak Doni “trus neng, jangan berhenti” kata Pak Amir
“Neng, bentar lagi keluar nih” kata Pak Budi
“Arrrrrhhhh… . ssshhhhh” Seluruh tubuhku terasa
bergetar… kemudian aku ambruk di atas pak Doni,
kukeluarkan seluruh lendir
kewanitaanku hampir
bersamaan dengan ketiga
orang itu mengeluarkan
spermanya di dalam tubuhku. ***
Sesaat kemudian aku tak
sadarkan diri. Ketika aku sadar,
aku sudah kembali berpakaian
dengan kusut. Seluruh tubuhku
lemas. Jam menunjukkan pukul setengah 11 malam. Memek dan
anusku masih penuh dengan
sperma mereka. 5 menit
kemudian ketika aku sudah
mampu berdiri, Pak Amir
mengantarku hingga ke rumah. Orangtuaku menanyaiku tetapi
aku telalu lelah sehingga aku
langsung masuk kamar dan
tidur. Begitulah pengalaman
pertamaku melakukan
hubungan sex dengan orang- orang yang hingga kini aku
sendiri tidak kenal. Sampai saat
ini, seringkali aku rindu
disetubuhi oleh tiga orang lagi
tapi aku masih tidak berani.