8.22.2010

ngentot dengan teman kerja

Menyesal rasanya aku melakukan perbuatan terkutuk ini... hanya karena nafsu aku harus menghianati suamiku. Sebut namaku Mila (29 tahun) seorang ibu rumah tangga dengan satu orang anak yang bekerja di sebuah Rumah Sakit swasta di kota Semarang sebagai seorang perawat. Kisah perslingkuhanku terjadi satu tahun yang lalu dengan temanku sesama perawat yang bernama Hendra. Sebelumnya aku sudah kenal baik dengan Hendra (25 tahun) sejak tiga tahun yang lalu saat dia di terima bekerja di tempat yang sama denganku. Aku dan Hendra awalnya hanya kenal biasa saja, karena aku bekerja pada shift A dan dia Shift B. namun setelah setahun lamanya aku di pindahkan ke Shift B dan satu unit kerja dengan Hendra. Sejak saat itulah aku mulai akrab dengan dia, bahkan saat berangkat dan pulang kerja selalu bersama, aku tidak khawatir karena suamiku juga tahu dan mengijinkan aku di antar Hendra saat berangkat dan pulang kerja. Kedekatan inilah akhirnya menimbulkan benih- benih cinta antara kami berdua. Dan disinilah kesalahanku berawal, entah mengapa waktu itu aku tak mampu menolak pernyataan cinta Hendra kepadaku padahal aku telah bersuami. Mungkin saat itu aku berpikir kami hanya menjalani hubungan cinta biasa saja sehingga aku tidak terlalu berpikir negatif tentang Hendra. Hubungankupun berlanjut dan semakin lama semakin dekat, awalnya untuk menunjukkan rasa cinta kami hanya sekedar berpelukan dan ciuman saja sebelum pulang kerja namun lama kelamaan Hendra mulai berbuat nakal padaku terutama bila masuk shift malam, mungkin karena situasi ruang kerja yang sepi sehingga Hendra berani berbuat iseng padaku. Ak u masih ingat peristiwa itu berawal saat kami akan memulai kerja shift malam, seperti biasa aku ganti baju kerja dulu di ruang perawat, kami datang terlambat tentunya ruang tersebut sepi karena perawat yang lain sudah standby di unitnya masing-masing. Aku mengira Hendra masih diluar ruangan, sehingga aku santai saja membuka baju tanpa menutup pintu kamar ganti. Saat tubuhku hanya tertutup CD dan Bra saja tiba-tiba Hendra datang dan langsung memelukku dari belakang, aku sempat kaget namun aku hanya diam saja saat kutahu yang memelukku adalah Hendra. Dia mulai meremas-remas dadaku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya menggerayangi selangkanganku. Jari tangannya yang nakal langsung mengaduk- aduk lubang kewanitaanku. Oh... sayang kmu sungguh cantik sekali malam ini, tubuh kamu juga sangat indah.... Oh... Mila... aku cinta sekali sama kamu sayang!!! Kata-kata rayuan itu langsung membiusku sehingga aku tidak sadar kalau hendra sudah melepas celananya dan melucuti CD yang aku pakai. Aku hanya ikut saja saat Hendra memintaku bersandar pada sebuah meja dengan posisi nungging, setelah itu tiba-tiba kurasakan ujung Kontol Hendra sudah menempel di mulut vaginaku, aku berusaha memegang kontol itu agar tidak di tancapkan, namun terlambat... dengan kondisi nungging dan kedua kakiku di rentangkan tentunya mulut vaginaku jadi terbuka lebar.... sehingga dengan sekali dorong Hendra berhasil menusukkan Kontolnya. Blesss...... Sleppp.... Ohh...Ahh... Mila sayang . .. Memek kamu nikmat banget.... empuk dan hangat... Hendra langsung mendesah dan memujiku saat berhasil memasukkan kontolnya. Sekali lagi aku terbuai oleh sanjungan Hendra... sehingga aku yang semula mau menolak malahan merasa senang saat Dia mulai menggoyangkan pantatnya dan akupun mulai mendesah... Oh... ahhh.... ahhh..... semakin lama Hendra semakin cepat mengocok kontolnya di dalam memekku selain itu tangannya yang nakal terus meneus meremas dua buah dadaku yang berukuran 34 dan akupun tak bisa menahan lagi untuk orgasme... lalu Crotzzzz..... crotzz.... ohhhh.... ahh...uhhh. ... Hendra sayang... kontolmu nikmat banget.... aku sudah keluar sayang..... lalu Hendra menghentikan goyangannya untuk memberiku kesempatan beristirahat. Sambil memulihkan tenaga, Hendra memintaku duduk di kursi sambil mengulum kontolnya yang berdiri tegak, aku menurut saja. Seperti anak kecil yang sedang menikmati permen loli pop, dengan semangat aku menyedot dan menjilati kontol Hendra yang ukurannya 2 kali lebih besar dari milik Mas Iwan (35 tahun) suamiku. Setelah melihatku tenagaku pulih Hendra kembali mengentotku dengan posisi berdiri berhadapan Bless.... Bless .... tanpa kesulitan kontol Hendra menerobos vaginaku yang sudah basah dan licin, kresek... kresek.... jembutku yang lebat dan hitam menjadi mainan jari-jari Hendra. Oh... ahh... terasa nikmat sekali. Namun baru beberapa kali bergoyang, tiba-tiba alarm ruang kerja berbunyi sebagai tanda mulai kerja di ruang pasien. Hendra tampak kecewa karena terpaksa hasratnya tertunda karena kami harus segera menyudahi permainan. Kami lansung membersihkan tubuh kami di kamar mandi dan segera berpakaian. Saat keluar ruangan wajah Hendra masih tampak murung, aku segera menyapanya... Sudahlah sayang jangan murung gitu.... aku tahu kamu masih pingin dilanjutkan, tapi hal itu nggak mungkin karena bisa ketahuan pengawas ruangan.... Aku janji deh lain waktu bakal bikin kamu puas...!! Pernyataanku ini akhirnya bisa membuat Hendra kembali tersenyau... Terimakasih ya sayang, kamu benar-benar pengertian, oke deh lain waktu kita lanjut lagi. Dua hari setelah kejadian itu Hendra menagih janjiku, saat itu kami memang masuk shift siang. Saat itu sekitar pukul 10 siang Hendra sudah datang ke rumah kontrakanku, padahal kami baru masuk kerja pukul 1 siang, kondisi rumahku memang sepi. Suamiku sudah berangkat kerja, sementara anakku masih di Sekolah. Aku sebelumnya tidak tahu kalau Hendra telah merencanakan itu semua. Sesaat setelah masuk rumah dia langsung menemuiku yang baru selesai mencuci baju. Eh Hendra... Tumben datangnya lebih awal, ada apa...? Ga ada apa-apa sayang, cuma mau nagih janji aja sama kamu.... Aku masih bingung saat itu, sehingga aku tidak memperdulikan Hendra yan berdiri di hadapanku, sambil berjalan menuju dapur akupun menanyakan pada Dia, emang aku janji apa sama kanu...? Hendra hanya tersenyum sambil mendekatiku kemudian memelukku. Dia langsung menyelinapkan tangannya ke dalam rok dan jari-jarinya langsung mengusap-usap memekku yang masig tertutup CD. Sambil berkata " Sayang... kamu kan belum bikin aku puas malam itu..." aku akhirnya ingat juga. Hendra, tunggu sebentar.... Ada apa lagi? tanya Hendra sambil menghentikan usapannya di selangkanganku. Aku belum mandi... pasti kamu ngaak mau kan ngentotin memekku yang bau... Hendra kembali tersenyaumm sambil berkata, Kalau gitu kita mandi bareng aja sayang biar lebih hot... Akhirnya kamipun segera melucuti baju masing-masing, dalam kondisi bugil kami berjalan bergandengan menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi kami saling mengguyur tubuh kami dan saling menyabuni. Dengan sabun kami saling menggosok alat vital kami sehingga akhirnya kami sama-sama terangsang. Segera saja kami guyur tubuh kami hingga taubuh kami bersih dari sabun. Sesudah itu Hendra memintaku untuk menungging sambil berpegangan pada bak mandi. Dari belakang Hendra langsung menancapkan kontolnya dan langsung bergoyang, Bless slep..... sleppp... ahh...ahh... Goyangan Hendra benar-benar mantap, dia sangat pintar memainkan gairahku dengan meremas-remas toketku yang bergoyang- goyang tidak teratur karena hentakan pinggang Hendra yang kuat, beberapa menit kemudian Crottt... croottt... aku mencapai orgasme, tubuhku langsung lemas. Setelah beristirahat sebentar Hendra kemudian mengajakku melanjutkan permainan di kamar, dan aku mengikutinya. Di atas kasur segera kulentangkan tubuhku, aku hanya pasrah saja apapun yang akan dilakukan oleh Hendra. Hendra langsung menindih tubuhku dengan posisi 69 dan langsung mengarahkan kontolnya ke mulutku. Aku tau apa yang di inginkan oleh Dia, langsung saja ku jilat dan kusedut senjatanya, sementara itu, di selangkanganku hendra juga melakukan hal yang sama. Lidahnya yang nakal terus menjilati klitorisku sambil sesekali disedot- sedot, rasanya benar-benar nikmat. setelah puas dengan pemanasan itu Hendra langsung mengentoti tubuhku, masih dalam posisi terlentang aku menikmati keperkasaan selingkuhanku itu. Kontolnya yang super jumbo tampak jelas di matakau dengan bebas keluar masuk menjelajahi memekku. Dengan kondisi birahi tinggi semacam itu aku lupa bahwa sebenarnya aku telah memiliki suami dan anak. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana caranya terus menikmati gairah itu. Slepp.... sleppp... Ahhh...ahhh Ohh....aohhh rasanya memang dahsyat. Dan berbagai macam gaya dalam berhubungan intim di praktekkan oleh Hendra, ini adalah pengalaman baru bagiku karena saat melakukan dengan suami aku hanya terlentang saja dan pasrah sampai suami puas. Bersama Hendra sangat berbeda, karena aku dilibatkan untuk aktif dalam ngentot itu, bahkan Dia juga mengajariku bermain diatas, entah berapa kali aku mengejang karena orgasme. Stamina Hendra memang luar biasa.... mungkin seperti kuda. Di dalam kamarku itu kami sama-sama puas hingga kami kelelahan. setelah kembali pulih kami kembali mandi bersama dan langsung berpakaian seragam. Untungnya kami menyelesaikan tepat waktu, karena setelah kami dalam kondisi rapi anakku pulang dari sekolah yang diantar suamiku sekalian istirahat siang. Kamipun bertingkah biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa, sehingga Suamiku tidak curiga. setelah makan siang kamipun berangkat kerja dengan berboncengan motor. Sepanjang perjalanan kupeluk erat tubuh Hendra sambil kutempelkan gundukan vaginaku ke pantatnya. Walaupun tertutp pakaian kami aku tetap merasakan getaran berbeda. Sejak saat itulah aku sering ngentot dengan Hendra, baik di rumahku, tempat kos Hendra maupun di tempat kerja. Kami melakukannya dengan hati-hati dan rapi, sehingga suamiku tidak tahu walaupun aku ngentot 3 sampai 4 kali dalam seminggu bersama Hendra. Dan hubungan itu terus berlanjut hingga sekarang. ARSIP BLOG ►  2010 ▼  2009 ►  ▼  MENGENAI SAYA CERITA_PERSELINGKUHAN LIHAT PROFIL LENGKAPKU

8.21.2010

aku di entot temen suamiku

Harapanku untuk menjadi istri yang baik dan setia pupuslah sudah. Semua ini akibat aku tak mampu untuk menangkis rayuan dan pujian dari teman suamiku yang bernama Andre (28 tahun). Namaku Any (26 tahun) adalah seorang Ibu rumah tangga biasa. Aku sudah 3 tahun menikah dengan Mas Haris (30 tahun) namun belum memiliki momongan. Perkenalanku dengan Andre sebenarnya melalui suamiku. Dia memang memiliki usaha toko yang menjual pulsa dan HP dan pada saat itu dia mencari karyawan untuk menjaga tokonya yang kebetulan letaknya tidak jauh dari rumah kontrakanku. Karena dia kenal dengan suamiku dia meminta bantuan dicarikan karyawan yang rumahnya dekat dengan toko. Singkat cerita suamiku menawariku untuk kerja disana, karena memang sejak menikah aku menanggur karena ikut merantau bersama suami di Semarang. Aku langsung menerima tawaran itu dan akhirnya mulai kenal dengan Andre. Sejak pertama kerja aku mulai akrab dengan Andre, aku merasa dia sangat enak untuk di ajak ngobrol dan sangat perhatian sehingga aku sering menceritakan setiap masalah yang aku hadapi kepada dia. Entah mengapa setiap jawaban dan sarannya selalu membuatku merasa nyaman dan tenang dalam menghadapi masalah. Bukan hanya itu saja, dia sering membuat hatiku merasa tersanjung dengan memuji kecantikanku, saat itu aku tak sadar telah melakukan kekeliruan sehingga lama- lama aku dan dia merasa tak canggung untuk saling memanggil Sayang. Setiap menjelang tidur dan bangun pagi dia tak pernah lupa sms sayang dan kata-kata rayuan untukku. Disinilah perselingkuhanku dimulai, api asmara yang awalnya kecil kini telah membesar dan mulai membakar diriku. Aku seperti terbius oleh candu asmara dari Andre sehingga aku tak mampu menolak setiap kali Andre memeluk dan menciumku sebelum pulang kerja. Sejak saat itu perilaku Dia semakin lama semakin berani, bila kondisi toko sepi dia sering mengajakku bercumbu di dalam toko, karena di sudut ruang dalamnya memang yang di skat untuk meletakkan meja kasir dan tempat servis HP sehingga orang di luar tidak bisa melihat aksi kami. Di dalam ruang yang berukuran 1 x2 meter inilah "noda" mulai membaluri tubuhku. Aku yang tengah dimabuk asmara hanya pasrah saja Ketika Andre menyingkap rok yang ku pakai dan memainkan jari-jarinya di selangkanganku, sementara itu bagian atas tubuhku yang sudah terbuka penutupnya menjadi sasaran empuk bibir Andre yang nakal. Payudaraku yang montok terus di sedot- sedot olehnya bibirnya dan birahikupun semakin bergelora, aku semakin tak mampu mengendalikan diri dan hanya bisa pasrah dengan cumbuan Andre hingga tanpa kusadari dia sudah melucuti celananya. Saat tengah asik mendesah aku merasakan ada benda tumpul menggosok-gosok belahan pantatku dan saat kulihat ternyata Kontol andre yang besar dan panjang telah berdiri tegak siap menerobos memekku yang basah karena terangsang. Andre kemudian memelukku dengan erat lalu berbisik di telingaku, "yang... aku sudah nggak tahan nih.. ... di masukin aja ya kontolku...." aku pun mempersilahkannya, "terserah kamu yang.... aku juga sudah horny....." lalu Blesss Clep.... Kontol Andre berhasil menerobos memekku, dalam posisi nungging dan berpegangan pada meja komputer aku hanya bisa mendesah menikmati setiap goyangan Andre. Ahhh... ahh.. ouh... ohh.. ohh.. desahan kami saling bersautan sampai akhirnya kami sama-sama puas. Sejak peristiwa itu aku dan Andre semakin mesra dan kami hampir tiap hari ngentot di dalam toko bahkan terkadang hingga dua kali kami melakukannya. Walaupun aku tahu itu salah dan berdosa tetapi setiap Andre mengajak ngentot aku tak bisa menolak. Semakin lama aku semakin gila dalam birahi, karena bukan hanya di toko aku berselingkuh. Kami juga melakukannya di rumah kontrakanku ketika suamiku sedang mandi. waktu itu memang toko libur tiga hari karena ada acara pernikahan di rumah sebelahnya. Tentunya selama tiga hari itu Andre tidak bisa ngentoti aku sehingga dia jadi kelimpungan, akhirnya di hari ketiga dia nekat datang kerumahku sekitar jam 4 sore. Saat itu aku dan suami sedang asik nonton TV sehingga Andre tak bisa berbuat apa-apa dan kami hanya bisa ngobrol sana-sini tidak jelas. Namun kesempatan itu akhirnya datang 1 jam kemudian ketika suamiku berpamitan untuk pergi mandi. Setelah suamiku masuk kamar mandi Andre langsung merengkuh tubuhku dari belakang, " yang... aku sudah kangen banget sama kamu, tiga hari nggak ngentoti kamu seperti setahun nggak makan...." aku langsung menghindar " yang kamu jangan gila.... ini kan di rumahku, apalagi suamiku ada di balik pintu itu kalo dia tahu gimana..... bisa bahaya..." Andre langsung melepaskan tangannya dan berdri di depanku. " yang aku tahu cara yang aman...." Dia kemudian memintaku berdiri dan mengajakku ke dekat sumur yang bersebelahan dengan kamar mandi. "kamu mau ngapain ngajak kesini" "udah diam aja... sekarang naikkan rok kamu keatas" sungguh edan ternyata Andre mau ngentoti aku di pinggir sumur bersebelahan dengan kamar mandi yang sedang dipakai suamiku. "yang ini cuma sebentar aja kok, suamimu ngak akan tahu kalau kita disini karena dia di balik tembok ini, selain itu kita bisa tau kalo suamimu sudah selesai mandi karena kita bisa dengar suaranya. Akhirnya aku menurut saja, dan langsung kusingkap rokku ke atas dan kupelorotkan CDku ke bawah. Andre juga membuka celananya dan dipelorotkan kebawah. Dengan posisi nungging di samping sumur aku dientoti oleh Andre. Dia sangat bernafsu dan langsung menancapkan kontolnya. Dengan bersemangat Andre menggoyangkan kontolnya maju mundur, Slepp... sleppp.... slepp, rasanya sangat nikmat. Sambil bergoyang tangan Andre juga tak henti-hentinya meremas toketku yang berukuran 34. Kami terus berpacu dengan waktu agar cepat mencapai orgasme dan akhirnya kami sama- sama puas, Sperma menyembur kuat membanjiri memekku, karena jumlahnya sangat banyak samapai ada yang keluar mengalir diantara jembutku dan buah pelor Andre. Setelah semua selesai kami langsung membersihkan kemaluan dan kembali merapikan pakaian lalu kembali menonton TV agar suamiku tidak curiga. Sesaat kemudian suamiku selesai mandi, dan kami bertingkah seperti tidak ada masalah sehingga suamiku tidak tau kalo kami baru saja ngentot disamping dia. Sejak saat itu kami menjalani hubungan gelap dalam perselingkuhan. Dalam menjalani ini semua kami sangat hati-hati sehingga aman- aman saja, dan terus berlanjut hingga sekarang.

main dengan teman istri

Nama saya Tjokie, saya sudah married dan punya anak satu. Umur saya saat ini 28 tahun, isteri saya juga seumur, namanya Lisa. Anak saya baru umur 3 tahun, dan dia baru masuk Playgroup. Nah, di sekolahan anak saya inilah, isteri saya kenal sama nyokapnya teman anak saya. Namanya Nita. Sebenarnya si Nita ini orangnya nggak cakep-cakep amat, yah, lumayan-lah. Menurut saya sih, mendingan isteri saya. Makanya, sewaktu kenalan sama si Nita ini, saya sama sekali nggak ada pikiran yang macam-macam. Sampai lama-kelamaan isteri saya mulai akrab sama si Nita. Mereka sering pergi sama-sama. Nah, suatu hari, si Nita telpon isteri saya buat ngasih tahu bahwa dia sekeluarga lagi dapat voucher menginap satu malam di sebuah Hotel bintang lima di Jakarta. Dia suruh isteri saya datang buat mencoba fasilitas-fasilitas yang disediakan hotel tersebut. Nah, karena ada kesempetan buat berenang, fitness dan lain-lain gratis, maka saya berdua nggak menyia-nyiakan kesempatan ini. Siangnya saya berdua nyusul ke hotel tersebut. Sesampainya di sana, saya berdua langsung menuju ke kolam renang, karena si Nita sudah janjian nunggu disitu. benar aja, begitu ngeliat saya berdua datang, si Nita langsung manggil-manggil sambil melambaikan tangannya. “Hai Lis, Her… ” “Hai Nit… Mana suami sama anak kamu ?” tanya isteri saya. “Biasa, dua-duanya lagi tidur siang tuh…” kata si Nita. “Kamu berdua aja… Mana anak kamu?” “Nggak ikut deh, Nit… Abisnya repot kalau ngajak anak kecil” kataku. “Ya sudah, sekarang gimana, kamu berdua mau berenang nggak? Atau mau Fitness aja?” “Langsung Fitness aja deh, Nit” Begitulah, setelah itu kita bertiga langsung menuju ke tempat Fitnessnya. Dan setelah ganti baju di locker room, kita bertiga mulai berfitnes-ria. Asyik juga sih, sampai-sampai nggak terasa sudah hampir tiga jam kita fitness. Wah, badan rasanya sudah capek benar nih. Setelah selesai kita bertiga terus bilas di ruang ganti, dan langsung menuju ke ruang Whirlpool. Nah, sampai disini kita bertiga bingung, sebab ruang whirpoolnya ternyata cuma satu. Wah gimana nih? Tapi akhirnya kita coba-coba aja, dan ternyata benar, cewek sama cowok jadi satu ruangannya. Wah, malu juga nih… Apalagi si Nita, soalnya kita bertiga cuma dililit sama kain handuk. Setelah masuk ke dalam, saya tertegun, karena di dalam saya lihat ada cewek yang dengan santainya lagi jalan mondar-mandir dalam keadaan… Bugil. Wah… Gawat nih. Setelah saya lirik, ternyata si Nita juga lagi ngeliatin tuh cewek yang kesannya cuek banget. Selagi kita bertiga bengong- bengong, tahu-tahu kita disamperin sama locker-girlnya. “Mari Mbak, Mas… Handuknya saya simpan,” kata si Mbak locker itu dengan suara yang halus. “Ha ? Disimpan ?” tanya saya sambil kebingungan. “Hi-hi-hi… Iya, Mas, memang begitu peraturannya… Biar air kolamnya nggak kotor. . ” sahut si Mbak dengan senyum genit. “Wah… Mati deh saya”, batin saya dalem hati, masa saya musti berbugil ria di depan satu, dua, tiga… Empat orang cewek sih ? Sementara itu saya liat isteri saya sama si Nita juga lagi saling pandang kebingungan. Akhirnya saya yang memutuskan, “Hm.. Gini deh, Mbak… Kita liat-liat aja dulu… Nanti kalau mau berendam baru kita taruh handuknya di sini” “Iya deh, Mas…” kata si Mbak lagi sambil tersenyum genit. Terus dia langsung berbalik jalan keluar ruangan. Setelah tinggal bertiga, isteri saya langsung memandang si Nita, “Gimana nih, Nit?” Selagi si Nita masih terdiam bingung, isteri saya langsung ngomong lagi, “Ya sudah deh… Kita terusin aja yuk,” katanya sambil melepaskan handuknya. “Sudah deh, Nit… Buka aja… nggak apa-apa kok,” kata isteri saya lagi. “Benar nih, Lis ? Terus si Tjokie gimana ?” tanya si Nita sambil melirik malu-malu ke arah saya. ……………………………… lanjut lagi cerita dewasa nya…. Pada saat itu saya cuma bisa pasrah aja, dan berdoa moga-moga burung saya nggak sampai bangun. Sebab kalau bangun kan gawat, si Nita bisa tahu karena saya cuma dililit handuk doang. “Nggak apa-apa… Anggap saja kita kasih dia tontonan gratis” sahut isteri saya lagi. Gawat juga nih, saya benar-benar nggak nyangka kalau isteri saya sebaik ini. Sebab biasanya dia cemburuan banget. Akhirnya pelan-pelan si Nita mau juga ngelepasin handuknya. Aduh mak… Begitu dia lepas handuknya, saya langsung bisa ngeliat dua buah teteknya yang membulat… dan… jembutnya yang… gile… lebat banget! Langsung aja saya menelan ludah saya sendiri… sambil menatap bengong ke tubuh si Nita. Ngelihat keadaan saya yang kayak orang linglung itu, isteri saya langsung tertawa geli. Sementara si Nita masih berusaha menutupi vaginanya dengan kedua tangannya. “Kenapa Her… Jangan bengong gitu dong, sekarang kamu yang musti buka handuk tuh,” kata isteri saya lagi. Busyet… Masa saya disuruh bugil di depan si Nita sih? Tapi karena takut kalau-kalau nanti isteri saya berubah pikiran, langsung aja deh saya lepas handuk saya. Seiring dengan gerakan saya ngelepas handuk, saya lihat si Nita langsung membuang muka jengah. “Lho, kenapa Nit… nggak apa-apa kok… Tadi si Tjokie juga ngeliatin body kamu, sampai terangsang tuh… Lihat deh,” kata isteri saya lagi sambil menatap burung saya. Akhirnya si Nita ngelirik juga ke burung saya, dan… Wah… dasar burung kurang ajar, begitu diliatin dua orang cewek, perlahan tapi pasti dia mulai bangkit. Pelan-pelan mengangguk-angguk, sampai akhirnya benar-benar tegang setegang-tegangnya. Wah, mokal banget deh, saya… “Tuh-kan, Nit… Benarkan dia sudah terangsang ngeliatin body kamuy…” kata isteri saya lagi. Ngeliat burung saya yang sudah tegang benar, akhirnya dua-duanya nggak tahan lagi. Pada tertawa terpingkal- pingkal. Ngedenger suara ketawa mereka, cewek yang sendirian tadi langsung nengok… dan begitu ngeliat burung saya, dia juga langsung ikut ketawa. “Wah, dik… Dia sudah nggak tahan tuh…” katanya pada isteri saya, sambil ngelirikin burung saya terus. Akhirnya daripada terus jadi bahan tertawaan, langsung aja deh, saya nyebur ke kolam whirpool. Nggak lama kemudian isteri saya dan si Nita nyusul. Akhirnya kita berempat berendam deh di kolam. Tapi nggak lama kemudian si Cewek itu bangun… “Mbak sudahan dulu yah, Dik… Mmm… Tapi jangan disia-siakan tuh…” katanya sambil menunjuk ke selangkangan saya lagi. Buset nih cewek, rupanya dari tadi dia merhatiin kalau burung saya masih tegang terus. Langsung saja saya berusaha tutupin burung saya pakai kedua telapak tangan. Sambil tersenyum genit, akhirnya cewek itu keluar ruangan. Nah, begitu tinggal kita bertiga, isteri saya langsung pindah posisi. Sekarang jadi saya yang ada ditengah-tengah mereka berdua. “Her… Dari tadi kok tegang melulu sih ?” tanya isteri saya sambil menggenggam burung saya. Saya cuma bisa menggeleng saja sambil melirik si Nita. “Ih… Keras amat, kayak batu,” kata isteri saya lagi. Lalu, tanpa saya duga dia langsung ngomong ke si Nita. “Sini deh, Nit… Mau cobain megang burung suami saya nggak nih ?” Haa? Saya sama si Nita jadi terbengong- bengong. “Bbb… Boleh, Lis ?” tanya si Nita. “Boleh, rasain deh… Keras banget tuh,” kata isteri saya lagi. Pelan-pelan, si Nita mulai ngegerayangin paha saya, makin lama makin naik, sampai akhirnya kepegang juga deh, torpedo saya. Wuih, rasanya benar-benar nikmat. “Iya lho, Lis… Kok bisa keras begini ya. Pasti enak sekali kalau dimasukin yah, Lis,” kata si Nita lagi sambil terus mengelus-ngelus burung saya. Wah, saya sudah nggak tahan, tanpa minta persetujuan isteri saya lagi, langsung aja deh, saya tarik si Nita, saya lumat bibirnya… sambil tangan saya meremas-remas teteknya. “Akh…” Nita menggelinjang. Langsung saya angkat si Nita dari dalam air, saya dudukin di pinggiran kolam… Kakinya saya buka lebar- lebar, dan.. langsung deh saya benamin wajah saya ke dalam selangkangannya, sehingga si Nita semakin mengerang-ngerang. Sementara itu isteri saya tetap giat mengocok-ngocok burung saya. Akhirnya karena sudah nggak tahan lagi, kita bertiga naik ke pinggiran kolam. “Gantian dong, Nit… Biar si Tjokie ngejilatin vagina saya, saya juga kepengen nih…” kata isteri saya dengan bernafsu. Karena dia sudah memelas begitu, langsung saja deh, saya jilatin vagina isteri saya. Saya gigit-gigit kecil clitorisnya sampai dia merem-melek. Nita pun nggak tinggal diam, ngeliat saya lagi sibuk, dia langsung saja meraih burung saya, terus dimasukin ke dalam mulutnya. Wah… nggak nyangka, ternyata hisapannya benar- benar maut. Rasanya kita bertiga sudah nggak ingat apa-apa lagi, nggak peduli kalau- kalau nanti ada orang yang masuk. Setelah beberapa lama, isteri saya ternyata sudah nggak tahan lagi. “Ayo, Her… Cepetan masukin… saya sudah nggak kuat lagi nih…” pintanya memelas. Akhirnya berhubung saya juga sudah nggak tahan lagi, saya cabut saja burung saya dari dalam mulut si Nita, terus saya masukin ke dalam vagina isteri saya. Akh… benar-benar nikmat, sambil terus saya dorong keluar- masuk. Nita nggak tinggal diam, sambil meremas-remas payudara isteri saya, dia terus ngejilatin buah Zakar saya. Wah… rasanya benar-benar… RUUUAAARRR BBBIIAASA! Nggak lama kemudian, mungkin karena sudah terlalu terangsang, isteri saya menjerit kecil… Meneriakkan kepuasan… Sehingga saya merasakan sesuatu yang sangat hangat di dalam lubang vaginanya. Melihat isteri saya sudah selesai, si Nita langsung bertanya dengan wajah harap-harap cemas. “Nggg… Sekarang saya boleh nggak ngerasain tusukan suami kamu, Lis?” “Tentu aja boleh, Nit…” jawab isteri saya sambil mencium bibir si Nita. Mendapat lampu hijau, Nita langsung mengambil burung saya yang sudah lengket (tapi masih tegang benar) terus dibimbingnya ke dalam lubang vaginanya yang ditutupi semak belukar. “Aaakkkhhh…” desis si Nita setelah saya dorong burung saya pelan-pelan. “Ayo, Her… Terus, Her… I Love You…” kelihatannya si Nita benar-benar mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Sambil saya goyang-goyang, isteri saya menjilati teteknya si Nita. “Aduh, Lis… Her… I love you both…” Pokoknya selama saya dan isteri saya bekerja, mulut si Nita mendesis-desis terus. Kemudian, mungkin karena isteri saya nggak mau ngedengerin desisan si Nita terus, akhirnya dia bangun dan mengarahkan vaginanya ke muka si Nita. Dengan sigap Nita menyambut vagina isteri saya dengan juluran lidahnya. Sampai kira-kira sepuluh menit kita bertiga dalam posisi seperti itu, akhirnya saya sudah benar-benar nggak tahan lagi… dan… ahhh… saya merasakan desakan si Nita mengencang, akhhh… Akhirnya jebol juga pertahanan saya. Dan disaat yang berbarengan kita bertiga merasakan suatu sensasi yang luar biasa… Kita bertiga saling merangkul sekuat-kuatnya, sampai… Aahhh… Begitulah, setelah itu kita bertiga terkulai lemas sambil tersenyum puas… “Thank you Tjokie, … Lisa… Ini benar-benar pengalaman yang luar biasa buat saya..” “Ha… ha… ha… Sama, Nit… saya juga benar- benar merasakan nikmat yang yang nggak pernah saya bayangin sebelumnya. Sayang suami kamu nggak ikut yah, Nit,” kata isteri saya. “Gimana kalau kapan-kapan kita ajak suami kamu sekalian, boleh nggak, Nit?” “Benar Lis… Ide yang bagus, tapi kita nggak boleh ngomong langsung, Lis… Musti kita pancing dulu..” kata si Nita. “Setuju,” sahut isteri saya. “Gimana Her… Boleh nggak ?” Untuk sesaat saya nggak bisa menjawab. Bayangin, masa saya musti berbagi isteri saya sama suaminya si Nita? Rasanya perasaan cemburu saya nggak rela. Tapi, ngebayangin sensasi yang akan terjadi kalau kita main berempat sekaligus… Wah… “Boleh, nanti kamu atur yah, Nit… Biar saya bisa ngerasain lagi hangatnya lubang vagina kamu… Ha… ha..” akhirnya saya menyetujui. lama berlanjut saya akhirnya insaf, dan berharap tak lagi terulang, walau banyak godaan saya berusaha untuk segera plepas dari semua cerita yang saya anggap memalukan, kini masa lalu adalah cerita untuk aku ambil sebagai pelajaran, dan menjadikanku lebih baik untuk masa mendatang..

bercinta dengan suami temanku

Namaku Ratih, asalku dari Surabaya. Umurku 26 tahun dan sudah lulus dari sebuah universitas terkenal di Yogyakarta. Selama kuliah aku punya teman kuliah yang bernama Iva. Iva adalah teman dekatku, dia berasal dari Medan. Kami seumur, tinggi kami hampir sama, bahkan potongan rambut kami sama, hanya Iva pakai kacamata sedangkan aku tidak. Kadang-kadang teman-teman menyebut kami sebagai saudara kembar. Kami juga lulus pada saat yang bersamaan. Satu-satunya yang berbeda dari kami ialah selama setahun kuliah terakhir, Iva sudah bertunangan dengan Ari, seorang kakak kelasku sedangkan aku masih berpacaran dengan Andy, juga kakak kelasku. Salah satu persamaan lainnya ialah bahwa saat lulus itu kami sama-sama sudah tidak perawan lagi. Kami saling terbuka dalam hal ini, artinya kami saling bercerita mulai dari hal-hal yang mendalam misalnya tentang perasaan, kegelisahan dan hal-hal lain tentang kami dan pacar-pacar kami. Atau terkadang tentang hal-hal yang nakal misalnya bagian- bagian erotis atau ukuran vital dari pacar- pacar kami, sehingga darinya aku tahu bahwa milik Ari lebih panjang 3 cm dibandingkan milik Andy. Dengan lugas kadang-kadang Iva bercerita bahwa dia tidak pernah merasakan seluruh panjang batang milik Ari, diceritakannya pula bahwa Ari tidak pernah bisa lebih lama dari 3 menit setiap kali berhubungan badan dengannya. Meski begitu dia selalu merasa puas. Kadang-kadang aku merasa iri juga dengan anugrah yang didapat Iva. Meskipun sebenarnya 15 cm milik Andy pun sudah cukup panjang, tapi membayangkan 18 cm milik Ari terkadang cukup membuatku gundah. Belum lagi aku mengingat-ingat tak pernah Andy sanggup bertahan lebih lama dari hitungan menit, mungkin karena aku dan Andy selalu melakukan pemanasannya lama dan menggebu- gebu (kadang-kadang malah aku atau Andy sudah lebih dulu orgasme pada tahap ini), jadi ketika saat penetrasi sudah tinggal keluarnya saja. Meskipun kadang-kadang cukup memuaskan tetapi rasanya masih saja ada yang kurang. Belum lagi secara fisik, Ari lebih baik dari Andy dari penilaian obyektifku. Semua perasaan itu tersimpan di diriku sekian lama selama aku masih sering berhubungan dengan Iva, yang artinya juga sering bertemu dengan Ari. Tepat sebulan setelah lulus, Iva menikah dengan Ari. Lalu mereka berdua pindah ke Medan, sedangkan aku sendiri bekerja di sebuah perusahaan multinasional di Yogyakarta. Beberapa lama kami sering berkirim kabar baik lewat email maupun telepon. Iva sering menuliskan apa saja yang sudah dilakukannya dalam kehidupan suami istrinya. Diceritakannya betapa sering mereka berdua berhubungan intim, sebulan pertama jika dirata-rata bisa lebih dari 1 kali sehari. Dengan nada cekikikan sering juga diceritakannya bahwa memang milik Ari terlalu panjang untuk kedalamannya, bahwa semakin lama Ari semakin tahan lama dalam melakukannya yang oleh karenanya mereka sering terlambat bangun pagi karena semalaman melakukannya sampai dini hari. Juga dengan nada menggoda, diceritakannya betapa hangat semprotan sperma di dalam liang kemaluan. Cerita yang terakhir ini sungguh merangsangku, karena meskipun telah melakukannya, aku belum pernah merasakan hal itu. Selalu Andy mengeluarkan spermanya di luar atau dia memakai kondom. Di perut atau paha memang sering kurasakan hangatnya cairan itu, tetapi di dalam liang kemaluan memang belum. Singkat kata semakin banyak yang diceritakannya semakin membuatku ingin segera menikah. Masalahnya Andy masih ingin menyelesaikan studi S2- nya yang mungkin kurang dari setahun lagi selesai. Beberapa bulan kemudian Iva mengabarkan bahwa dia sudah hamil sekian bulan. Semakin bertambah umur kandungannya semakin sedikit cerita-cerita erotisnya. Ketika kandungan sudah beranjak lebih dari 7 bulan, dia bercerita bahwa mereka sudah tidak pernah berhubungan seks lagi. Kadang-kadang dia bercerita bahwa sesekali dia me- masturbasi-kan Ari, karena meskipun secara klinis mereka masih boleh berhubungan seks tapi mereka khawatir. Jadi Ari terpaksa berpuasa. Sekian bulan kemudian lahirlah putra pertamanya, Iva mengabarkan kepadaku berita gembira itu. Kebetulan sekali perusahaanku mempunyai kebijaksanaan adanya liburan akhir tahun selama dua minggu lebih. Sehingga aku memutuskan untuk pergi ke Medan untuk menjenguknya. Andy terpaksa tidak bisa ikut karena dia sedang hangat-hangatnya menyelesaikan tesisnya. Jadilah aku pergi sendirian ke Medan dan segera naik taksi menuju rumahnya. Rumah Iva adalah sebuah rumah yang besar untuk ukuran sebuah keluarga kecil. Rumah itu adalah hadiah dari orang tua Iva yang memang kaya raya. Letaknya agak keluar kota dan berada di dekat area persawahan dengan masih beberapa rumah saja yang ada di sekitarnya. Ketika aku datang, di rumahnya penuh dengan keluarga-keluarganya yang berdatangan menjenguknya. Ari sedang menyalami semua orang ketika aku datang. “Ratih, apa kabar? Sudah ditunggu-tunggu tuh! ” dia memelukku dengan hangat. Kemudian dia mengenalkanku kepada keluarga- keluarga yang datang. Aku pun menyalami mereka satu persatu. Mereka ramah-ramah sekali. Ari bercerita bahwa aku adalah saudara kembarnya Iva selama kuliah. Keluarganya saling tersenyum dan berkomentar sana sini. Sekian saat berbasa basi, Ari segera mengantarku masuk rumah dan langsung menuju kamar Iva. Tampak Iva lebih gemuk dan di sampingnya tampak bayi lucu itu. “Iva sayang, apa kabar?” aku mencium keningnya dan memeluknya hangat. “Sudah siap-siap begituan lagi ya?” aku berbisik di telinganya yang dijawabnya dengan cubitan kecil di lenganku. “Sstt.. harus disempitin dulu nih!” dia menjawab dengan berbisik pula sambil menggerakkan bola matanya ke bawah, aku tertawa. Singkat kata, hari itu kami isi dengan berbasa- basi dengan keluarganya. Aku akhirnya menginap di rumahnya itu karena semua keluarga menyarankan begitu. Iva dan Ari pun tak keberatan. Aku diberi kamar yang besar di ujung ruangan tengahnya. Rumahnya mempunyai 6 kamar besar dengan kamar mandi sendiri dan baru satu saja yang telah diisi olehnya dan Ari. Hari itu sampai malam kami isi dengan mengobrol di kamarnya menemani sang bayi yang baru saja tidur. Sementara Ari menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai dosen di ruang kerjanya. Akhirnya aku menyarankannya istirahat. “Sudah kamu istirahat dulu deh Va!” “He eh deh, lelah sekali hari ini aku! Kamu masih suka melek sampai malam?” “Iya nih!” “Itu ada banyak film di rak! Masih baru lho!” “Oke deh! Sekali lagi selamat ya!” kucium keningnya. Aku keluar kamar dan menutupnya perlahan. Ari bercelana pendek dan berkaos oblong baru saja keluar dari ruang kerjanya. “Mau tidur?” “Sebenarnya aku sudah lelah, tapi mataku tidak bisa terpejam sebelum jam 2 malam nih! Katanya punya banyak film?” “Itu di rak, buka aja!” “Oke deh!” Ari masuk kamar Iva. Kupilih satu film, judulnya aku lupa, lalu kuputar. Beberapa saat kemudian Ari keluar kamar dan tersenyum. “Masih dengan kebiasaan lama? Melek sampai malam!” “He eh nih!” “Gimana kabarnya Andy?” “Dua bulan lagi selesai tesisnya! Terus kami mau menikah, kalian datang ya!” “Oh pasti! Mau minum, aku buatin apa?” “Apa aja deh!” Sebentar kemudian Ari keluar dengan dua botol soft drink di tangannya. “Pembantu pada kelelahan nih! Jadi ini saja ya! ” “Makasih!” aku ambil satu dan meminumnya langsung, rasanya segar sekali. “Kalo ada perlu aku lagi ngerjain proyek nih di ruang kerja”, ketika Ari beranjak sekilas aku melihat tatapan yang belum pernah kulihat darinya, sekilas saja. “Oke, makasih!” Tak berapa lama aku melihat film itu, mataku ternyata tidak seperti biasa, tiba-tiba terasa berat sekali. Aku segera matikan player itu, berjalan ke depan ke ruang kerja Ari. “Ari, aku tidur dulu deh! sudah kumatiin semua!” “Oke deh, istirahat dulu ya!” Aku segera masuk kamar, menutup pintu, segera ganti baju dengan kaos tanpa bra dan celana pendek saja dan langsung ambruk di atas ranjang. Aku masih sempat mematikan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur yang remang-remang. Aku langsung terlelap, saat itu mungkin sekitar pukul satu dinihari. Tak terasa berapa lama aku tidur, ketika aku merasakan sesuatu menindihku. Aku terbangun dan masih belum sadar ada apa, ketika seseorang menindihku dengan kuat. Nafasnya terasa hangat memburu di wajahku. Ketika sepenuhnya sadar aku tahu bahwa Ari sedang di atas tubuhku dan sedang menggeranyangiku dengan ganas, mengelus- elus pahaku dan mencoba mencium bibirku. Beberapa lama aku tidak tahu harus bagaimana. Jika aku berteriak, aku kasihan pada Iva, jika sampai dia tahu. Selain itu sosok Ari telah kukenal dekat sehingga aku tak perlu menjerit untuk membuatnya tidak melakukan itu. “Ar, kamu apa-apaan?” kataku sambil mencoba mendorongnya dari tubuhku. “Bantulah aku Rat! Telah lama sekali!” sambil berkata begitu dia terus menggeranyangi tubuhku. Tangannya mendarat dengan mantap di atas payudaraku dan meremas-remasnya. Jika saja aku tadi masih memakai BH-ku mungkin rasanya akan lain. Tapi kali itu hanya kain kaos yang tipis saja yang memisahkannya dengan tangannya. Selain itu samar-samar kurasakan sesuatu yang mengeras menimpa pahaku. Aku tidak asing lagi dengan benda itu. batang kemaluannya telah tegang penuh.”Ari.. !” dia mencoba menciumku. Entah antara ingin mengatakan sesuatu atau ingin menghindar, aku malah menempatkan bibirku tepat di bibirnya. Yang terjadi kemudian aku malah membalas lumatannya yang ganas sekali. Beberapa lama itu dilakukannya, cukup untuk membuat puting susuku mengeras, yang kuyakin dirasakannya di dadanya. “Kalo Iva tahu gimana dong?” “Ayolah sebentar saja tak akan membuatnya tahu!” bisik Ari. Entah untuk mencari pembenaran atas keinginan terpendamku atau mencoba untuk terlihat tidak terlalu permisif akhirnya yang keluar dari mulutku adalah, “Ar.. aku akan melakukannya untuk Iva!” Seperti bendungan jebol, Ari langsung kembali melumatku dengan ganas. Aku pun tampaknya memang telah terhanyut oleh perbuatannya, sehingga langsung membalas lumatan bibirnya. Tampaknya dalam hal beginian Andy lebih jagoan, dia bisa membuatku basah kuyup hanya dengan ciumannya. Sedangkan Ari tampak tersengat ketika aku langsung membalas lumatan bibirnya dengan ganas. Beberapa lama kami melakukan lumatan- lumatan itu, kemudian Ari bangkit dari atas tubuhku dan berlutut di antara pahaku. Dia kemudian menarik kaosku ke atas tanpa melepasnya dari tubuhku sehingga payudaraku terbuka, terasa dingin oleh AC. Beberapa saat kemudian aku merasakan jemarinya kembali meremas-remasnya perlahan, bukan itu saja kemudian aku merasakan bibirnya mendarat dengan mulus memilin-milin puting susuku yang kurasakan semakin mengeras. Tapi sebenarnya sebagian kecil tubuhku masih menolak perbuatannya itu, mengingat kedekatanku dengan Iva. Meski begitu sebagian besar lainnya tak bisa menolak rangsangan-rangsangan itu. Beberapa saat Ari bermain-main dengan puting dan gundukan payudaraku. Kemudian dia bangkit dan menarik lepas celana pendek dan celana dalamku. Dengan segera aku merasakan tangannya membuka kedua pahaku dan sebentar kemudian kurasakan jemarinya menyapu permukaan liang kemaluanku. Ujung- ujung jemarinya mengelus-elus klitorisku dengan cepat, cukup cepat untuk membuat rangsangan bagiku. Walau begitu tetap saja gelitikannya semakin merangsangku. Tak berapa lama dia kembali berhenti. Sekali lagi dalam hal pemanasan ini Andy masih lebih baik dibandingkan Ari. Dalam keremangan, aku melihatnya berdiri dan menarik celana pendek dan kaos oblongnya sehingga Ari akhirnya telanjang bulat. Justru di sinilah nafsuku langsung naik dengan sangat cepat demi menyaksikan tubuhnya di dalam keremangan lampu tidur di kamar itu. Sesuatu di tengah tubuhnya langsung membakarku, batang kemaluan yang sedang tegang dan tampak sedikit melengkung ke atas. Bentuknya yang gemuk, panjang dan berkepala bonggol itu langsung menggelitikkan rasa terangsang yang amat sangat mengalir dari mata dengan cepat langsung menggetarkan selangkanganku. Aku segera saja merasa gelisah dan tak sabar. “Ar.. Ke sini deh!” Dengan bertelanjang bulat, Ari berjalan mendekat kepadaku dan naik ranjang, langsung berlutut di samping tubuhku, batang kemaluannya yang tegak itu tampak jauh lebih besar jika dilihat dari baliknya. “Ada apa Rat?” “Kadang-kadang aku punya impian yang bahkan Iva pun tak tahu apa itu?” “Apa coba?” “Jangan diketawain ya. Iva sering bercerita tentang ini! Dan kadang-kadang timbul keinginan untuk sekedar memandangnya”, sambil berkata begitu kuraih batang kemaluannya itu dan kugenggam erat batang dan sebagian kepalanya sehingga seperti kalau sedang memegang persneling mobil. Ari tampak sedikit gugup ketika genggamanku mendarat mulus di batang kemaluannya tanpa diduga-duga olehnya. Tubuhnya seperti terdorong ke belakang sedikit sehingga semakin mengangkat posisi batang kemaluannya dari posisi berlututnya. Beberapa saat aku merasakan kerasnya batang kemaluannya itu. Pantas sekali kalau Iva begitu membangga- banggakannya. Dan emang selisih tiga centi terasa sekali secara visual. “Nih sudah, kamu boleh apain aja deh! Oh ya Iva sudah cerita apa saja ke kamu?” “Banyak pokoknya!” “Kalo sama punya Andy?” “No comment deh!” nada bicaraku agak mendesah. Ari tersenyum dan bangkit dari sampingku terus membuka pahaku dan mulai mengambil posisi. Ketika bangkit aku melihat pinggulnya seperti bertangkai oleh cuatan batang kemaluannya itu. Dia memandangku sebentar, kubalas dengan pandangan yang sama. “Pelan-pelan ya Ar!” “Lho, sudah pernah khan?” “Iya, tapi..” “Tidak segini ya?” Dia kembali tersenyum. Aku cuma tersenyum kecut demi ketahuan kalau punya Andy tidak sebesar punyanya. Perlahan-lahan Ari mengangkat kedua pahaku dan menyusupkan lututnya yang tertekuk di bawahnya sehingga ketika dia meletakkan pahaku kembali keduanya menumpang di atas paha atasnya yang penuh rambut. Dengan posisi seperti itu selangkangannya langsung berhadapan dengan selangkanganku yang agak mendongak ke atas karena posisi pahaku. Aku hanya bisa menunggu seperti apakah rasanya. Aku merasakan perlahan-lahan Ari membuka sekumpulan rambut kemaluanku yang rimbun di bawah sana dan beberapa saat kemudian sesuatu yang tumpul menggesek-gesek daging di antara sekumpulan itu dengan gerakan ke atas dan ke bawah menyapu seluruh permukaannya, dari klitoris sampai ke lubang kemaluanku. Rasa terangsangku segera memuncak kembali merasakan sensasi baru itu. “Ayolah Ar, keburu bangun!” “Ini baru jam 3.15? “Iya siapa tahu?” Perlahan-lahan aku merasakan gesekan kepala batang kemaluannya tadi berhenti di area dekat lubangku tepat pada posisi membuka bibir-bibir labiaku sehingga langsung berhadapan dengan lubang di bawahnya itu. Sesaat kemudian sesuatu yang besar dan tumpul serta hangat menyodoknya perlahan- lahan. Tanpa hambatan yang terlalu kuat, kepalanya langsung masuk diikuti batangnya perlahan-lahan. Aku segera merasakan nikmat akibat gesekan urat-uratnya itu di dinding lubang kemaluanku. Sampai tahap ini sebenarnya rasanya tidak beda jauh dari punya Andy, walaupun tidak sepanjang punya Ari ini tapi cukup gemuk. Tapi semakin lama tubuhku segera bereaksi lain ketika batang itu mulai masuk semakin dalam. Dan ketika semuanya masuk ke dalam, aku segera merasakan rasa nikmat yang amat sangat ketika ujung kepala batangnya itu mentok di dinding bagian dalam liang kemaluanku. Aku segera mencari lengannya dan mencengkeramnya erat. Ari berhenti sesaat dan menarik nafas panjang sekali. “Rat.. Ini yang kucari!” Ari berbisik perlahan sekali tapi cukup terdengar olehku. Kutahu apa yang dimaksudnya. Sesuatu yang sanggup menelan semua panjang batangnya itu. Ari tidak segera bergerak tapi seperti menggeliat dalam tancapan penuh batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku itu. Tampaknya reaksi dari bagian yang belum pernah tertelan itu sangat mempengaruhi dirinya. Dia bahkan belum bergerak sampai sekian puluh detik ke depan, wajahnya tertunduk, kedua tangannya mencengkeram pinggulku, meraih-raih pantatku dan meremas-remasnya dengan ganas cenderung kasar. Dengan sedikit nakal, aku mencoba mengejan, mengkontraksikan otot-otot di sekeliling selangkanganku. Walaupun terasa penuh oleh masuknya batang kemaluannya itu aku mulai bisa melakukan kontraksi itu dengan teratur. Tak terlihat tapi efeknya luar biasa. Aku merasakan kedua tangannya dengan liar memutar-mutar, meremas dan mencengkeram bongkahan pantatku, pastinya karena reaksi dari apa yang kulakukan pada batangnya itu. Dia segera ambruk di atas tubuhku dan segera mengambil posisi menggenjot, kedua tangannya diletakkan di antara dadaku, salah satunya menyangkutkan paha kananku sehingga mengangkat selangkanganku ke atas sedangkan paha kiriku otomatis terangkat sendiri. Paha kanannya masih tertekuk sedangkan kaki kirinya diluruskannya ke bawah sehingga mempertegas sudut tusukan batang kemaluannya di liang kemaluanku. Dia mulai mencabut batang kemaluannya yang beberapa lama tadi masih tertancap penuh di dalam tubuhku dan belum sampai tiga perempat panjang batangnya keluar, dia langsung menghujamkannya dengan kuat ke bawah sehingga menekan kuat area ujung rahimku. Kemudian ditariknya lagi dan ditusukkannya kembali. Mulailah terasa beda pengaruh panjangnya terhadap kenikmatan yang kurasakan. Hal ini mungkin dikarenakan bidang gesekan satu arahnya yang panjang dan lebih lama sehingga mengalirkan kenikmatan yang lebih kuat pula. “Arr..! Jangan kuat-kuat..!” tapi sebenarnya aku sangat menikmatinya. Ari tampaknya tak peduli, dia terus saja bergerak-gerak dengan kuat dan semakin cepat. “Oh.. Rat.. Ratih!” dia terus menggenjot dan tak terasa begitu cepat 5 menit yang pertama terlewati dan dia masih tangguh saja memompa liang kemaluanku. Benar kata Iva. Pagi itu tak ada seorang pun yang bangun dan terjaga, tapi kami berdua malah sedang mencoba mendaki dengan alasan yang berbeda. Kalau Ari karena tak tahan menunggu Iva berfungsi kembali sedangkan aku karena ingin saja. Sekitar sekian saat setelah 5 menitnya yang ketiga, aku jebol. Gesekan urat-urat batang kemaluannya itu meledakkan tubuhku dengan kuat sehingga membuatku menjepitkan pahaku ke tubuhnya. Bukan itu saja senam yang teratur yang aku ikuti ternyata berguna pada saat itu. Tepat pada puncaknya kutahan kontraksi di liang kemaluanku dan sekuat tenaga kupertahankan agar tidak segera meledak. Sesaat aku merasakan aliran arus balik di tubuhku tapi tidak lama jebol juga sehingga dibawah genjotan cepatnya aku merasakan tiba-tiba seperti melayang di angkasa luas tanpa batas. Tubuhku kaku, kejang, nafasku memburu dan keluar tertahan-tahan bersamaan dengan keluarnya bunyi-bunyian yang tidak jelas nadanya dari bibirku. “Ohh.. eehh.. hmm.. Ar.. yang kuat!” Mungkin gabungan antara suara dari bibirku dan mungkin cengkeraman-cengkeraman kuat dari dinding-dinding liang kemaluanku, segera membuatnya bergerak cepat dan kuat sekali. Aku tidak pernah merasakan kekuatan sekuat dan setahan itu dari Andy. Tubuhku kejang sampai dia menyelesaikan 5 menitnya yang keempat dan masih terus bergerak mantap. Sampai orgasmeku mereda aku merasakan gerakannya semakin cepat dan kuat dan belum sampai pertengahan 5 menitnya yang kelima, Ari pun jebol juga. Posisi kami selama itu masih belum berubah, tapi ketika dia mau menyelesaikan genjotan- genjotan terakhirnya dia menggerakkan tubuhku ke kiri sehingga menggerakkan seluruh tubuhku miring ke kiri dan paha kananku tepat menumpang di atas dadanya sedangkan paha kiriku berada di antara kedua pahanya. Ketika posisinya pas, dia langsung bergerak cepat. Dalam posisi itu ternyata rasanya lain karena yang menggesek dinding lubang kemaluanku pun dinding yang lain dari batang kemaluannya. Tapi orgasmeku yang pertama rasanya terlalu kuat untuk diulangi dalam waktu sedekat itu, sehingga meskipun rasanya memuncak lagi tapi ketika aku merasakan semprotan-semprotan panas seperti yang diceritakan Iva kepadaku itu aku belum bisa meraih orgasmeku yang kedua. “Hoohh.. Hooh.. Hoo.. Rat..Ratih!” Ari bergerak-gerak tak teratur dan hentakan- hentakannya ketika orgasme itu tampak liar dan ganas tapi terasa nikmat sekali bagiku. Aku memegang kedua lengannya yang berkeringat sampai dia menyelesaikan orgasme itu. Sesekali aku mengusap wajahnya dengan lembut. Beberapa lama tubuhku kaku karena posisi kaki-kakiku itu, sampai akhirnya dia ambruk di samping kiriku. Batang kemaluannya tercabut dengan cepat dan semuanya itu membuat posisi kembaliku agak terasa linu, terutama di paha bagian dalamku. Kami terdiam dalam pikiran masing-masing. Aku telentang sedangkan Ari tengkurap di sampingku basah kuyup oleh keringat. Tiba- tiba terdengar bunyi sesuatu perlahan-lahan dari balik pintu kamar. Tiba-tiba Ari panik dan segera mengenakan celana pendek dan kaosnya. Batang kemaluannya meskipun sudah lemas tapi masih belum seluruhnya lemas sehingga tampak menggunduk di celana pendeknya. Aku melirik jam, sudah hampir jam 4 pagi. Ari dengan sedikit tertatih-tatih berjalan perlahan tanpa suara ke arah pintu kamarku, membukanya perlahan dan sebelum keluar sempat melihatku sejenak dan tersenyum. Tinggallah aku sendiri di kamarku dan aku mencari-cari celana pendekku dan segera mengenakannya. Aku terus menarik kaosku ke bawah sehingga menutupi payudaraku yang pasti penuh pagutan-pagutan merah. Dan dengan sisa-sisa tenaga mencoba merapikan sprei yang terasa lembab di tanganku. Mungkin karena lelahnya aku kembali terlelap dan terbangun hampir jam 10.00 pagi. Singkat kata hari itu kuselesaikan segala urusan di Medan. Rasanya tak ada hambatan dengan segala hal yang terjadi. Iva biasa-biasa saja tidak terlihat seperti curiga, bahkan wajah cerianya tampak sedih ketika pada hari ketiga aku terpaksa harus pamit untuk pulang. Ari mengantarku ke bandara dan sebelum aku naik ke pesawat sempat Ari mengucapkan terima kasih. Aku membalasnya dengan terima kasih juga sambil tak lupa tersenyum manis penuh arti. Sampai tiga bulan setelah aku meninggalkan Medan, tiba-tiba Iva mengirimiku email yang menyentakku, isinya begini, “Rat, sebenarnya aku tidak ingin menyinggung-nyinggung soal ini tapi akhirnya agar kamu tahu terpaksa deh aku ungkapin. Tidak tahu aku harus mengucapkan terima kasih atau malah mencaci kamu. Kamu tega deh, di saat puncak kebahagianku kamu malah melakukannya dengan Ari. Aku tahu bukan kamu yang memulai, dan aku tahu sekali kamu tidak akan mau melakukannya jika tanpa sesuatu sebab. Sebenarnya aku kasihan juga sama Ari, bayangkan hampir dua bulan terakhir sebelum aku melahirkan, dia tidak pernah melakukannya, meskipun hanya sekedar masturbasi. Belum lagi ditambah dua bulan setelah aku melahirkan aku masih belum bisa melayaninya. Dan aku tidak menyalahkannya jika akhirnya dia memintamu melakukannya. Dan jika akhirnya kamu terpaksa melayaninya, kuucapkan terima kasih telah menggantikanku. Mungkin itu saja deh Rat, yang perlu untuk kamu ketahui. Aku tidak tahu harus bagaimana tapi sudah deh segalanya sudah terjadi, mohon jangan mengulanginya lagi ya! Please! Aku sudah omong-omong tentang ini sama Ari dan dia menangis habis-habisan menyesalinya. Oke, udahan dulu ya. Bales ya secepatnya!” Iva. “NB: sedikit nakal, kok sekarang Ari jadi ganas gitu sih? Kalo ini karena kamu makasih ya! Terakhir, bagaimana dia melakukannya? Hi.. hi.. hi Jangan khawatir aku tetap sahabatmu.” Berhari-hari setelah itu aku kebingungan mempertimbangkan apa yang harus kulakukan terhadap ini, sampai akhirnya aku harus menjawab juga. “Iva sayang, hanya maaf yang bisa aku mohonkan ke kamu. Aku tidak ingin membela diri, aku salah dan aku janjikan itu tidak akan terulang lagi. Jika ada yang bisa aku lakukan untuk menebusnya? Katakan saja kepadaku! Aku tidak punya lagi kata-kata apapun, jadi sekali lagi maaf ya!” Ratih “NB: tentang yang ganas-ganas itu aku tidak tahu tanya aja sama dia, tapi kalo tentang pertanyaan yang kedua, jawabannya secara jujur ya iya. Mohon maaf sekali lagi!” Email balasanku pagi itu terkirim, sorenya langsung dibalas dan isinya, “Ratih, Oke deh. Meskipun agak sakit, kita kubur jauh-jauh peristiwa itu. Kapan kamu menikah? Kabarin lho! Aku punya ide (agak liar), supaya setimpal, gimana kalo nanti pas kamu mengalami saat-saat yang sama kayak aku, boleh dong aku mbantuin Andy? He.. He.. He.. ( gambar tengkorak lagi tertawa!)” Iva Nah loh! Akhirnya memang begitu yang terjadi setahun kemudian, jadi kedudukanku dengan Iva menjadi 1-1.

bercinta dengan kakak ipar

Kejadian ini berlangsung kira-kira 2 tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu mertua untuk mengambil suatu barang di rumah kakak ipar perempuanku sekalian menengok dia karena sudah lama tidak ketemu. Kakak iparku ini (sebut saja namanya Ina) memang tinggal sendirian, walaupun sudah kawin tetapi belum punya anak dan saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang kerja di kota lain. Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19 :00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tak lama kemudian Ina muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang malam ini. “Ayo Yan, masuk…, langsung dari kantor?, Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Ina tinggal sendiri jadi harus hati-hati”, Sambutnya. Ina malam itu sudah memakai daster tidur karena toh yang bakalan datang juga masih terhitung adiknya, daster yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan model tangan ‘you can see’. Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah. Selama ngobrol, Ina sering bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. Setiap dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja aku mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua payudaranya secara utuh karena Ina tidak memakai BH lagi dibalik dasternya. Ina memang lebih cantik dari istriku, tubuhnya mungil dengan kulit yang putih dan rambut yang panjang tergerai. Walaupun sudah kawin cukup lama tapi karena tidak punya anak tubuhnya masih terlihat langsing dan ramping. Payudaranya yang kelihatan olehku, walaupun tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat. Melihat pemandangan begini terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba kusergap dan tindih Ina di sofa sambil berusaha menciumi bibirnya dan meremas-remas payudaranya. Ina kaget dan menjerit, “Yan, apa-apaan kamu ini!”. Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak, menampar, mencakar dan menendang-nendang. Tapi perlawanannya membuat birahiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangsang. “Breett…”, daster bagian atas kurobek ke bawah sehingga sekarang kedua payudaranya terpampang dengan jelas. Putingnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Ina terlihat shock dengan kekasaranku, perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya berusaha menutup dadanya yang terbuka. “Yan…, ingat, kamu itu adikku…”, rintihnya memelas. Aku tidak mempedulikan rintihannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke bawah sekaligus dengan celana dalamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya. Sekarang dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang terawat baik. Setelah berhasil menelanjangi Ina, kulepaskan pegangan pada dia dan berdiri di sampingnya sambil mulai melepaskan bajuku satu persatu dengan tenang. Ina mulai menangis sambil meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba menutupi badannya dengan kedua tangannya. Saat itu pikiranku mulai jernih kembali menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku merasa tidak bisa mundur lagi dan aku putuskan untuk berlaku lebih halus. Setelah aku sendiri telanjang, kubopong tubuh mungil Ina ke kamarnya dan kuletakkan dengan lembut di atas ranjang. Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi payudara dan vaginanya, kemudian aku mulai menindih badannya. Ina tidak melawan. Ina memalingkan muka dengan mata terpejam dan berurai air mata setiap kali aku mencoba mencium bibirnya. Gagal mencium bibirnya, aku teruskan menciumi telinga, leher dada dan berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas payudara satunya lagi. Ina tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibirku lebih ke bawah, perut dan vaginanya sambil merentangkan pahanya lebar-lebar terlebih dahulu. Aku mulai dengan menjilati dan menghisap clitorisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan istriku). Ina mulai bereaksi. Setiap kuhisap clitorisnya Ina mulai mengangkat pantatnya mengikuti arah hisapan. Kemudian dengan lidah, kucoba membuka labia minoranya dan memainkan lidahku pada bagian dalam liang senggamanya. Tangan Ina mulai meremas-remas kain sprei sambil menggigit bibir. Ketika vaginanya mulai basah kumasukkan jari menggantikan lidahku yang kembali berpindah ke puting payudaranya. Mula-mula hanya satu jari kemudian disusul dua jari yang bergerak keluar masuk liang senggamanya. Ina mulai berdesah dan memalingkan mukanya ke kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian aku tarik tanganku dari vaginanya. Merasakan ini, Ina membuka matanya (yang selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak berani ngomong. Aku segera merubah posisi badanku untuk segera menyetubuhinya. Melihat posisi ‘tempur’ seperti itu, pandangan matanya berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya. Kuarahkan penisku ke bibir vaginanya yang sudah berwarna merah matang dan sangat becek itu. Secara perlahan penisku masuk ke liang senggamanya dan Ina hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba tangan Ina bergerak memegang sisa batang penisku yang belum sempat masuk, sehingga penetrasiku tertahan. “Yan, kita tidak boleh melakukan hal ini…”, Kata Ina setengah berbisik sambil memandangku. Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya birahi yang tertahan. Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh pembenaran atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya. “Tidak apa-apa ‘Na, kita kan bukan saudara kandung, jadi ini bukan incest”, Jawabku. “Nikmati saja dan lupakan yang lainnya”. Mendengar perkataanku itu, Ina melepaskan pegangannya pada penisku yang sekaligus aku tangkap sebagai instruksi untuk melanjutkan ‘perkosaannya’. Dalam ‘posisi standard’ itu aku mulai memompa Ina dengan gerakan perlahan, setiap kali penisku masuk, aku ambil sisi liang senggama yang berbeda sambil mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini aku tahu bahwa bagian paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang kemudian menjadi titik sasaran penisku selanjutnya. Strategi ini ternyata cukup efektif karena belum sampai dua menit Ina sudah orgasme, tangannya yang asalnya hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantatku. Ina dengan kedua tangannya berusaha menekan pantatku supaya penisku masuk semakin dalam, sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan pantatnya untuk membantu semakin membenamnya penisku itu. Untuk sementara kubiarkan dia mengambil alih. “sshh…, aahh”, rintihnya berulang-ulang setiap kali penisku terbenam. Setelah Ina mulai reda, inisiatif aku ambil kembali dengan merubah posisi badanku untuk style ‘pumping flesh’ untuk mulai memanaskan kembali birahinya yang dilanjutkan dengan style ’stand hard’ (kedua kaki Ina dirapatkan, kakiku terbuka dan dikaitkan ke betisnya). Style ini kuambil karena cocok dengan cewek yang bagian sensitifnya seperti Ina dimana vagina Ina tertarik ke atas oleh gerakan penis yang cenderung vertikal. Ina mengalami dua kali orgasme dalam posisi ini. Ketika gerakan Ina semakin liar dan juga aku mulai merasa akan ejakulasi aku rubah stylenya lagi menjadi ‘ frogwalk’ (kedua kaki Ina tetap rapat dan aku setengah berlutut/ berjongkok). Dalam posisi ini setiap kali aku tusukkan penisku, otomatis vagina sampai pantat Ina akan terangkat sedikit dari permukaan kasur menimbulkan sensasi yang luar biasa sampai pupil mata Ina hanya terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan erangan bukan rintihan lagi. “Na, aku sudah mau keluar. Di mana keluarinnya?”, Kataku sambil terus memompa secara pelan tapi dalam. “ddi dalam saja…, di dalam saja, aahh…, jangan pedulikan”, Ina mejawab ditengah erangan kenikmatannya. “Aku keluar sekarraang…”, teriakku. Aku tekan vaginanya keras-keras sampai terangkat sekitar 10 cm dari kasurnya dan cairan kenikmatan tersemprot dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan dunia. “Jangan di cabut dulu Yan…”, bisik Ina. Sambil mengatur napas lagi, aku rentangkan kembali kedua paha Ina dan aku pompa penisku pelan-pelan dengan menekan permukaan bawah vagina pada waktu ditarik. Dengan cara ini sebagian sperma yang tadi disemprotkan bisa dikeluarkan lagi sambil tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Ina menjawabnya dengan hisapan-hisapan kecil pada penisku dari vaginanya “Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Ina?”, tanyanya sambil memeluk pinggangku. “Kamu sendiri rasanya gimana?”, aku balik bertanya. “Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu berubah memperlakukan Ina dengan lembut tiba-tiba birahi Ina terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum pernah Ina rasakan selama ini termasuk dari suami Ina”, Jawabnya. Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang kusetubuhi Ina sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku ‘memelihara’ kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang sudah tidak mempedulikannya lagi. Ina tidak pernah menuntut lebih karena istriku adalah adiknya dan aku membalasnya dengan menjadikan ‘pendamping tetap’ setiap aku pergi ke luar kota atau ke luar negeri.

8.18.2010

bercinta dengan suami tetanggaku

Tetangga baruku, sepasang suami istri, baru pindah. Sebagai tetangga yang baik, aku berkunjung dan berkenalan dengan mereka. Pasangan itu menyenangkan. Suaminya, mas Bayu, yang kelihatannya jauh lebih tua dari istrinya, mbak Ana yang sepertinya sepantaran dengan aku. Keduanya ganteng dan cantik, jadi serasi kelihatannya walaupun beda umurnya jauh. Sebentar saja aku akrab dengan mereka, aku sering menemani mbak Ana kalo dia pergi belanja bulanan atau pergi ke mal untuk membeli pakaian dsb. Karena akrab dengan mbak Ana, otomatis akupun akrab dengan mas Bayu. Kami sering pergi ber 3 kalo liburan. mereka belum punya anak walaupun sudah hampir 2 tahun menikah. Suatu hari mbak Ana pulang ke rumah ortunya di kota lain. Tinggallah mas Arman sendiri di rumah, pembantu mereka hanya bekerja pagi sampai siang, kemudian pulang. Sore itu, aku meminjam motor mas Bayu untuk ke supermarket. mas Bayu nitip dibelikan keperluan dapur yang kurang. Sepulang dari supermarket, aku tidak langsung pulang tapi ikutan nonton dvd yang baru disewa mas Bayu. “Nes, kamu bisa mijit, badanku pegel2 nih”, pinta mas Bayu. “Bisa mas dikit2 tapi ya tidak seahli tukang pijit beneran”, jawabku. “ Emangnya ada tukang pijit boongan”, goda mas Bayu sambil mengajakku masuk kamarnya. Aku jadi menebak2 mas Bayu pengen dipijit atau mijit aku nih, tapi kuturuti ajakannya masuk kamarnya. Mas Bayu berbaring telungkup di ranjang dan aku mulai memijit kakinya, mulai dari telapak kaki sampai ke paha. Otot kaki dan pahanya keras, artinya mas Bayu cukup sering berolahraga. “ Mas suka olahraga ya, ototnya kenceng gini”, kataku. “Iya Nes, suka fitnes, mau ikutan?” tanyanya. “Boleh, kapan mas Bayu fitnes, Ines ikutan ya”, jawabku. Aku sengaja memijat bagian paha sebelah dalam, sekalian untuk ngetes mas Bayu punya udang dibalik bakwan gak. “ Aduh Nes enak tapi geli,” katanya setiap kali kusentuh paha sebelah dalam. Dia mengangkangkan pahanya dan sesekali kusenggol selangkangannya, terasa ada sesuatu yang keras didalamnya. Rupanya dia udah mulai terangsang dan ngaceng. Pijatan beralih ke pantat dan punggungnya. Bagian ini masih tertutup celana pendek dan kaosnya. “Mas enaknya kaosnya dibuka deh supaya mijetnya bisa tuntas”, kataku dan dia langsung melepas kaosnya dan kembali telungkup. Punggungnya juga berotot. Pijatanku mulai dari bagian bahu. Aku mengambil posisi mengangkangi badannya. Setelah bahu dan punggung, kini pijatanku mengarah ke bongkahan pantatnya. Mulanya aku memijat dari luar celananya, tapi gak bisa tuntas. “Mas, celananya mengganggu nih”, kataku. “Dilepas aja ya Nes”, jawabnya sambil langsung melepas celana pendeknya. Sekelebat tampak k ontolnya menonjol sekali dibalik cdnya, kelihatannya besar dan panjang dan sudah keras sekali. Dia kembali menelungkup. Pijatan mulai mengeksploitir bagian pantat dan pangkal paha. Jariku memijit belahan pantatnya dan hampir menyentuh biji pelernya. Mas Bayu sepertinya tidak perduli dengan jamahanku,. Selesai dengan pantatnya, aku minta dia telentang. Benar penglihatanku, k ontolnya besar dan panjang sampai kepalanya nongol dari bagian atas cdnya. “Ih mas Bayu, ngaceng ya”, katm manja sambil menduduki k ontolnya. Terasa sekali k ontol itu mengganjal pantatku. Aku mulai lagi dari bahu, untuk melemaskan bagian itu. Perlahan-lahan lalu turun ke bawah kedadanya. Dia hanya tersenyum saja memandangi wajahku. “Kamu cantik sekali Nes”, katanya merayu, sepertinya dia sudah tidak bisa mengendalikan napsunya. Aku sengaja menggeser2 pantatku di k ontolnya. Pentilnya tampak mengeras, dan sesekali kupilin. Aku minta dia menarik nafas ketika kupilin pentilnya lalu pelan-pelan menghembuskannya. “Nes”, lenguhnya. “Kenapa mas, sakit ya pijitan Ines”. “Enggak sakit kok Nes, merinding semua badanku”. Setelah puas memlintir pentilnya aku mulai turun ke perut. Perutnya kencang dan tidak berlemak, kepala k ontolnya yang nongol dari atas cdnya seakan mengundangku untuk meremasnya. Aku juga terangsang melihatnya. Aku lalu menekan bagian bawah perutnya untuk kosorong keatas. Dari perut aku mulai menelusur bawah sampai menyentuh kepala k ontolnya. Dia memejamkan mata sementara aku terus memijit lembut dipangkal paha sampai keselangkangannya sambil sesekali menyenggol k ontolnya dengan menggosokkan punggung tangannya kek ontolnya. “Nes, kamu udah sering ngeliat k ontol ya”, katanya to the point. Aku kaget juga atas pertanyaannya. “Belum mas, baru pertama kali ini, besar ya”, kataku berbohong. “Kalau mau liat, turunin aja cd ku”, katanya lagi. Perlahan jari kuselipkan di karet cdnya dan menurunkan cdnya perlahan2 sampai lepas. Nongollah k ontolnya yang berdiri tegak, besar dan panjang dengan bulu rambut yang lebat bersambung sampai kepusar dan dada. “ Pegang” katanya singkat dan akupun menuruti sambil mengusap pelan-pelan. Tangannya mulai berkeliaran, membuka baju kaosku, bra kemudian celana pendek gombrangku. Tinggal CDku yang belum kulepas. Aku dibaringkannya dan kemudian dia melumat bibirku, dan terus menjilat sampai ke toketku yang besar dengan pentil yang merah coklat. Saat dia mengulum toketku, aku mulai menggelinjang apalagi jarinya mulai menerobos CDku dan dengan lembut menggosok bibir n onokku. Aku bergetar sambil berdengus pendek “Uh..uuh.. uuhh..”. CDku kemudian dilorotkan dan dibukanya pahaku lebar-lebar. Dia tertegun melihat bibir n onokku yang tipis memerah yang diselimuti jembut yang lebat. “Nes, jembut kamu lebat sekali ya. Pasti napsu kamu besar ya. Kamu pernah nge ntot Nes”, tanyanya. Aku diem saja karena sudah sangat terangsang akibat jilatannya diselangkangku. “Mas”, aku mendesah ketika lidahnya mulai beroperasi ketengah-tengah n onoknya. Gerakan refleksku menarik paha keatas dan posisi yang kian membuka menambah leluasa lidahnya bekerja lebih dalam ken onoknya. Cairan n onokku mulai tumpah membuat dia tambah ganas, dan mulai menyedot keras i tilku. Ujung lidahnya bermain lincah, dalam, menelusuri menggesek permukaan dalam n onokku membuat aku tambah bergetar menahan rangsangan kenikmatan. “Uh..uuhh.. uuuhhh..” eranganku tambah keras dan pahaku menjepit keras kepalanya dengan kaki yang melingkar kepunggungnya. Dia memutar tubuhnya pelan sambil terus menyedot n onokku. Posisi 69 , aku disuruhnya mengulum kepala k ontolnya yang besar itu. Lidahku mulai bermain diantara belahan kepala k ontolnya. Kami berpacu terus dengan posisi 69 sampai “ maas…uuuuhhhh..”, badanku menggelinjang hebat sambil mengerang keras dengan suara tertahan karena kepala k ontolnya masih terbenam dalam mulutku. Aku dah nyampe dan kulepaskan k ontolnya dari mulutku. Mas Bayu masih telentang dengan k ontolnya masih tegak karena belum tuntas. Dia menyuruhku naik keatas perutnya. “Mas, Ines belum pernah”, kataku berbohong lagi. “Ayo aku ajarin”, jawabnya. Dia berbaring dengan bantal 3 susun dipunggung dan kepalanya sambil menyuruh aku duduk diatas k ontolnya yang sengaja diposisikan kearah pusar. Aku duduk mengangkang dengan bibir n onok menempel dik ontolnya, aku mulai menggerakan pantatnya maju mundur perlahan. “Ah..nikmatnya Nes, aku masukin ya..”gumamnya sambil menahan kenikmatan karena goyangan pantatku. Beberapa saat kurasa cairan n onokku mulai mengalir membasahi k ontolnya, aku makin terangsang. Gesekanku makin menggila membuat aku tersentak-sentak saking nikmatnya. Dia mulai meremas2 toketku yang montok. “Isap ..mas” dan dia melengkungkan badannya berusaha mengulum toketku. “Uuuhhh..uuuuhhh.., terussss maas…”pintaku sambil bertambah cepat menggesek n onokku kek ontolnya. Lebih dari 15 menit kemudian aku mengerang tersendat kenikmatan. Dia tau aku akan nyampe lagi, “Ayo putar badanmu” dan secepatnya aku berbalik dengan n onokku menantang didepan mulutnya. Dia menarik pantatku dan lagi-lagi disedotnya bibir n onokku sambil sesekali lidahnya dijulurkan mengilik i tilku. k ontolnya Ttrbenam lebih dari separuh dimulutku, kepalaku turun naik mengocok k ontolnya dalam mulutku. Erangan tertahan dan desahan kenikmatan mengiringi puncak permainan. Tiba-tiba aku menekan pantatku kuat-kuat kemulutnya sambil mendesah panjang dengan k ontolnya dimulutku …”Maas..ooohh”. Diapun demikian, dikepitnya kepalaku dengan kakinya …dan …creet..creet..creeettt… pejunya ngecret semuanya dimulutku. “Mas, belum dimasukin udah nikmat gini ya, apalagi kalo dimasukin”, desahku. “ Kamu mau dimasukin Nes, udah pernah belon, kayanya sih udah ya”, jawabnya. “Sama siapa Nes, tapi itu gak penting deh, gak usah dijawab”, katanya lagi. “Yang penting malem ini kita berbagi kenikmatan ya”. “Mas Ines laper”. “Ya udah, kita mandi dulu, terus baru cari makan malem”. Dikamar mandi, kita saling menyabuni. k ontolnya ngaceng lagi, kukocok2 k ontolnya pelan2. “Mas k ontolnya besar banget sih”. “Pernah ngerasain yang besar begini Nes”. “Belum, yang kecil juga belum kok”. Sepertinya dia tau bahwa aku kembali berbohong tapi dia tidak menanyakan lebih lanjut. Selesai mandi, aku memakai pakaianku kembali dan pulang dulu kerumahku untuk ganti pakaian dulu. Aku memakai kaos ellipsoidal merah dengan celana gombrang khaki. Kemudian aku pergi dengannya ke warung didepan komplex untuk cari makan malam. Selesai makan malam, kita kembali kerumahnya lagi. Mas Bayu memutar blur biru. Dengan 2 bantal besar diatas karpet tebal kami berdua duduk berdampingan sambil nonton film. Permainan panas di blur itu membuat aku mulai bergerak menempel kebadannya dan kemudian rebah diatas pahanya. Dia mengulum bibirku dengan lembut sambil tangannya mulai bergerak dengan sentuhan halus ke toketku yang tanpa bra itu. Aku menggelinjang saat dia mulai agresif memainkan pentilku. “Ayo mas..gesek lagi ya..!” pintaku bernafsu. Aku mencium dan menjilati jari-jarinya. Kemudian dia melepaskan tangannya dari ciumanku dan kembali meremas toketku dari balik kaosku. Dipilinnya pentilku secara bergantian. Aku makin menggeliat karena napsuku sudah memuncak. Tangannya kutarik menjauh dari toketku. Kubawa ke arah perutku. Segera dia mengilik2 puserku sampai aku menggeliat kegelian, “Mas geli”. Tangannya segera menyusup ke bawah dan menemukan karet celana gombrongku. Tangannya berusaha merayap terus ke bawah menyelip kedalam cdku sampai menyentuh jembutku. Jangkauannya kini maksimal, padahal ambition belum tercapai. Aku menaikkan badanku sedikit dan kini jari- jarinya bisa mencapai belahan n onoknya. n onokku sudah basah, sehingga jari tengahnya dengan mudah menyusup ke dalam dan menemukan i tilku yang sudah mengeras. Dia lalu memainkan jari tengahnya. Pinggulku mengikuti irama sentuhan jari tengahnya. Aku menggelinjang. “Mas, lepasin pakean Ines, mas, semuanya”, pintaku. Segera dia mengangkat kaosku keatas, aku mengangkat tanganku keatas untuk mempermudah dia membuka kaosku. Kemudian dia menarik celana gombrangku bersama cdku, aku mengangkat pantatku untuk mempermudah dia melepasnya. Setelah aku berbugil ria, segera diapun melepas semua yang menempel dibadannya. k ontol besarnya sudah tegak dengan kerasnya. Dia berbaring dengan 2 bantal susun dipunggungnya. Aku menunduk mengulum kepala k ontolnya. Hanya sebentar karena dia menyuruhku menduduki k ontolnya yang lagi-lagi melipat kearah pusar dengan posisi membelakangidia. Aku mulai bergerak pelan memaju-mundur pantatku untuk menggesekkan n onokku ke k ontolnya. Tangannya dari belakang mulai beraksi memijit-mijit toketku. Aku menjadi sangat liar, menggeliat sambil tak henti-hentinya mendesah kenikmatan. Gerakan dan sentakanku makin cepat dan keras sampai suatu saat kuundurkan pantatku agak kebelakang dan k ontolnya lepas dari jepitan bibir n onokku. k ontolnya yang agak terangkat sudah berhadapan dengan bibir n onokku yang basah itu dan….bleeessss.. kepala dan separuh k ontolnya yang tegang keras itu amblas kedalam n onokku. “Maas”, seruku. “Kenapa Nes, sakit”, tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepala, bukannya sakit tapi nikmat banget. Sesek rasanya n onokku kemasukan k ontolnya yang besar banget itu. n onokku berdenyut mencengkeram k ontolnya, giliran dia yang mendesis, “Nes, nikmat banget n onokmu, bisa ngemut k ontolku”. Dia membalikkan badanku dan sehingga aku terlentang diatas karpet. Dia menundukkan mukanya dan mengulum bibirku sambil menggeser badannya keatas. Dengan pelan ditusukkannya k ontolnya ken onokku. Diteruskannya dorongannya dan kepala k ontolnya mulai memaksa menerobos masuk keliang n onokku. “Ouuhh..” kembali aku melenguh. Dikocoknya k ontolnya pelan sehingga kian dalam memasuki n onokku. Pelan tapi pasti dan akhirnya kurasakan seluruh n onokku penuh terisi k ontolnya. n onokku yang sudah basah itu masih terasa sempit buatnya, “Nes, sudah basah gini masih sempit aja n onokmu, nikmat banget deh, backbone terasa banget empotannya. Terus diempot ya Nes”. Dihunjamkannya lagi k ontolnya, walau terasa sangat sesak tapi nikmat, “Ooohhh…” aku mulai menggeliat, kaki kuangkat, melingkar kepahanya sementara kepalaku terangkat, mendongak kebelakang dengan mataku membelalak. Tangannya bereaksi cepat, toketku diremas pelan sembari pentilnya dipijit, membuat aku makin menggila, berdesah panjang kenikmatan, “uhhh, peluk Ines mas”. Dirapatkannya badannya kebadanku dan aku merangkul ketat punggungnya. Goyangan pantatnya turun naik makin cepat sehingga bersuara “plook..ploook” karena begitu banyak cairan yang mengalir dari n onokku. Dia kemudian mengganti posisi. Aku disuruh nungging pada sandaran daybed dengan posisi pantat sedikit terangkat, kaki mengangkang. Digesekkannya kepala k ontolnya ke bibir n onoknya beberapa saat, baru dihunjamkannya pelan. Doggy Style ! “Maas”, erangku ketika kepala k ontolnya mulai menekan dan menerobos masuk ke liang n onokku. Baru setengah k ontolnya masuk, “ Aaauuhhh….” mataku terbelalak saking nikmatnya. Kemudian dia mulai mengocok k ontolnya keluar masuk n onokku. Aku kembali mengelinjang, menahan enjotan pantatnya. Terasa k ontolnya makin keras dan kepalanya makin membesar karena gesekan di dinding n onokku. “Ooohhh..oooohhhh” gumamku, karena dia mempercepat enjotannya. Tiba-tiba dia menahan gerakan pantatnya, ditariknya keluar sehingga hanya sebagian k ontolnya yang masih terbenam lalu disentakkannya cepat dengan gerakan pendek, kemudian ditekannya rapat kepantatku hingga semua k ontolnya tertanam dalam n onokku, lalu dibuatnya gerakan memutar. Otomatis kepala k ontolnya berputar bak bor mengesek ketat dinding n onokku. “uaahhh….terus mas…enaaakkk!” desahku. Tidak puas hanya menikmati putaran “bor” nya, aku ikut mengenjot keras pantatku ke belakang dan… “ uuhhh..uuuhhh” kami berdua sama-sama mengerang nikmat. Selang lebih dari 20 menit kami berpacu dengan posisi demikian, aku makin keblingsatan dengan erangan-erangan tak keruan. Dia tahu kalau aku sudah akan nyampe. Aku ditelantangkan diatas daybed dengan kaki kiri menjuntai lantai dan kaki kanan bergantung pada sandaran sofa. Paha ku terbuka lebar dan bibir n onok ku sedikit membuka setelah disodok k ontolnya sejak tadi. Kini dia mulai membungkuk diatas badanku dan dengan tangan kiri menopang badannya, tangan kanannya menuntun k ontolnya kearah bibir n onokku. “Ayo..masukin mas..!” pintaku. Kepala k ontolnya mulai menghunjam. “ Aaahhhh..!” erangku saat seluruh k ontolnya disodok masuk dan mulai dikocok turun naik langsung dengan frekuensi tinggi dan cepat. “ Ah..ah..ah..ah.” aku tiada hentinya melenguh, badanku menggeliat dengan kepala sebentar naik sebentar turun menahan geli dan nikmat yang amat sangat. Dia terus mengocok dengan kecepatan tinggi dan menggila. Kenikmatanku sudah memuncak. “Auuuh..m..m. .” tanganku melingkar ketat dipunggungnya dengan paha dan kakiku ikut membelitnya. “ Tahan dikit Nes..!” bisiknya dikupingku sambil mempercepat sodokannya. “Aaaahhhhhhh..!” aku menjerit panjang, kukuku serasa menembus kulit punggungnya, mengiringi puncak kenikmatankua. Berbarengan dengan lenguhan panjang, dia menyodok keras k ontolnya ke n onokku diimbangi dengan goyangan kencang pantatku yang berusaha mengapung keatas, Otot-otot bibir n onokku serasa berdenyut-denyut seperti meremas- remas k ontolnya. Crreeeettt…pejunya ngecret didalem n onokku, hangat, membuat aku merem melek sejenak. Kami berdua sama- sama nyampe. “Oh Nes, puas sekali nge ntot denganmu..!” desahnya. “Kamu udah pengalaman ya Nes, ngeladenin lelaki”. Kami masih berpelukan sebentar dengan k ontolnya masih terbenam di n onokku, berciuman. “Gimana rasanya Nes?.” tanyanya saat berdua dikamar mandi. “Mmmm..enak banget mas, k ontol mas kerasa sekali ngegesek n onok Ines, besar soalnya sampe n onok Ines sesek jadinya” jawabku sambil tersenyum. Kami saling membersihkan diri. Mas Bayu meremes2 toketku dan menggosok pelan n onokku, sedang aku mengocok2 k ontolnya yang sudah melemas. Selesai mandi, kami meneruskan nonton blur BF yang tadi distop karena sudah pengen maen, sambil berbaring di karpet ruang tengah dalam keadaan telanjang bulat. Aku mengocok2 k ontolnya dengan cepat dan keras, sebentar saja sudah ngaceng lagi. “Mas kuat banget ya, baru ngecret udah ngaceng lagi”, kataku. “Abis dikocok sama kamu sih, mau lagi ya Nes”. “Iya mas, Ines kepingin disodok k ontol mas lagi”. Ketika mengocok2 k ontolnya aku terangsang juga, n onokku sudah basah lagi, apalagi ketika ngocok k ontolnya, mas Bayu ngitik2 i tilku. Dia telentang dan aku menaiki tubuhnya. Dengan posisi setengah merayap, aku menjilati mulai dari bawah k ontolnya keatas, berputar sejenak di celah kepala k ontolnya kemudian mulai dengan mengulum lembut sambil mulutku turun naik mengocok k ontolnya. “Ooohhhh…ooouuuhhh”, gilirannya bergumam tidak jelas. Puas mengocok k ontolnya dengan mulutku, aku langsung duduk diatas perutnya dan kuarahkan k ontolnya kebibir n onokku yang sudah basah. “Aaaahhhh…!” desahku sambil mencengkeram dadanya ketika k ontolnya amblas kedalam liang n onokku dengan mulus. Kocokan demi kocokan dipadu goyangan pantatku membuat kami berdua sama-sama merem melek dengan desahan- desahan panjang berulang-ulang. Dengan k ontol yang masih menancap ketat pada n onokku, dia memintaku menurunkan badanku kebelakang sambil kedua tanganku bertopang kebelakang, dia menyodokkan pantatnya kedepan. Luar biasa…k ontolnya seolah-olah tertarik kalau pantatnya bergerak kebelakang dan seperti mau patah bila ia menyodok kedepan, terjepit rapat diantara bibir n onokku. Dengan kepala mendongak kebelakang kadang terangkat, aku makin gila menggoyang pantatku, “Uuuhhh…ngghhh..!”erangku tidak jelas. Cairan pelicin n onokku meleleh hangat sampai kebawah k ontolnya. “Hhuuu…. huuuu…huuuuuu!” aku kian ganas dan seketika merubah gayaku, duduk diatas pangkal pahanya dengan k ontol tetap tertancap din onokku, hanya pantatku saja yang bergerak maju mundur dengan cepat. k ontolnya terasa berdenyut-denyut dicengkeram bibir n onokku. Bercampur aduk rasa nikmat yang kudapat dari permainan ini. “Maas….ngghhh..!” aku sudah mendekati puncaknya. “Remes toketku…mas!” pintaku sambil menarik tangannya. Diremasnya toketku, kian kuat remasannya makin kuat sentakan pantatku dibarengi dengusan napasku yang memburu. “ Aaaaaaahhhhhh..!” aku menyentak dengan histeris beberapa saat dan kemudian terdiam, roboh keatas badannya dengan jari tanganku mencengkeram kuat kedadanya menimbulkan merah goresan kuku yang panjang. “Nikmat ya Nes”, katanya tersenyum melihat badanku yang terkulai lemas menindih tubuhnya. “Aku akan membuatmu lebih puas, sayang!”. “Ines capek…tapi..mas belum ngecret ya.!? kataku seraya beringsut turun dari atas badannya dan telentang pasrah. Mas Bayu mengambil handuk basah dan me lap bibir n onokku dengan lembut. Aku tersenyum sambil mengepitkan pahaku. Gantian aku membersihkan k ontolnya yang tetap ngacung dengan keras. Dia memelukku dan mulai menggeluti tubuhku lagi. Bibirku dikulumnya dengan nafsu, turun kebawah dijilatinya pentilku. Aku menggelinjang pelan, dia meneruskan permainannya meraba bibir n onokku menyentuh i tilku dan digesek pelan. Kedua pahaku terbuka lagi dan untuk kedua kalinya n onokku basah. Dia gak bisamenguasai nafsunya lagi, dengan cepat berlutut diantara kedua pahaku dan mengatur posisi k ontolnya tepat diatas lubang n onokku, merendahkan badannya dan bleeesssss….k ontolnya langsung menerobos masuk liang n onokku. “ Aaauuhhhh..!” aku melenguh panjang ketika dia menekan kuat dan mulai memainkan pantatnya turun naik. Saat serangan k ontolnya kian gencar, mataku seakan tinggal putihnya kadang mendelik kadang terpejam dengan desisan panjang pendek. Sepertinya dia pingin benar- benar puas menikmati tubuhku setelah yakin walaupun badankua kecil imut-imut tapi punya kemampuan ngesex sangat tinggi. Diangkatnya kaki kiriku kebahunya dan badanku dimiringkan dengan kaki kanan tetap lurus. Liang n onokku seakan bertambah terbuka dengan posisi demikian. Dengan setengah berlutut, dimasukannya k ontolnya dalam-dalam keliang n onokku, dan dikocok keluar masuk dengan cepat. Uuhh..uuhh..uuhh.. ” aku mendesis berulang-ulang menahan serangan k ontolnya. Tangan kananku dengan gesit menggosok-gosok i tilku sambil k ontolnya tetap keluar masuk liang n onokku, membuat aku menjadi cheat dan keblingsatan. Kedua bongkahan toket kuremas-remas sendiri dan kepala sebentar-sebentar kuangkat dengan mulut kadang ternganga lebar kadang mendesis tertahan. Puas mengocok dengan posisi demikian, dia mengganti lagi posisi kami. Aku disuruhnya menelungkup dengan pantat sedikit nungging keatas dan paha sedikit mengangkang membuat bibir n onokku kelihatan merekah dan menantang. Dengan posisi jongkok digosok-gosokkannya kepala k ontolnya mulai dari pantat sampai kebibir n onokku, tanganku bergerak cepat kebelakang memegang k ontolnya dan menuntun ketengah n onokku, “ Ayo mas.” Sambil memegang pantatku, dia mendorong masuk k ontolnya masuk keliang n onokku. Dengan pelan kepala k ontolnya menerobos masuk. Begitu hampir setengah masuk, disentakkannya agak kuat dan…” blessss’..hampir seluruh k ontolnya tenggelam. “Haahh..!” aku menjerit tertahan dengan kepalaku terangkat. Dia mendiamkan sekian detik untuk merasakan denyutan n onokku mencengkeram k ontolnya, baru kemudian dikocoknya maju mundur dengan pelan. Sembari mengocok, tangannya merayap dari belakang menggapai toketku dan mulai meremasnya. “Ooouuuhhh…oouuuhhh” aku mendesah berkali-kali ketika k ontolnya mulai membabibuta keluar masuk liang n onokku. Punggungku kadang melengkung kebawah kadang keatas dengan pantat bergoyang kiri kanan membuat dia keblingsatan dan makin kencang menggempur n onokku. Cairan n onokku makin banyak mengalir sampai-sampai turun membasahi biji pelernya. Aku merasakan kegelian dan kenikmatan yang amat sangat seakan menjalar keseluruh syaraf ditubuhku. “Ssshhh. .sssshhhh..!” aku mulai bergumam tak keruan mengiringi genjotannya yang tambah menggila. k ontolnya terasa makin keras dan membesar, pertanda dia sudah mulai mencapai puncak kenikmatan. Aku pun demikian kondisinya, badanku bergetar hebat dan tanganku menggapai karuan kiri kanan mencengkeram bantal karpet. “Huuuhhh…hhuuuhhhh..mas..!” aku bagai kesurupan. Dia mencabut k ontolnya dengan tiba-tiba, bergerak duduk diatas karpet sambil bersandar dikaki daybed dengan kaki menjulur lurus kedepan setengah terbuka. Aku disuruh duduk diatas pangkuannya dan .. blesss..n onokku menelan semua k ontolnya dan tanpa diminta aku langsung menggenjot cepat. Kami berpelukan rapat, mulut saling berpagutan penuh nafsu, saling mengulum sementara pantatku bergerak histeris memburu puncak kenikmatan yang kian dekat. Aauuh maas …..aaaahhhhhhh…!” aku sudah hampir dipuncak surga dunia dan sesaat kemudian dia mendorong badanku terlentang. Sekali lagi, dengan sigap dia merubah posisi, tengkurap diatas tubuhku dan menggenjotkan k ontolnya sekuat-kuatnya ke n onokku. Bibir kami kembali saling mengulum sambil berpelukan. Kaki dan tanganku merangkul ketat badannya menahan hentakan- hentakan pantatnya yang mendorong k ontolnya keluar masuk n onokku. Detik demi detik kami rangkuh kenikmatan itu bersama- sama….sampai akhirnya, “Aaaahhhhhhhh….!” aku mengerang panjang mencapai puncak dengan kuku jari tanganku menancap kuat kepunggungnya. “Aaauuuhhhh….Nes !” dia mendesah panjang, ditekannya kuat-kuat berulangkali pantatnya dengan cepat dan pada hunjaman terakhir….blesss….pangkal k ontolnya dan bibir n onokku seakan jadi satu..dan sesaat kemudian..creetttt..crreeetttt… pejunya berhamburan keras memenuhi liang n onokku. “Ooohh..ooohhhh..!” aku menerima terjangannya yang terakhir berbarengan semburan pejunya yang terasa hangat di n onokku. Sungguh nikmat rasanya. Berkali-kali kami melakukan itu sebelum kepulangan istrinya. Bahkan kami pernah melakukannya dalam mobilnya dipinggir jalan yang sepi dimalam hari. Buat variasi, katanya.

cerita enny arrow

Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal- gumpal di sela-sela langit biru. Benny merebahkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala. Absolutist dia memandang langit. Tetapi langit bagai tak tampak. Yang terlihat olehnya, bayangan kabut. Bergumpal-gumpal. Di antara kabut itu, bagaikan menyembul seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan tik. Dan Benny menarik napas panjang lagi. Seraut wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis dari pada gula atau segala yang batten manis di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O, kesalnya dia. Tak ingin sebenarnya dia menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah seseorang yang dicintainya. Benny membuka matanya lagi. Secara jujur, Benny, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun itu, harus mengakui, bahwa dia sangat mencintai Lisa. Belum pernah sebelumnya, Benny mencintai seseorang, seperti besarnya kecintaannya kepada Lisa, Tetapi sekarang! Cinta yang besar itu telah berobah menjadi kebencian. Kebencian amat sangat. Benny merentak. Setengah menyentak, dia bangun dari sikap berharingnya. Berpaling ke kiri dan meludah. Dan . . . tiba-tiba mata Benny bentrok dengan mata seseorang. Seorang perempuan. Benny terperangah. Sejak kapan perempuan itu duduk di situ. Benny tidak melihatnya pada beberapa menit yang lalu. Perempuan itu, berwajah tirus dengan sepasang mata bola yang indah, dengan rambut dibiarkan tergerai pada bahunya, masih saja memandang Benny. Umurnya sekitar tiga puluh tahun. Sendirian ! Benny menelan ludah! Uf! Mata yang indah. Duduk dengan sikap agak sembarangan, sehingga ujung roknya tersingkap. Dan menyembullah pahanya yang memutih penuh ! Benny segera menarik pandangnya dan melemparkannya ke arah lain. Uf! Persetan dengan perempuan. Walau bagaimanapun cantiknya. Tentu dia tidak berapa jauh dengan Lisa! Benny memandang langit. Tetapi . . . mata perempuan itu sangat indah . . . Lebih indah dari pada mata Lisa. Secara naluriah. Benny berpaling lagi ke kiri. Dan lagi-lagi matanya bentrok. Uf! Perempuan itu membalas senyum Benny. lni benar-benar di luar dugaan. Dan Benny berpikir, perempuan itu cuma sendirian. Hmm! Benny mengangguk. Dan hati Benny jadi mengembang, bila perempuan itupun itu pun membalas mengangguk. “Aku tidak boleh ge-er!” ujar Benny dalam hati. “Aku tidak boleh mengharapkan terlalu banyak. Cukuplah bila bisa ngobrol-ngobrol. Dia sendiri. Dan akupun sendiri. Lumayan menjadi teman ngobrol!” Berpkir demikian, Benny menunjuk dirinya, kemudian menunjuk perempuan itu. Maksudnya, Benny menanyakan. bagaimana kalau Benny menemani perempuan itu duduk. menikmati alam indah Taman Ria. Perempuan itu tertawa kecil sambil mengangguk. Dan Benny tentu saja tidak ingin membuang-buang waktu. Segera dia berdiri dan menghampiri perempuan itu. “Tidak mengganggu?!” tanya Benny sambil duduk di sisi perempuan itu. “Senang sekali dikawani!” jawab perempuan itu. “Sendirian?” tanya Benny. “Seperti yang kamu lihat!” kata perempuan itu sambil mengerling. Kemudian melanjutkan: “Sebenarnya saya menunggu seseorang.” “Pacar?!” “Belum bisa dikatakan begitu. Hanya kawan biasa. Dan kamu?!” tanya perempuan itu, yang tahu betul bahwa Benny jauh di bawah umurnya. “Saya memang datang sendirian,” ujar Benny. “Nggak sama pacar?!” tanya perempuan itu sambil terscnyum. “Saya . . . eh, belum punya pacar.” “Bohong!” kata perempuan itu spontan. “Kenapa Mbak menuduh saya bohong?!” Benny mengernyitkan keningnya. “Umur kamu berapa?!” “Dust puluh empat!” “Dua puluh empat tahun, belum punya pacar. Siapa yang mau percaya!” “Tetapi saya betul-betul belum punya pacar!” jawab Benny. Padahal dalam hati, Benny sangat menyesali ucapan mulutnya. “Aku bohong, Mbak. Aku sebenarnya punya pacar. Tetapi aku sebel sama dia!” “Nama kamu siapa?!” “Benny. Dan nama Mbak?!” “Aningsih.” “Ya. Kenapa?!” “Nggak apa-apa! Nama yang manis!” Perempuan itu tertawa kecil sambil memukul bahu Benny. “Uf kamu ini! Baru ketemu, sudah merayu!” “Saya nggak merayu, Mbak. Nama Mbak memang manis, seperti orangnya. Cantik. Llncah. Dan ketawa Mbak itu, lho!” “Memangnya kenapa dengan ketawaku?!” “Manisnya nggak ketulungan!” Perempuan itu ketawa lagi. ketawa lagi ! “Makin manis saja,” kata Benny. Perempuan itu, yang menyebutkan namanya Aningsih, memukul bahu Benny. Ganti Benny yang ketawa-ketawa senang. “Kamu seharusnya sudah punya pacar.” “Nggak ada perempuan yang mau sama saya.” “Bohong! Kamu ganteng! Pasti banyak perempuan yang mau sama kamu!” “Sungguh kok, Mbak,” kali ini Benny bicara lebih serius. Dicabutnya sebatang rumput yang tumbuh di hadapannya. Digigitinya ujungnya sampai hancur. Kemudian dilemparkannya. Lalu berkata dengan suara lebih perlahan: “Tak ada perempuan yang mau sama saya!” “Mengapa kamu beranggapan demikian?!” “Kenyataannya memang begitu.” “Jangan-jangan kamu sendiri yang jual mahal. Sebenarnya banyak perempuan yang mau sama kamu. Tetapi kamu sombong. Tidak memandang sebelah mata pada mereka!” “Tidak begitu, kok!” jawab Benny. “Saya biasa-biasa saja!” “Kalau kamu biasa-biasa saja pasti sudah punya pacar!” Benny mencabut lagi sebatang rumput, menggigitnya, kemudian membuangnya lagi jauh-jauh. “Saya memang pernah punya pacar. Kan saya sangat mencintainya. Tetapi . . . ” terputus ucapan Benny. “Tetapi mengapa . . . ?!” bertanya Mbak Ning antusias. Rupanya dia ingin tahu. Benny mencabut lagi sebatang rumput. Seperti tadi, digigitnya, kemudian dilemparkannya jauh- jauh. “Putus, Mbak.” “Mengapa putus?!” Benny diam. Memandang ke arah danau. Mbak Ning juga memandang ke arah danau, lalu kembali pada Benny. “Mengapa putus?!” Mbak Ning mengulangi pertanyaannya. “Barangkal sudah begitu nasib saya!” “Pasti kamu yang memutuskan. Kamu sudah bosan sama dia. Kamu kepingin ganti pacar lain. Maka kamu mencari gara-gara!” “Saya tidak serendah itu.” “Lalu mengapa bisa putus?!” “Dia yang memutuskan.” “Dia pacaran dengan lelaki lain?!” “Ya!” Aningsih menghela napas. “Kalau begitu, kamu patah hati sekarang. Tidak apa. Kisah cinta tidak selalu berjalan mulus Kamu laki-laki. Tidak boleh cengeng. Masih banyak yang bisa kamu harapkan dalam hidup ini. Perempuan tidak cuma satu di dunia ini!” “Barangkali memang begitu. Tetapi saya sulit sekali melupakannya.” “Kamu sangat mencintainya?!” “Ya!” “Kamu harus berusaha melupakannya. Itupun kalau kamu benar. Jangan-jangan kamu cuma bohong!” “Sungguh kok, Mbak Ning. Saya tidak bohong. Kalau Mbak tidak percaya, Mbak boleh melihat fotonya,” sambil berkata demikian Benny mengambil dompetnya dan mengeluarkan sehelai foto berukuran separoh kartu pos. Diserahkannya pada Mbak Ning. Perempuan itu mengamat-amati foto itu. Foto seorang gadis separuh badan. Cantik. Berusia sekitar dua puluh satu tahun. Mbak Ning menyerahkan kembali foto itu. “Cantik memang. Pantas kamu sangat mencintainya. Tetapi Mbak lihat, gadis ini blazon setia. Rasanya hampir tidak mungkin kalau dia mengkhianati cinta kalian!” Benny menyimpan kembali sehelai foto itu ke dalam dompetnya, kemudian dimasukkan ke saku belakang celananya. “Mengapa Mbak tidak percaya, padahal saya sudah menceritakan yang sebenarnya.” “Kalau memang begitu, yah . . . apa boleh buat. Kamu harus tabah,” suara Aningsih seperti yang sedang memberi petuah. “Ya, memang. Saya harus tabah,” ujar Benny. Angin melembut, menggerai-geraikan rambut mereka. Perahu-perahu masih saja hilir mudik di danau buatan. Pucuk-pucuk pinus bergoyang di ke jauhan. Di bawah mereka, di aspal jalan yang melingkari bukit kecil panjang itu. Ada sepasang manusia yang berjalan mesra sekali. Lengan si lelaki melingkari pinggang si wanita. Sedangkan kepala si wanita menyandar ke bahu si lelaki. Mesranya! Selangit! “Kadang saya sering iri jika melihat kemesraan orang lain,” ujar Benny yang melihat sepasang insan yang saling mencinta itu. “Kalau begitu, mengapa kamu datang ke mari sendirian?! Di sini banyak sekali pemandangan yang menyiksamu!” “Tempat ini banyak memberikan kesan pada saya, Mbak. Saya dan Lisa datang ke mari. Kami bermesraan. Saya senang mengembalikan kesan-kesan itu!” Mbak Ning tertawa. “Kau salah!” katanya. “ Yang begitu, malah akan semakin menyiksamu! ” “Yah, saya memang salah. Memang salah!” ujar Benny seperti mengeluh. Lalu Benny mencabut lagi sebatang rumput. Digigitinya. Lalu dilemparkannya kembali. “Dan Mbak sendiri?! Mengapa Mbak ada di sini?!” “Sudah kukatakan, bukan?! Aku menunggu seseorang.” kali ini wajah Mbak Ning menampakkan kegelisahan. Benny menatap lebih tajam. “Kelihatannya Mbak bohong!” “Kamu tidak percaya?!” “Ya! Saya tidak pereaya!” “Apa yang menyebabkan kamu tidak percaya?! ” “Mata Mbak! Mulut Mbak, bisa bohong. Tetapi mata Mbak tidak. Mata Mbak lebih jujur!” Aningsih menggigit-gigit bibirnya sendiri. “ Saya tidak bohong.” “Lalu, yang menunggu mbak itu, tidak datang?! ” “Sudah hampir satu jam aku menunggu. Rasanya dia memang tidak datang.” “Barangkali dia ada halangan.” “Ya! Barangkali!” Aningsih melihat ke jam tangannya. Sudah jam lima lewat. Matahari sudah redup di langit. Angin bertambah sejuk semilir. Absolutist mereka ngobrol. Melompat dari satu masalah ke masalah lain. Kebanyakan tidak penting. Suasana petang semakin hilang. Berganti dengan gelap. Bulan di langit tersenyum. Bulan sabit. Di pebukitan tidak hanya mereka berdua. Tetapi banyak lagi yang lain. Mereka adalah pasangan-pasangan yang saling memadu kasih. Dan sekarang, Aningsih dan Benny tidak lagi berjauhan. Aningsih meletakkan kepalanya ke bahu Benny. “Kalau saja pacar Mbak melihat kita, tentu akan cemburu!” ujar Benny. Akingsih tersenyum. “Aku belum punya pacar. ” katanya. “Lalu?! Lelaki yang janjian sama Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!” Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, “Lelaki itu belum absolutist kukenal. Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!” ujar Aningsih. Benny merasakan geli yang nyaman ketika Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke lehernya. Geli yang merambati pembuluh- pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya sama sekali tidak merasakan dingin. Hati mereka hangat. Lengan-lengan mereka saling merangkul. erat. Keduanya merasakan diri melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka. “Boleh aku ke rumah Mbak Ning kapan-kapan?!” tanya Benny. “Mengapa tidak?! Aku senang sekali kalau kau mau datang.” kata Ning. “Pasti! Pasti aku akan datang!” kata Benny. Lalu mereka berkecupan. Hangatnya bibir Benny. Hangatnya bibir Ning. Lalu tangan- tangan mereka saling bergenggaman. Lalu saling meremas. Lalu berkecupan lagi. Mesranya. Dan bayang-bayang pohon semakin menghitam. Angin semakin dingin berkesiur. Mereka tak ubahnya seperti sepasang kekasih yang sudah absolutist saling memadu kasih. Sampai akhirnya, Aningsih seperti tersadar menatap jam tangannya. “Ah, sudah jam delapan!” katanya. Lalu dilepaskannya rangkulannya. “Kita pulang, Ben!” Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Benny dan Aningsih melangkah kecil, menuruni pebukitan itu. Lengan Benny melingkari pinggang Aningsih yang ramping. Suatu ketika, hampir Aningsih tergelincir. Lengannya bergelayutan di leher Benny. Benny cepat meraih pinggang Aningsih erat-erat. Mereka berpelukan sambil berdiri. “Kuantarkan Mbak pulang.” ujar Benny “Tidak. Biar aku pulang sendiri.” “Kata Mbak, aku boleh ke rumah Mbak Ning.” “Boleh. Tetapi tidak sekarang.” “Kalau begitu, Malam Minggu nanti?!” “Jangan Malam Minggu.” “Pacar Mbak datang. ya?!” “Bukan. Malam Minggu nanti aku ada acara keluarga.” “Acara apa ?! Ulang tahun?!” “Bukan! Arisan keluarga! Ah, kau banyak tanya.” “Kalau begitu, Malam Rabu depan. Seminggu lagi?!” Aningsih mcngernyitkan keningnya. “ Baiklah! Aku tunggu kau!” lalu Aningsih menyetop taksi. Sejurus kemudian, taksi pun melesat meninggalkan Benny yang masih saja mematung memandangi taksi itu. Lalu Benny menstarter motornya. Sungguh, dia tak menyangka, malam ini akan bertemu dan berkenalan dengan Mbak Ning. Dan dia tak menyangka, bahwa perkenalan itu cepat menjadi rapat. Keduanya tersenyum- senyum kecil. Terbayang kembali, bagaimana mesranya bihir Mbak Ning menindih bibirnya. Betapa hangatnya. Betapa lembutnya. Hampir saja Benny menubruk bus tingkat yang tiba- tiba saja berhenti. Untunglah naluri Benny cukup tajam untuk menghindari tubrukan itu. BENNY TIDAK dapat melupakan Aningsih. Di tempat pekerjaannya, Benny tetap ingat. Ini menjadikan Benny banyak melamun. Nelly mengageti Benny. Benny tersentak. Hampir saja berhenti jantungnya. Nelly terkikik-kikik. “Tampangmu lucu sekali kalau lagi kaget,” kata Nelly sambil menutupi mulutnya. “Kalau jantungku putus, apa kamu bisa ganti?! ” tanya Benny kheki. “Bisa! Aku ganti saja sama hati monyet!” “Enak saja! Apa kau kira aku ini satu keluarga dengan monyet?! kata Benny lagi. “Aku tahu. Pasti Benny lagi kasmaran,” ujar Oding. Apa yang dikatakan Oding memang hampir benar. Benny melamun. Dan Aningsih yang dilamunkan. Terbayang wajahnya. Terbayang gerak-geriknya. Terbayang tertawanya. Semua, semua. Dan Benny membandingkan Aningsih dengan perempuan-perempuan yang pernah dikenalnya. Dengan Hera, Yani, Dari dari banyak lagi wanita-wanita lain. Namun Aningsih mempunyai daya tarik sendiri. Rasanya absolutist sekali sampai menunggu hari Rabu tiba. Menit demi menit yang berlalu, rasanya sangat lambat. lngin dipaksakannya matahari bergeser cepat ke sebelah barat, agar hari cepat berganti! HARI RABU. “Mbak Ning tinggal sendirian di sini?!” tanya Benny pada Aningsih. Mereka duduk di ruang tengah rumah Aningsih. Pada jam sepuluh pagi, Akingsih belum mandi. Tetapi di mata Benny, bahkan Aningsih tampak lebih cantik dan menawan. “Tidak! Bersama teman, Mbak. Hilda! Dan seorang pembantu!” jawab Aningsih sambil meletakkan segelas kopi susu di hadapan Benny. Benny mengitarkan pandangannya ke sekeliling ruang tengah. Hm, rapi. Pertanda rumah ini ditangani oleh orangorang yang apik. “Mbak Ning kerja?!” tanya Benny lagi. “Tidak! Aku cuma dagang permata. Yah, hasilnya lumayan juga,” kata Aningsih sambil berdiri dari duduknya. “Kau tunggu sebentar. Mbak mandi dulu. Kalau mau baca-baca majalah, tuh du bupet. Banyak!” kemudian Aningsih masuk ke kamarnya, mengambil handuk. Kemudian keluar lagi dan melenggang ke kamar mandi. Mata Benny tak lepas dari pinggul Aningsih yang bergoyang-goyang. Aningsih melepaskan satu-satu yang melekat di tubuhnya. Hmm, air terasa sejuk ketika mengguyur tubuhnya yang mulus. Lalu tangannya yang lentik mulai menyabuni. Mulai dari leher, turun ke bahu, turun lagi ke sepasang pebukitan indah di dadanya. Seluruh apa yang ada pada dirinya, merupakan panorama sangat indah yang akan mendatangkan kesan mendalam bagi yang memandangnya. Sambil menyabuni itu, Aningsih berpikir: “Benny benar-benar datang! ” Aningsih benar-benar tidak menduga, bahwa Benny akan menepati janji. Pemuda itu sangat menarik. Tubuhnya tegap dan atletis. Tubuh yang dirindukan oleh perempuan. “Bennnn !!!” Benny yang sedang duduk membaca majalah di ruangan tengah, mendengar suara Aningsih yang memanggilnya mesra. Benny menutupkan majalah dan buru-buru ke kamar mandi. Pintu kamar mandi setengah terbuka. Aningsih berdiri dengan handuk sebatas dadanya! Benny terkesiap. Hmm, dengan handuk itu, tubuh Aningsih tercetak indah. Terutama kulit bahu dan pahanya yang sangat mulus. Kencang dan sekal. Membuat mata Benny tidak berkedip. Aningsih tersenyum sambil menjentik pipi Benny. “Mengapa kau pandangi aku seperti itu, sih?! Apa ada yang aneh pada diriku?!” “Ah, tidak. Aku . . . eh, Mbak cantik sekali!” kata Benny gelagapan dan serba salah. “Wowww! Rayuan gombal!” ujar Ningsih sambil mengerling manis. “Bennn!! Tolong aku, ya . . . ?!” “Tolong apa, Mbak?!” “Tolong ambilkan aku sendal di kamar. Sendal yang warna merah. Brengsek, deh. Aku lupa pakai sendal ke kamar mandi.” kara Aningsih dengan suara manja. Suara yang membuat hati Benny panas dingin. Benny segera ke kamar Mbak, Ning, mengambil sendal merah. La.lu kembali ke kamar mandi. “ Terima kasih, Ben!” ujar Aningsih sambil mengenakan sendal yang diambilkan Benny. Tetapi baru saja mengenakan sebelah, tiba- tiba kaitan handuk Aningsih terlepas. Dan cepat sekali handuk itu meluncur ke bawah. Aningsih terkejut. “Oh . . . !” serunya. Tetapi Aningsih sudah tidak mengenakan apa-apa lagi. Yang terlebih gawat adalah Benny. Jantungnya dirasakan bagai akan meledak . . . Matanya membelalak. Dan Benny tidak nampu menguasai diri lagi. Ditubruknya Aningsih. “ Bennnn! Kau ini, Apa-apaan . . . ?!” Aningsih meronta-ronta. Namun rontaan-rontaan itu terlalu lemah. Tidak mungkin mampu melepaskan diri dari pelukan Benny yang ketat. “Bennn! Jangan, ah! Oukh, kamu ini . . . !! ” Aningsih masih mencoba meronta. Tetapi . . . ah, tidak. Lebih tepat dikatakan menggeliat. Kepala Aningsih menggeleyong ke kiri dan ke kanan. Menghindari bibir Benny yang mencari- cari bibirnya. Benny tak sabar. Didorongnya tubuh Aningsih. Ditekankannya ke dinding kamar mandi, sehingga Aningsih tidak leluasa lagi bergerak. Dan sekejap kemudian, mulut Benny berhasil menangkap bibir Aningsih. “ Hmmmm! Mmmmmm !!” Aningsih tidak lagi meronta. Matanya segera meredup. Menerima pelukan dan kuluman bibir Benny yang hangat. Bahkan sekarang, Aningsih ikut membalas. Dijulurkannya lidahnya. Saling mendorong dengan bibir Benny. Matanya semakln redup. Lincah sekali lidah Aningsih mengait-ngait lidah Benny. Mendapat sambutan yang hangat, darah muda Benny semakin membuncah. Panas! Menuntut pelepasan. Apalagi ditambah dengan sepasang payudara ranum milik Aningsth yang menekan dada Benny yang bidang! “Bennnnn! ! Hmmphh . . . akh!” “Mbak !! Ssssh !!” “Sesak napasku, Bennnnn!!” “Biarlah sesak!” “Putus jantungku!” “Biarlah putus!” “Kalau aku mati . . . ?!!” “Aku akan ikut mati!” Aningsih tertawa sambil mencubit pipi Benny. “Ih, kok kayak Romeo dan Yuliet saja. Kalau aku mati, apa kau benarbenar mau ikut mati?!” “Mau! Demi Mbak!.’ujar Benny sambil menciumi leher Aningsih dengan lembut sekali. Aningsih menggeliat-geliat. Lehernya menggeleyong- geleyong ke sana-ke mari. Sikap seorang perempuan yang penuh rangsangan. “Benn . . . !!” Aningsih menyebut nama lelaki itu ditengah-tengah rintihannya. “Ada apa Mbak?!” “Mengapa kau bersikap begini padaku?!” dan Aningsih lebih terengah-engah lagi, bilamana hidung Benny menyapunyapu pankkal buah dadanya yang montok. “Saya . . . saya . . . cinta pada Mbak . . . !!” ujar Benny di tengah dengus-dengus napasnya. Aningsih tertawa kecil. Telapak tangannya sebentar mengeluas dan sebentar menekan belakang kepala Benny. “Kamu nggak bohong?! ” tanya Aningsih sambil membusungkan dadanya yang montok dan putih itu, agar Benny lebih le-luasa melakukan aktifitasnya. “Saya nggak bohong, Mbak!” “Kamu bohong . . . !” Aningsih memijit hidung Benny dengan gemas. “Aww . . . !” Benny menjerit. Pijitan itu mendatangkan sakit. Tetapi juga nikmat. “Kamu bohong, Ben! Lelaki memang begitu. Suka bohong. Rayuannya gombal. Selangit. Tetapi buktinya, nol! Nol kosong! Dan perempuan-perempuan banyak yang tertipu. Mereka akhirnya cuma bisa menangis dan menangis!” ujar Aningsih sambil sambil menekankan dadanya yang sekal, lengkap dengan putihnya yang kemerahan menantang itu kedada Benny yang bidang. Dan Benny merasakan sesuatu mengutik-utik di antara kedua pangkal pahanya, di balik celana panjangnya. “Tetapi aku tidak begitu, Mbak. Kau tidak boleh menyamaratakan semua lelaki!” Benny panas dingin menahankan sesuatu yang bergelora, membuat kelenjar darahnya berdenyut-denyut. “Tetapi, Ben! Apa betul kamu sungguh- sungguh mencintaiku?!” Aningsih melepaskan satu demi satu-satu kancing hemd Benny. Dan kemudian melepaskan hemd lelaki itu. Hemd itu meluncur begitu saja, jatuh ke lantai kamar mandi yang basah. Seperti yang dibayangkan Akingsih, tubuh Benny sangat mengagumkan. Tubuh atletis. Bahunya tegap. Kedua lengannya kekar, berurat. Dan dadanya berbulu lebat. Sirrr . . . ! Berdesri darah Aningsih bilamana bulu-bulu dada yang keriting lebat itu bergesek ke dadanya. “Bennn!” bisik Aningsih. “Ada apa, sayang?!” tanya Benny. “Bawa aku kamar. Di sini . . . di sini . . . dinginnnnn . . . !!!” Benny tak perlu menunggu diperintah sampai dua kali. Segera didukungnya Aningsih ke luar dari kamar mandi. Mbok Inem, pembantu Aningsih sedang ke pasar. Benny meletakkan tubuh mulus yang sudah tidak ditutupi sehelai benangpun ke tempat tidur. Kemudian lelaki muda itu melepaskan celana panjangnya. Sambil berbaring. Aningsih menatap tubuh Benny yang aduhai itu. Benny hanya mengenakan celana dalam kecil saja. Berwarna putih. selangkangan Benny tampak menonjol. Dan Aningsih menelan ludah. Di balik celana dalam itu, meremang hutan lebat menghitam. Bergompyok. Terus menyambung sampai ke pusar Benny. Dan Aningsih sekali lagi menelan ludah. “Bennnn . . . !!” ujar Aningsih. “Ada apa, sayang?!” “Bukalah celana dalammu. Bukalah!” Benny tersenyum, melepaskan celana dalamnya. Dan . . . wow!! Mata Aningsih membelalak. Bagaimana tidak?! Sesuatu yang biasanya selalu tersembunyi itu, kini terpampang bebas. Bazoka Benny! Senjata yang menggayut setengah tegang itu, panjang dan besar. Hebat sekali! Seakan-akan menantang bagi yang memandang. Benda luar biasa itu mengangguk-angguk. Menghitam! Mulai dari bagian pangkalnya, lebat ditumbuhi rambut kriting: Bukan main! Seumur hidupnya, Aningsih belum pernah menyaksikan benda sehebat dan seindah itu. D U A BUKAN BARU sekali ini Aningsih menghadapi lelaki. Tetapi secara jujur, Aningsih harus mengakui, bahwa lelaki seperti Benny sangat jarang ditemuinya. Lelaki bertemperamen panas. Jantan! Romantis. Lelaki-lelaki yang dihadapinya, kebanyakan loyo. Tidak dapat memberikan kepuasan padanya! Aningsih membiarkan saja Benny meraba-raba sepasang buah dadanya yang montok ranum. Lengkap dengan putingnya yang kemerahan tegak menantang ke atas. Puting itu bergetar-getar, seirama dengan gerakan- gerakan bukit indah itu. Dan Benny meremasnya dengan lembut. Lembut sekali. Penuh perasaan. Aningsih merengek manja. Menggeliat sambil merintih. Matanya meredup. Oukh, telapak tangan Benny hangat dan seakan-akan mengandung magnit. Membuat Aningsih jadi terangsang. Tangan lelaki itu masih juga meremas. Berpindah-pindah. Puas sebelah kanan. Beganti dengan sebelah kiri. Bervariasi dengan tekanan-tekanan yang romantis. Mendatangkan rasa geli-geli dan nikmat. “ Oukh, Bennnn! Hmmnrhhh . . . sssh, akh!” ujar Aningsih sambil membusungkan dada yang sedang diremas Benny, agar Aningsih lebih dapat meresapkan rasa geli-geli nikmat itu. Benny memang pintar menaikkan rangsang perempuan sedikit demi sedikit. Bukan hanya tangannya saja yang pintar bermain. Tetapi juga hidung dan mulutnya. Hidungnya menciumi permukaan payudara yang padat dan montok itu. Tidak terlalu besar dan juga tidak kecil. Bentuknya sangat indah. Membuat gemas. Cara Benny menciumi sepasang payudara itupun bervariasi. Sebentar keras dan sebentar lembut. Dan darah yang mengalir di tubuh Aningsih semakin deras saja! “Ben !! Kamu sering capital perempuan!” tanya Aningsih ditengah-tengah napasnya yang terengah. “Tidak sering, Mbak. Baru beberapa kali saja.” ujar Benny sambil membuka mulutnya dan memasukkan puting buah dada yang merah kecoklatan itu. “Auww . . . !!” Aningsih menjerit lirih. Dan perempuan itu menggelinjang-gelinjang, bilamana puting buah dadanya dikulum oleh Benny. Dan untuk kesekian kali, Aningsih harus mengakui, bahwa kuluman bibir Benny sangat berbeda dengan kuluman bibir lelaki- lelaki lainnya. “Hsssh, akh! Terus, Bennnn! Terussss, sayangghhh . . . !! Hmmmhhh . . . !!” dua telapak tangan Aningsih mengerumasi rambut Benny sambil menekankan. Benny semakin terangsang. Sungguh nikmat puting buah dada itu. Dikulum oleh Benny. Dilepaskan. Dikulum. Dilepaskan lagi. Berganti- ganti kanan dan kiri. Dikulum lagi, dilepaskan lagi. Berulang-ulang dengan tak bosan- bosannya. Dan puting itu semakin tegang lagi. Benny melakukannya bervariasi. Sebentar lembut dan sebentar keras. Dan rasa geli bercampur kenikmatan semakin terasa. “Oukh, Benny! Teruskan, sayanghhh . . . !! Sssh ennnak, Bennnn!!!” mulut Aningsih mendecap- decap seperti orang kepedasan. Tersendat- sendat. Dan buah dada Aningsih semakin keras, pertanda perempuan itu kian terangsang. Lebih-lebih bilamana Benny menggeser-geserkan di antara gigigiginya. Nikmat! Dan napas Aningsih turun naik. “ Bennyy!! Keras, dikit! Ya, ya. gitu. Aukh, Bennnn! Kok enakkkh, sihhhh !” dan Aningsih merintih-rintih. Benny semakin bersemangat. Digigit-gigitnya pentil susu yang kenyal itu. Dihisapnya. Lalu dijilatinya dengan bernafsu. Sebentar ditinggalkannya, puting itu. Lalu Benny mengecupi buah dada ranum itu bertubi-tubi. Lalu kembali ke pentil susu .yang siap menanti. Dibisapnya lagi. Digigitinya. Dikulum- kulumnya Lalu dilepaskannya lagi. Sementara tangan Aningsih tak menentu mengerumasi rambut Benny yang tebal, sehingga rambut lelaki itu menjadi acak-acakan. Lama Benny mencumbu sepasang susu yang indah menggiurkan itu. Demikian pula dengan ketiak perempuan itu. Benny tak mau membiarkan menganggur. Ketiak Aningsih berbulu lebat. Sesuai dengan selera Benny. Benny memang batten senang dengan perempuan-perempuan yang cantik yang ketiaknya berbulu lebat. Sesuai dengan pengalaman Benny, biasanya perempuan- perempuan itu bertemperamen panas. Benny menciumi ketiak perempuan itu, lalu menurun sampai ke pinggang sebelah kiri. Naik lagi ke ketiaknya, menurun lagi sampai ke pinggangnya. Demikian berulang-ulang. Benyy juga menggunakan ujung lidahnya untuk menjilatjilat sambil menggigiti keras dan lembut. “Uukh, Bennnn! Kami sungguh pintar membahagiakan perempuan . . . !!!” bisik Aningsih terputus-putus. Benny bukan hanya sekali ini mendengar ucapan seperti itu. Ketika mencumbu ibu kostnya, Tante Dewi, Benny juga menerima ucapan-ucapan seperti itu. Di samping itu, Tante Dewi juga mengatakan, bahwa seumur hidupnya, dia takkan mampu melupakan Benny. Permainan lidah Benny terus dengan gencar menyerang tempat-tempat di tubuh Aningsih yang sensitip. Dijilatinya perut Aningsih yang licin dan langsing. Pusarnya menjadi sasaran ciuman-ciuman Benny berulang-ulang. Sambil berbuat demikian, tangan Benny membelai- belai kedua paha Aningsih yang masih terkatup. Aningsih sudah gemetar tubuhnya. Panas dingin. Ketika Aningsih menengok ke bawah, pandangannya beradu pada sesuatu di antara kedua paha Benny. Aningsih menelan ludah. Benda itu sejak tadi menggodanya. Aningsih menurunkan tangannya. Digenggamnya batang zakar Benny yang aduhai. Benny yang sedang menciumi sedikit di bagian bawah pusar Aningsih tertahan-tahan napasnya. “Oukh. Mbak . . . !” katanya. Aningsih merasakan benda yang digenggamnya, yang baru separuh tegang, hangat dan besar. Senang sekali menggenggam seperti itu. Sementara itu. tangan Benny masih juga terus meraba-raba Aningsih berganti-ganti. “Sabar, Mbak!” bisik Benny. “Nanti Mbak boleh berbuat apa saja terhadap punyaku. Tetapi sekarang, aku sedang ingin mencumbu tubuh Mbak. Seluruh tubuh Mbak! Kurang leluasa kalau Mbak menggengam punyaku begini!” Apa boleh buat. Meskipun Aningsih masih ingin menggenggam batang zakar yang luar biasa itu, terpaksa dilepaskan. Maka kini dengan leluasa melakukan aktifitasnya. Dan . . . hhmmmh! Benny menahan napas bilamana pandangannya ditujukan ke selangkangan Aningsih. Bagian itu gompyok ditutupi rambut yang tebal keriting. Hmmh! Rambut kemaluan Aningsih bukan capital lebat dan ikal. Menghitam! Kata orang, semakin tebal rambut kemaluan perempuan akan semakin enak kalau digituin. Dan sekarang, secara jujur, Benny harus mengakui, bahwa dia belum pernah mendapatkan perempuan yang rambut kemaluannya setebal dan selebat Aningsih. Benny menelan ludah. Jika menuruti nafsunya, tentu saja seketika itu juga Benny akan membenamkan batang kemaluannya yang sudah kian tegang, ke belahan daging hangat di balik rimbunan hutan lebat itu. Tetapi Benny bukanlah blazon lelaki yang serba grasa-grusu. Dia tidak akan menggituin pereinpuan, sebelum lebih dulu memberikan kesan yang sangat mendalam. “ Oukh, Ben!” Aningsih menepuk pipi Benny lembut. “Kau kok jadi berobah seperti patung! Apa aku ini aneh bagimu!” Benny menelan ludah sambil tersenyum. “ Bukannya aneh, Mbak. Tetapi anumu, nih . . . !” ujar Benny sambil membelai rambut kemaluan Aningsih. “Rambut kemaluan ini indah dan menawan sekali. Baru rambutnya saja sudah begini menggiurkan, apalagi kemaluanmu. Tentunya enak sekali. Hmmh!” Aningsih tertawa kecil. “Kau senang sekali pada rambut kemaluanku. Ben?!” tanya Aningsih sambil menggosok-gosok bulu-bulu rambut di dada Benny. “Senang sekali, Mbak. Senang sekali,” Benny masih terus dengan mesra membelai-belai rambut kemaluan yang indah itu. “Kamu sering mengerjai perempuan yang rambut kemaluannya setebal punyaku!” “Belum, Mbak. Baru sekali ini. Bahkan aku pernah menccipi punya perempuan yang botak! ” ujar Benny. Aningsih tertawa kecil lagi sambil mengerumasi ramhut Benny. “Nah, terserah kaulah. Perbuatlah apa saja yang kau sukai pada punyaku!” Walaupun tanpa diperintah seperti itu, tentu saja Benny akan berbuat sesukanya terhadap kemaluan Aningsih yang kini sudah terpampang di hadapannya. Benny menggerai- geraikan rambut kemaluan yang tebal, panjang dan keriting itu. Lalu ditekan-tekannya. Lalu diciuminya. Kadang-kadang ditarik-tariknya. Aningsih merasakan kemesraan amat sangat. Secara naluriah, pahanya mulai membuka sedikit demi sedikit. Jari-jari tangan Benny bermain-main di pebukitan itu. Hmmh, mesranya! Selangit! “Bennn !!” Aningsih merintih. Benny menguakkan bibir-bibir kemaluan Aningsih. Hmm, tampak bagian dalamnya yang kemerahan. Sangat indah menawan. Benny menelan ludah. Beginilah kiranya kemaluan perempuan. Dengan mesranya, Benny meraba- raba vagina yang indah itu. Merah dan licin. Pada bagian atas, pada pertemuan antara dua bibir, tampak sekerat daging kecil. Nyempil sendirian. Tidak berteman. Sungguh kasihan. Benny memandangi sepuas-sepuasnya panorama indah mengesankan itu. Ningsih memijit hidung Benny agak kuat. “Oukh, Ben! Mengapa cuma melihati saja?! Memangnya punyaku barang tontonan!” Benny tersenyum. Tahulah dia, bahwa Aningsih sudah kepingin sekali dikerjai vaginanya. Padahal Benny masih ingin lebih absolutist memandangi. Vagina Aningsih rasanya lebih indah dari pada vagina-vagina perempuan lain yang pernah disaksikannya. Dengan mesra, jari-jari Benny menyentuhnya. Aningsih tergelinjang. “Wow! Hmmh, Bennnnnnn!! Ss sh, akh!” Aningsih menggeliat. Jari Benny terus juga bermain. Mengutik-utik kelentit yang nyempil aduhai. Benny menempatkan di antara kedua paha Aningsih yang sudah mengangkang. Liang vagina yang sebaris dengan sibakan bibir inilah yang dapat menjepit dan memberikan kenikmatan kepada zakar. Lagi-lagi tangan Benny menyentuh kelentit yang cuma sekerat itu. Dan lagi-lagi Aningsih bergelinjang. Nikmatnya bukan main. Orang suka bilang, kelentit itu bisa berdiri. Benarkah?! Benny senang sekali dan mengulangi perbuatannya berkali-kali. “Oukh, geli, Ben! Geliiiii! Sssh, akhh . . . !!” Aningsih merintih-rintih. Tingkah Benny saat itu, bagaikan kanak-kanak yang memperoleh permainan yang mengasyikan. Permainan yang tidak ada dijual di toko. Semakin giat Benny menyentuhi sekerat daging kecil itu. Aningsih mengerumasi rambut Benny. Tidak puas dengan hanya menyentuh dengan tangan saja, bibir-bibir kemaluan yang ditumbuhi rambut itu, dikuakkan oleh Benny semakin lebar lagi. Kedua kaki Aningsih kini telah niengangkang selebar-lebarnya, menekuk ke atas. Sekarang, bagian dalam kemaluan itu telah terpampang selebar-lebarnya. Terbebas sama sekali. Sedetik kemudian, Aningsih terpekik: “Awww . . . !” Tubuhnya tersentak ke atas. Rupanya Benny telah membenamkan hidungnya ke dalam belahan daging yang aduhai itu. “Bennn . . . !! Uf ! Ssssh ennnakhhh, Bennn!!” Aningsih merintih-rintih sambil menekankan belakang kepala Benny dengan kedua tangnnya. Maka hidung Benny mulal menggusur ke sana-ke mari. Seperti akan membongkar seluruh bagian vagina Aningsih. Kaki Aningsih menendang-nendang ke atas, merasakan kenikmatan tidak bertara. Benny terus dengan giatnya menciumi. Vagina Aningsih menyebarkan balm yang segar merangsang! “Oukh, Bennn! Enak . . . enak . . . enak, sayangghhhh! Teruskan, Ben! Ayo, lebih cepat .dikit. Hmmmh Bennnn! Terus, sayang. Terus, terus, akhhhh !!” “Aku juga, Mbak! Aku . . . aku . . . juga enak,” bisik Benny sambil juga menggunakan. lidahnya, menjilat dan menjilat. Mata Aningsih merem melek. Kepalanya terlempar ke sana-ke mari. Lehernya menggeleyong-geleyong. “Bennn! Kamu senang menciumi punyakuuuu . . . ?!! Shhh . . . !!!” tersendat-sendat suara Aningsih. “Senang sekali, Mbak! Punyaku jadi semakin tegang, nih!” kata Benny tersendat-sendat pula. Dan lidah Benny terus juga menjilat dan menjilat. Menyapu-nyapu kelentit Aningsih. Benar saja! Kelentit itu semakin tegak, menandakan Aningsih telah terbakar oleh nafsu birahi. Kedua kaki Aningsih terus menyentak-nyentak ke atas. Pantatnya diangkat dan digoyang-goyang. Oukh, sungguh, permainan yang mengasyikkan. Benny benar-benar menyukai menciumi dan menjilati vagina Aningsih yang harum itu. Sama sekali tidak jijik. Justru sebaliknya. Ketagihan. Benny semakin rakus dan semakin rakus. “Bennn!!! Hhhssshh. Hmmm . . . hmmmhhh!” suara Aningsih menggeletar. Badannya nienggeliat-geliat tak menentu. Tubuhnya menggelepar-gelepar, bilamana ujung lidah Benny mengait-ngait dan menusuk-nusuk liang vagina Aningsih yang terasa liat. Sentuhan- sentuhan lembut vagina yang berdenyut- denyut itu kian membakar nafsu birahi. Dan tiba-tiba Aningsih mengejang. “Bennn . . . !! Sssh ! Akkkhhhuuu tak kuaattsss, sayaugghh . . . !!” Aningsih merentak-rentak. “Ayoh, Mbak! Keluarkan! Aku sudah siap menerima!” ujar Benny yang terus juga dengan bersemangat menusuknusuk vagina Aningsih dengan ujung lidahnya. “Iyyaa, Bennnn! Akhhhu shhi . . . aukhh! Bennn! Ennnakkhhhh, meronta-ronta bagaikan kesetanan. Berbarengan dengan jeritannya yang menyayat, Aningsih mengangkat pantatnya tinggi-tinggi dan menekankan belakang kepala Benny sekuat-kuatnya, sehingga tanpa ampun separuh wajah Benny membenam sedalam-dalam ke bagian dalam kemaluan Aningsih. Bertepatan dengan itu pula, menyemprotlah cairan hangat dan licin. Kental. Menyiram lidah Benny yang terus menusuk-nusuk lobang vagina Aningsih. Benny yang memang sudah siap menerima, bagaikan kesetanan, menghirup habis cairan yang banyak sekali itu. Terus dijilat dan disapu bersih, masuk ke kerongkongannya. Sudah tentu Aningsih semakin berkelojotan, dikarenakan rasa nikmat yang luar biasa sekali. Sampai akhirnya tetes cairan yang terakhir. Tubuh perempuan itu melemas. Sedangkan Benny sendiri, merasakan pula nikmat luar biasa ketika mereguk cairan licin itu. Cairan kenikmatan Aningsih gurih sekali, lebih gurih dari pada segala yang batten gurih di dunia ini ! Benny tertunduk sambil menjilati sisa-sisa cipratan cairan Aningsih yang melekati pinggiran bibirnya. Aningsih melompat dan memeluk Benny kuat-kuat. “Oukh, Bennn! Terima kasih, sayangl Kau hebat! Jantan! Kau mampu membuat perempuan bahagia!” dan Aningsih menciumi bibir Benny bertubu-tubi. “Aku sampai kenyang menelan cairanmu. Banyak dan kental sekali! “ujar Benny. “Kau tidak jijik, Ben ?!” “Sama sekali tidak. Malah aku ketagihan. Kalau masih ada, aku masih mau meneguknya lagi!” Aningsih tambah gembira. Menciumi lagi bibir Benny bertubi-tubi. Kemudian didorongnya tubuh lelaki muda itu sehingga tergelimpang di atas kasur. “Kau sudah mengerjai punyaku! Sekarang, ganti aku yang mengerjai punyamu!” ujar Aningsih yang segera menyergap selangkangan Benny. “Auwww . . . !” Benny menjerit kaget. Namun Aningsih tidak menghiraukan. Batang bazoka Benny yang sudah benar-benar tegak mengacung, sejak tadi sangat menggoda. Aningsih sudah ingin sekali menciumi dan mengemoti. Dan sekarang, keinginan itupun kesampaian. Dengan mesranya Aningsih membelai-belai batang kemaluan itu yang bukan capital luar biasa besar dan panjangnya. Demikian pula dengan kepalanya yang berkilat dan membengkak. “Oukh, punyamu hebat sekali, Ben! besar dan panjang. Hmmhh . . . !!!” Aningsih terus juga membelai sambil sesekali menggenggam. Mulai dari pangkalnya yang dipenuhi rambut lebat sampai ke ujungnya yang berkilat dan membengkak, berbentuk topi baja. “Kamu suka pada punyaku, Mbak?!” tanya Benny sambil membiarkan Aningsih mengeser- geserkan zakarnya yang hebat itu ke pipi dan matanya. “Suka sekali, Ben! Tetapi ugh! Punyamu besar banget. Bengkak! Aku jadi negeri!” “Ngeri kenapa?!” “Ngeri kalau-kalau vaginaku sobek dan rusak!” Beny teatawa kecil. “Kau ini ada-ada saja. Kan semakin besar semakin enak!” “Iya! Tetapi punyamu ini besarnya nggak ketulungan!” ujar Aningsih. Benny tertawa lagi. Batang zakarnya berkejat-kejat digenggaman Aningsih. “Aku belum pernah merasakan batang zakar yang besar dan panjangnya kayak punyamu ini,” ujar Aningsih lagi. Benny merasakan geli dan nikmat bukan capital ketika Aningsih menciumi zakarnya yang semakin membengkak. Rasa geli yang nikmat dirasakan Benny. Tubuh lelaki itu kejang. Matanya membeliak-beliak. “Hmmh, Mbak! Sssh . . . !” mulutnya mulai merintih- rintih. Sambil menciumi, Aningsih memijit-mijit batang bazoka yang keras bagaikan tonggak itu. Menjadikan Aningsih gemes. Ujung lidah menciumi benda aduhai itu. Benda yang dapat memberikan kenikniatan luar biasa kepada wanita. “Ben! Perempuan-perempuan yang sudah kau kerjai, pasti pada ketagihan!” ujar Aningsih. Benny tidak menjawab. Dia mendacap-decap bagaikan orang kepedasan. Tengah meresapkan kenikmatan yang luaz biasa. Lezat! Alat basic dalam genggaman Aningsih itu semakin membengkak dan semakin memanjang lagi. Aningsih yang gemas bukan main, semakin tak tahan. Segera dia menempatkan dirinya sebaik-baiknya diantara kedua kaki Benny yang tertekuk. Kedua paha Benny terlentang selebar-lebarnya, sehingga tangan kanan Aningsih menggenggam alat basic yang kencang itu, tangan kirinya memhelal-belai rambut kemaluan Benny yang tebal dan ikal, tumhuh sanipai ke pusar. Merinding bulu-bulu roma Aningsih bilamana dia menciumi seluruh batang dan kepala kemaluan yang luar biasa itu. Bukan main. jari jari Aningsih hampir tidak muat menggenggam alat basic yang luar biasa itu. Memang inilah yang sangat disukai Aningsih. Dulu, dia pernah mendapatkan lelaki yang juga memiliki bazoka besar. Dan sejak itu, Ningsih sangat merindukannya. Dan baru sekarang, dia memperolehnya kembali setelah bertahun-tahun berselang. Aningsih yang semakin gemas segera menjulurkan lidahnya, menjilat batang kemaluan itu. Lalu dingangakannya mulutnya dan dimasukkannya bazoka luar biasa itu. Keruan saja Benny nienggelinjang kaget namun nikmat. “Ouw, Mbak! Hmmh . . . enak sekali, Mbak!” Benny merintih. Kedua kakinya terangkat naik dan menyepak-neyepak ke atas. Mendengar rintihan Benny, Aningsih jadi semakin bersemangat. Kepala bazoka yang berbentuk topi baja itu dikulumnya. Digigitnya. Tingkah Aningsih tidak ubahnya, bagaikan seseorang yang mendapat makanan lezat. Nikmat sekali. Sampai matanya terpejam-pejani. Air liurnya menetes-netes. Kepala yang berbentuk topi baja itu sangat hangat dan. kenyal. Demikian pula halnya dengan Benny. Kunyahan-kunyahan mulut Aningsih dirasakannya sangat nikmat dan merangsang nafsu birahinya. Benny merintih- rintih. Kedua kakinya semakin menyepak. Matanya mebeliak-beliak, sehingga hanya putihnya saja yang tampak. Aningsih kian bersemangat. Sekarang, bukan hanya kepalanya saja yang dikulum dan digigiti Aningsih, tetapi seluruh batang kemaluan yang perkasa itu. Semntara itu, kedua telapak tangan Aningsih tidak tinggal diam. Sementara mulutnya mengulum, tangannya menarik-narik rambut kemaluan Benny yang luar biasa lebarnya. Dan tangan yang satu lagi mempermainkan sepasang biji milik Benny. “Enak, Ben . . . ?!” tanya Aningsih ditengah- tengah kesibukannya. “Enak sekali Mbak. Ennaaakkkh !!!” Benny berusaha menyahuti tersendat-sendat. Kedua tangannya. Aningsih terus juga melalap senjata yang luar biasa itu. Demikianlah secara beraturan, kepala dan batang zakar Benny keluar masuk mulut Aningsih. Pada waktu masuk, mulut Aningsih sampai kempot. Sedangkan pada waktu keluar sampai monyong. Semakin absolutist semakin cepat. Tubuh Benny gemetar. Jemarinya mencengkeram rambut Aningsih kuat-kuat. Rintihan . . . rintihannya semakin menghebat, sementara Aningsih kian gencar menyerbu menggebu-gebu. Akhirnya, Benny menjerit histeris. Pantatnya diangkatnya tinggi-tuiggi, sedangkan kedua telapak tangannya menekan belakang kepala Aningsih kuat-kuat. Dan batang serta kepala kemaluan Benny pun membenam sedalam- dalamnya, merojok sampai ke tenggorokan Aningsih. Dengan bersemangat sekali, tangan Aningsih mengocok pangkal kemaluan Benny dengan cepat dan mesra. Dan tanpa ampun lagi : “Crroott! Crrrroooottss! Crrottttsssss . . . ! !!” menyemprotlah cairan kental dari dalam batang kemaluan yang berdenyut-denyut dengan dahsyatnya. Daya semprotnya luar biasa sekali. Tubuh Benny menggigil. Aningsih tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan nikmat sekali disedotnya batang kemaluan Benny. Maka tanpa ampun, bergumpal-gumpal cairan kenil:matan Benny, tertumpah semuanya ke dalam mulut dan tenggorokan Aningsih. Mata Aningsih sampai terpejam- pejam, menelan seluruhnya sampai tetes terakhir. Benny setengah mengeluh memejamkan matanya. Tubuhnya lemas tidak bertenaga. “Oukh, Mbak. Kau sungguh hebat!” bisiknya. Aningsih tertawa sambil menyeka mulutnya yang sebagian masih dibasahi sisa-sisa cairan kental. “Bagaimana, Ben?! Enak?!” tanya Aningsih. Benny menarik lengan Aningsih, sehingga perempuan itu jatuh ke dalam dekapannya. “ Enak sekali, Mbak. Oukh, enak sekali! Kaupun mampu membahagiakan lelaki!” ujar Benny. Aningsih tersenyum mendengar pujian Benny, “Aku haus, Ben. Tolong ambilkan aku minum di meja itu, dong!” ujar Aningsih. Benny melompat turun dari tempat tidur, menuangkan Fanta merah dari botol besar ke gelas sampai penuh. Kemudian memberikannya pada Aningsih. Aningsih meneguknya dengan lahap. Haus sekali rupanya. Sampai habis tiga perempat gelas. Kemudian Benny menuangkan lagi ke gelas sampai penuh, kemudian meneguknya sampai habis. “Benny . . . !” mata Aningsih berkejap-kejap. Punyaku sudah ingin sekali dimasuki punyamu. ” Dan Aningsih melirik ke selangkangan Benny. Senjatanya masih tegang mengacung. “Kita istirahat dulu sebentar ya, sayang!” bisik Benny sambil membelai rambut Aningsih.