Kumpulan cerita dewasa / cerita ngentot /cerita porno / hanya untuk orang_orang sudah dewasa.. Di rangkum dari berbagai sumber
8.22.2010
ngentot dengan teman kerja
Menyesal rasanya aku melakukan perbuatan  terkutuk ini... hanya karena nafsu aku harus  menghianati suamiku. Sebut namaku Mila (29  tahun) seorang ibu rumah tangga dengan satu  orang anak yang bekerja di sebuah Rumah  Sakit swasta di kota Semarang sebagai  seorang perawat. Kisah perslingkuhanku  terjadi satu tahun yang lalu dengan temanku  sesama perawat yang bernama Hendra. Sebelumnya aku sudah kenal baik dengan  Hendra (25  tahun) sejak tiga tahun yang lalu  saat dia di terima bekerja di tempat yang  sama denganku. Aku dan Hendra awalnya  hanya kenal biasa saja, karena aku bekerja  pada shift A dan dia Shift B. namun setelah  setahun lamanya aku di pindahkan ke Shift B  dan satu unit kerja dengan Hendra. Sejak saat  itulah aku mulai akrab dengan dia, bahkan saat berangkat dan pulang kerja selalu bersama, aku tidak khawatir karena suamiku juga tahu dan  mengijinkan aku di antar Hendra saat  berangkat dan pulang kerja. Kedekatan inilah akhirnya menimbulkan benih- benih cinta antara kami berdua. Dan disinilah  kesalahanku berawal, entah mengapa waktu  itu aku tak mampu menolak pernyataan cinta  Hendra kepadaku padahal aku telah bersuami.  Mungkin saat itu aku berpikir kami hanya  menjalani hubungan cinta biasa saja sehingga  aku tidak terlalu berpikir negatif tentang  Hendra. Hubungankupun berlanjut dan semakin  lama semakin dekat, awalnya untuk  menunjukkan rasa cinta kami hanya sekedar  berpelukan dan ciuman saja sebelum pulang  kerja namun lama kelamaan Hendra mulai  berbuat nakal padaku terutama bila masuk  shift malam, mungkin karena situasi ruang  kerja yang sepi sehingga Hendra berani  berbuat iseng padaku. Ak u masih ingat peristiwa itu berawal saat  kami akan  memulai kerja  shift malam,  seperti biasa  aku ganti baju  kerja dulu di  ruang perawat, kami datang  terlambat  tentunya  ruang tersebut sepi karena  perawat yang  lain sudah standby di unitnya masing-masing.  Aku mengira Hendra masih diluar ruangan,  sehingga aku santai saja membuka baju tanpa  menutup pintu kamar ganti. Saat tubuhku  hanya tertutup CD dan Bra saja tiba-tiba  Hendra datang dan langsung memelukku dari  belakang, aku sempat kaget namun aku hanya  diam saja saat kutahu yang memelukku adalah Hendra. Dia mulai meremas-remas dadaku  dengan tangan kirinya, sementara tangan  kanannya menggerayangi selangkanganku. Jari  tangannya yang nakal langsung mengaduk- aduk lubang kewanitaanku. Oh... sayang kmu  sungguh cantik sekali malam ini, tubuh kamu  juga sangat indah.... Oh... Mila... aku cinta  sekali sama kamu sayang!!! Kata-kata rayuan  itu langsung membiusku sehingga aku tidak  sadar kalau hendra sudah melepas celananya  dan melucuti CD yang aku pakai. Aku hanya ikut saja saat Hendra memintaku  bersandar pada sebuah meja dengan posisi  nungging, setelah itu tiba-tiba kurasakan  ujung Kontol Hendra sudah menempel di mulut  vaginaku, aku berusaha memegang kontol itu  agar tidak di tancapkan, namun terlambat...  dengan kondisi nungging dan kedua kakiku di  rentangkan tentunya mulut vaginaku jadi  terbuka lebar.... sehingga dengan sekali dorong Hendra berhasil menusukkan Kontolnya.  Blesss...... Sleppp.... Ohh...Ahh... Mila sayang . .. Memek kamu nikmat banget.... empuk dan  hangat... Hendra langsung mendesah dan  memujiku saat berhasil memasukkan  kontolnya. Sekali lagi aku terbuai oleh  sanjungan Hendra... sehingga aku yang semula  mau menolak malahan merasa senang saat Dia mulai menggoyangkan pantatnya dan akupun  mulai mendesah... Oh... ahhh.... ahhh.....  semakin lama Hendra semakin cepat mengocok kontolnya di dalam memekku selain itu  tangannya yang nakal terus meneus meremas  dua buah dadaku yang berukuran 34  dan  akupun tak bisa menahan lagi untuk orgasme... lalu Crotzzzz..... crotzz.... ohhhh.... ahh...uhhh. ... Hendra sayang... kontolmu nikmat banget.... aku sudah keluar sayang..... lalu Hendra  menghentikan goyangannya untuk memberiku  kesempatan beristirahat. Sambil memulihkan tenaga, Hendra memintaku  duduk di kursi sambil mengulum kontolnya  yang berdiri tegak, aku menurut saja. Seperti  anak kecil yang sedang menikmati permen loli  pop, dengan semangat aku menyedot dan  menjilati kontol Hendra yang ukurannya 2  kali  lebih besar dari milik Mas Iwan (35  tahun)  suamiku. Setelah melihatku tenagaku pulih  Hendra kembali mengentotku dengan posisi  berdiri berhadapan Bless.... Bless .... tanpa  kesulitan kontol Hendra menerobos vaginaku  yang sudah basah dan licin, kresek... kresek.... jembutku yang lebat dan hitam menjadi mainan jari-jari Hendra. Oh... ahh... terasa nikmat  sekali. Namun baru beberapa kali bergoyang,  tiba-tiba alarm ruang kerja berbunyi sebagai  tanda mulai kerja di ruang pasien. Hendra  tampak kecewa karena terpaksa hasratnya  tertunda karena kami harus segera menyudahi permainan. Kami lansung membersihkan tubuh kami di  kamar mandi dan segera berpakaian. Saat  keluar ruangan wajah Hendra masih tampak  murung, aku segera menyapanya... Sudahlah  sayang jangan murung gitu.... aku tahu kamu  masih pingin dilanjutkan, tapi hal itu nggak  mungkin karena bisa ketahuan pengawas  ruangan.... Aku janji deh lain waktu bakal bikin  kamu puas...!! Pernyataanku ini akhirnya bisa  membuat Hendra kembali tersenyau...  Terimakasih ya sayang, kamu benar-benar  pengertian, oke deh lain waktu kita lanjut lagi. Dua hari setelah  kejadian itu  Hendra menagih  janjiku, saat itu  kami memang  masuk shift  siang. Saat itu  sekitar pukul 10  siang Hendra  sudah datang ke  rumah  kontrakanku,  padahal kami  baru masuk kerja pukul 1  siang, kondisi  rumahku memang sepi. Suamiku sudah  berangkat kerja, sementara anakku masih di  Sekolah. Aku sebelumnya tidak tahu kalau  Hendra telah merencanakan itu semua. Sesaat setelah masuk rumah dia langsung menemuiku  yang baru selesai mencuci baju. Eh Hendra... Tumben datangnya lebih awal, ada apa...? Ga ada apa-apa sayang, cuma mau nagih janji aja sama kamu.... Aku masih bingung saat itu, sehingga aku tidak memperdulikan Hendra  yan berdiri di hadapanku, sambil berjalan  menuju dapur akupun menanyakan pada Dia,  emang aku janji apa sama kanu...? Hendra  hanya tersenyum sambil mendekatiku  kemudian memelukku. Dia langsung  menyelinapkan tangannya ke dalam rok dan  jari-jarinya langsung mengusap-usap memekku yang masig tertutup CD. Sambil berkata " Sayang... kamu kan belum bikin aku puas  malam itu..." aku akhirnya ingat juga. Hendra,  tunggu sebentar.... Ada apa lagi? tanya  Hendra sambil menghentikan usapannya di  selangkanganku. Aku belum mandi... pasti  kamu ngaak mau kan ngentotin memekku yang bau... Hendra kembali tersenyaumm sambil  berkata, Kalau gitu kita mandi bareng aja  sayang biar lebih hot... Akhirnya kamipun segera melucuti baju  masing-masing, dalam kondisi bugil kami  berjalan bergandengan menuju kamar mandi. Di  dalam kamar mandi kami saling mengguyur  tubuh kami dan saling menyabuni. Dengan  sabun kami saling menggosok alat vital kami  sehingga akhirnya kami sama-sama  terangsang. Segera saja kami guyur tubuh  kami hingga taubuh kami bersih dari sabun.  Sesudah itu Hendra memintaku untuk  menungging sambil berpegangan pada bak  mandi. Dari belakang Hendra langsung  menancapkan kontolnya dan langsung  bergoyang, Bless slep..... sleppp... ahh...ahh...  Goyangan Hendra benar-benar mantap, dia  sangat pintar memainkan gairahku dengan  meremas-remas toketku yang bergoyang- goyang tidak teratur karena hentakan  pinggang Hendra yang kuat, beberapa menit  kemudian Crottt... croottt... aku mencapai  orgasme, tubuhku langsung lemas. Setelah beristirahat sebentar Hendra  kemudian mengajakku melanjutkan permainan  di kamar, dan aku mengikutinya. Di atas kasur  segera kulentangkan tubuhku, aku hanya  pasrah saja apapun yang akan dilakukan oleh  Hendra. Hendra langsung menindih tubuhku  dengan posisi 69  dan langsung mengarahkan  kontolnya ke mulutku. Aku tau apa yang di  inginkan oleh Dia, langsung saja ku jilat dan  kusedut senjatanya, sementara itu, di  selangkanganku hendra juga melakukan hal  yang sama. Lidahnya yang nakal terus  menjilati klitorisku sambil sesekali disedot- sedot, rasanya benar-benar nikmat. setelah  puas dengan pemanasan itu Hendra langsung  mengentoti tubuhku, masih dalam posisi  terlentang aku menikmati keperkasaan  selingkuhanku itu. Kontolnya yang super  jumbo tampak jelas di matakau dengan bebas  keluar masuk menjelajahi memekku. Dengan  kondisi birahi tinggi semacam itu aku lupa  bahwa sebenarnya aku telah memiliki suami  dan anak. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana  caranya terus menikmati gairah itu. Slepp....  sleppp... Ahhh...ahhh Ohh....aohhh rasanya  memang dahsyat. Dan berbagai macam gaya  dalam berhubungan intim di praktekkan oleh  Hendra, ini adalah pengalaman baru bagiku  karena saat melakukan dengan suami aku  hanya terlentang saja dan pasrah sampai  suami puas. Bersama Hendra sangat berbeda,  karena aku dilibatkan untuk aktif dalam  ngentot itu, bahkan Dia juga mengajariku  bermain diatas, entah berapa kali aku  mengejang karena orgasme. Stamina Hendra  memang luar biasa.... mungkin seperti kuda. Di dalam kamarku itu kami sama-sama puas  hingga kami kelelahan. setelah kembali pulih  kami kembali mandi bersama dan langsung  berpakaian seragam. Untungnya kami  menyelesaikan tepat waktu, karena setelah  kami dalam kondisi rapi anakku pulang dari  sekolah yang diantar suamiku sekalian  istirahat siang. Kamipun bertingkah biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa, sehingga Suamiku tidak curiga. setelah makan siang kamipun  berangkat kerja dengan berboncengan motor.  Sepanjang perjalanan kupeluk erat tubuh  Hendra sambil kutempelkan gundukan vaginaku ke pantatnya. Walaupun tertutp pakaian kami aku tetap merasakan getaran berbeda. Sejak  saat itulah aku sering ngentot dengan Hendra, baik di rumahku, tempat kos Hendra maupun di tempat kerja. Kami melakukannya dengan  hati-hati dan rapi, sehingga suamiku tidak  tahu walaupun aku ngentot 3  sampai 4  kali  dalam seminggu bersama Hendra. Dan  hubungan itu terus berlanjut hingga sekarang. ARSIP BLOG ►   2010 ▼  2009 ►   ▼  MENGENAI SAYA CERITA_PERSELINGKUHAN LIHAT PROFIL LENGKAPKU
8.21.2010
aku di entot temen suamiku
Harapanku untuk menjadi istri yang baik dan  setia pupuslah sudah. Semua ini akibat aku tak mampu untuk menangkis rayuan dan pujian  dari teman suamiku yang bernama Andre (28  tahun). Namaku Any (26  tahun) adalah  seorang Ibu rumah tangga biasa. Aku sudah 3  tahun menikah dengan Mas Haris (30  tahun)  namun belum memiliki momongan.  Perkenalanku dengan Andre sebenarnya  melalui suamiku. Dia memang memiliki usaha  toko yang menjual pulsa dan HP dan pada saat itu dia mencari karyawan untuk menjaga  tokonya yang kebetulan letaknya tidak jauh  dari rumah kontrakanku. Karena dia kenal  dengan suamiku dia meminta bantuan  dicarikan karyawan yang rumahnya dekat  dengan toko. Singkat cerita suamiku  menawariku untuk kerja disana, karena  memang sejak menikah aku menanggur karena  ikut merantau bersama suami di Semarang.  Aku langsung menerima tawaran itu dan  akhirnya mulai kenal dengan Andre. Sejak pertama kerja aku mulai akrab dengan  Andre, aku merasa dia sangat enak untuk di  ajak ngobrol dan sangat perhatian sehingga  aku sering menceritakan setiap masalah yang  aku hadapi kepada dia. Entah mengapa setiap  jawaban dan sarannya selalu membuatku  merasa nyaman dan tenang dalam menghadapi  masalah. Bukan hanya itu saja, dia sering  membuat hatiku merasa tersanjung dengan  memuji kecantikanku, saat itu aku tak sadar  telah melakukan kekeliruan sehingga lama- lama aku dan dia merasa tak canggung untuk  saling memanggil Sayang. Setiap  menjelang  tidur dan  bangun  pagi dia  tak pernah  lupa sms  sayang dan kata-kata  rayuan  untukku. Disinilah  perselingkuhanku dimulai, api asmara yang awalnya kecil kini telah membesar dan mulai membakar diriku. Aku  seperti terbius oleh candu asmara dari Andre  sehingga aku tak mampu menolak setiap kali  Andre memeluk dan menciumku sebelum pulang kerja. Sejak saat itu perilaku Dia semakin lama semakin berani, bila kondisi toko sepi dia  sering mengajakku bercumbu di dalam toko,  karena di sudut ruang dalamnya memang yang  di skat untuk meletakkan meja kasir dan  tempat servis HP sehingga orang di luar tidak  bisa melihat aksi kami. Di dalam ruang yang berukuran 1 x2  meter  inilah "noda" mulai membaluri tubuhku. Aku  yang tengah dimabuk asmara hanya pasrah  saja Ketika Andre menyingkap rok yang ku  pakai dan memainkan jari-jarinya di  selangkanganku, sementara itu bagian atas  tubuhku yang sudah terbuka penutupnya  menjadi sasaran empuk bibir Andre yang nakal. Payudaraku yang montok terus di sedot- sedot olehnya bibirnya dan birahikupun  semakin bergelora, aku semakin tak mampu  mengendalikan diri dan hanya bisa pasrah  dengan cumbuan Andre hingga tanpa kusadari  dia sudah melucuti celananya. Saat tengah asik mendesah aku merasakan  ada benda tumpul menggosok-gosok belahan  pantatku dan saat kulihat ternyata Kontol  andre yang besar dan panjang telah berdiri  tegak siap menerobos memekku yang basah  karena terangsang. Andre kemudian  memelukku dengan erat lalu berbisik di  telingaku, "yang... aku sudah nggak tahan nih.. ... di masukin aja ya kontolku...." aku pun  mempersilahkannya, "terserah kamu yang....  aku juga sudah horny....." lalu Blesss Clep....  Kontol Andre berhasil menerobos memekku,  dalam posisi nungging dan berpegangan pada  meja komputer aku hanya bisa mendesah  menikmati setiap goyangan Andre. Ahhh...  ahh.. ouh... ohh.. ohh.. desahan kami saling  bersautan sampai akhirnya kami sama-sama  puas. Sejak peristiwa itu aku dan Andre semakin  mesra dan kami hampir tiap hari ngentot di  dalam toko bahkan terkadang hingga dua kali  kami melakukannya. Walaupun aku tahu itu  salah dan berdosa tetapi setiap Andre  mengajak ngentot aku tak bisa menolak. Semakin lama aku semakin gila dalam birahi,  karena bukan hanya di toko aku berselingkuh.  Kami juga melakukannya di rumah kontrakanku ketika suamiku sedang mandi. waktu itu  memang toko libur tiga hari karena ada acara  pernikahan di rumah sebelahnya. Tentunya  selama tiga hari itu Andre tidak bisa ngentoti  aku sehingga dia jadi kelimpungan, akhirnya di  hari ketiga dia nekat datang kerumahku  sekitar jam 4  sore. Saat itu aku dan suami  sedang asik nonton TV sehingga Andre tak  bisa berbuat apa-apa dan kami hanya bisa  ngobrol sana-sini tidak jelas. Namun  kesempatan itu akhirnya datang 1  jam  kemudian ketika suamiku berpamitan untuk  pergi mandi. Setelah suamiku masuk kamar mandi Andre  langsung merengkuh tubuhku dari belakang, " yang... aku sudah kangen banget sama kamu,  tiga hari nggak ngentoti kamu seperti setahun nggak makan...." aku langsung menghindar " yang kamu jangan gila.... ini kan di rumahku,  apalagi suamiku ada di balik pintu itu kalo dia  tahu gimana..... bisa bahaya..." Andre langsung melepaskan tangannya dan berdri di depanku. " yang aku tahu cara yang aman...." Dia  kemudian memintaku berdiri dan mengajakku  ke dekat sumur yang bersebelahan dengan  kamar mandi. "kamu mau ngapain ngajak kesini" "udah diam aja... sekarang naikkan rok kamu  keatas" sungguh edan ternyata Andre mau  ngentoti aku di pinggir sumur bersebelahan  dengan kamar mandi yang sedang dipakai  suamiku. "yang ini cuma sebentar aja kok,  suamimu ngak akan tahu kalau kita disini  karena dia di balik tembok ini, selain itu kita  bisa tau kalo suamimu sudah selesai mandi  karena kita bisa dengar suaranya. Akhirnya aku menurut saja, dan langsung  kusingkap rokku ke atas dan kupelorotkan  CDku ke bawah. Andre juga membuka  celananya dan dipelorotkan kebawah. Dengan  posisi nungging di samping sumur aku dientoti  oleh Andre. Dia sangat bernafsu dan langsung  menancapkan kontolnya. Dengan bersemangat  Andre menggoyangkan kontolnya maju   mundur, Slepp...  sleppp.... slepp,  rasanya sangat  nikmat. Sambil  bergoyang tangan Andre juga tak  henti-hentinya  meremas toketku  yang berukuran  34.  Kami terus  berpacu dengan  waktu agar cepat  mencapai orgasme dan akhirnya kami sama- sama puas, Sperma menyembur kuat  membanjiri memekku, karena jumlahnya sangat banyak samapai ada yang keluar mengalir  diantara jembutku dan buah pelor Andre. Setelah semua selesai kami langsung  membersihkan kemaluan dan kembali merapikan pakaian lalu kembali menonton TV agar  suamiku tidak curiga. Sesaat kemudian  suamiku selesai mandi, dan kami bertingkah  seperti tidak ada masalah sehingga suamiku  tidak tau kalo kami baru saja ngentot  disamping dia. Sejak saat itu kami menjalani hubungan gelap  dalam perselingkuhan. Dalam menjalani ini  semua kami sangat hati-hati sehingga aman- aman saja, dan terus berlanjut hingga  sekarang.
main dengan teman istri
Nama saya Tjokie, saya sudah married dan  punya anak satu. Umur saya saat ini 28  tahun, isteri saya juga seumur, namanya Lisa. Anak  saya baru umur 3  tahun, dan dia baru masuk  Playgroup. Nah, di sekolahan anak saya inilah,  isteri saya kenal sama nyokapnya teman anak saya. Namanya Nita. Sebenarnya  si Nita ini  orangnya nggak cakep-cakep amat, yah,  lumayan-lah. Menurut saya sih, mendingan  isteri saya. Makanya, sewaktu kenalan sama si Nita ini,  saya sama sekali nggak ada pikiran yang  macam-macam. Sampai lama-kelamaan isteri  saya mulai akrab sama si Nita. Mereka sering  pergi sama-sama. Nah, suatu hari, si Nita  telpon isteri saya buat ngasih tahu bahwa dia  sekeluarga lagi dapat voucher menginap satu  malam di sebuah Hotel bintang lima di Jakarta.  Dia suruh isteri saya datang buat mencoba  fasilitas-fasilitas yang disediakan hotel  tersebut. Nah, karena ada kesempetan buat  berenang, fitness dan lain-lain gratis, maka  saya berdua nggak menyia-nyiakan  kesempatan ini. Siangnya saya berdua nyusul ke hotel  tersebut. Sesampainya di sana, saya berdua  langsung menuju ke kolam renang, karena si  Nita sudah janjian nunggu disitu. benar aja,  begitu ngeliat saya berdua datang, si Nita  langsung manggil-manggil sambil melambaikan  tangannya. “Hai Lis, Her… ” “Hai Nit… Mana suami sama anak kamu ?”  tanya isteri saya. “Biasa, dua-duanya lagi tidur siang tuh…”  kata si Nita. “Kamu berdua aja… Mana anak kamu?” “Nggak ikut deh, Nit… Abisnya repot kalau  ngajak anak kecil” kataku. “Ya sudah, sekarang gimana, kamu berdua mau  berenang nggak? Atau mau Fitness aja?” “Langsung Fitness aja deh, Nit” Begitulah, setelah itu kita bertiga langsung  menuju ke tempat Fitnessnya. Dan setelah  ganti baju di locker room, kita bertiga mulai  berfitnes-ria. Asyik juga sih, sampai-sampai  nggak terasa sudah hampir tiga jam kita  fitness. Wah, badan rasanya sudah capek  benar nih. Setelah selesai kita bertiga terus  bilas di ruang ganti, dan langsung menuju ke  ruang Whirlpool. Nah, sampai disini kita  bertiga bingung, sebab ruang whirpoolnya  ternyata cuma satu. Wah gimana nih? Tapi  akhirnya kita coba-coba aja, dan ternyata  benar, cewek sama cowok jadi satu  ruangannya. Wah, malu juga nih… Apalagi si  Nita, soalnya kita bertiga cuma dililit sama  kain handuk. Setelah masuk ke dalam, saya  tertegun, karena di dalam saya lihat ada  cewek yang dengan santainya lagi jalan  mondar-mandir dalam keadaan… Bugil. Wah…  Gawat nih. Setelah saya lirik, ternyata si Nita juga lagi ngeliatin tuh cewek yang kesannya  cuek banget. Selagi kita bertiga bengong- bengong, tahu-tahu kita disamperin sama  locker-girlnya. “Mari Mbak, Mas… Handuknya saya simpan,”  kata si Mbak locker itu dengan suara yang  halus. “Ha ? Disimpan ?” tanya saya sambil  kebingungan. “Hi-hi-hi… Iya, Mas, memang begitu  peraturannya… Biar air kolamnya nggak kotor. . ” sahut si Mbak dengan senyum genit. “Wah… Mati deh saya”, batin saya dalem  hati, masa saya musti berbugil ria di depan  satu, dua, tiga… Empat orang cewek sih ?  Sementara itu saya liat isteri saya sama si  Nita juga lagi saling pandang kebingungan.  Akhirnya saya yang memutuskan, “Hm.. Gini deh, Mbak… Kita liat-liat aja dulu…  Nanti kalau mau berendam baru kita taruh  handuknya di sini” “Iya deh, Mas…” kata si Mbak lagi sambil  tersenyum genit. Terus dia langsung berbalik  jalan keluar ruangan. Setelah tinggal bertiga, isteri saya langsung  memandang si Nita, “Gimana nih, Nit?” Selagi si Nita masih terdiam bingung, isteri  saya langsung ngomong lagi, “Ya sudah deh… Kita terusin aja yuk,”  katanya sambil melepaskan handuknya. “Sudah deh, Nit… Buka aja… nggak apa-apa  kok,” kata isteri saya lagi. “Benar nih, Lis ? Terus si Tjokie gimana ?”  tanya si Nita sambil melirik malu-malu ke arah saya. ……………………………… lanjut lagi  cerita dewasa  nya…. Pada saat itu saya cuma bisa pasrah aja, dan  berdoa moga-moga burung saya nggak sampai  bangun. Sebab kalau bangun kan gawat, si Nita bisa tahu karena saya cuma dililit handuk  doang. “Nggak apa-apa… Anggap saja kita kasih dia  tontonan gratis” sahut isteri saya lagi. Gawat juga nih, saya benar-benar nggak  nyangka kalau isteri saya sebaik ini. Sebab  biasanya dia cemburuan banget. Akhirnya  pelan-pelan si Nita mau juga ngelepasin  handuknya. Aduh mak… Begitu dia lepas  handuknya, saya langsung bisa ngeliat dua  buah teteknya yang membulat… dan…  jembutnya yang… gile… lebat banget!  Langsung aja saya menelan ludah saya  sendiri… sambil menatap bengong ke tubuh si  Nita. Ngelihat keadaan saya yang kayak orang linglung itu, isteri saya langsung tertawa geli. Sementara si Nita masih berusaha menutupi  vaginanya dengan kedua tangannya. “Kenapa Her… Jangan bengong gitu dong,  sekarang kamu yang musti buka handuk tuh,”  kata isteri saya lagi. Busyet… Masa saya disuruh bugil di depan si  Nita sih? Tapi karena takut kalau-kalau nanti  isteri saya berubah pikiran, langsung aja deh  saya lepas handuk saya. Seiring dengan  gerakan saya ngelepas handuk, saya lihat si  Nita langsung membuang muka jengah. “Lho, kenapa Nit… nggak apa-apa kok… Tadi si  Tjokie juga ngeliatin body kamu, sampai  terangsang tuh… Lihat deh,” kata isteri saya  lagi sambil menatap burung saya. Akhirnya si  Nita ngelirik juga ke burung saya, dan… Wah…  dasar burung kurang ajar, begitu diliatin dua  orang cewek, perlahan tapi pasti dia mulai  bangkit. Pelan-pelan mengangguk-angguk,  sampai akhirnya benar-benar tegang  setegang-tegangnya. Wah, mokal banget deh,  saya… “Tuh-kan, Nit… Benarkan dia sudah  terangsang ngeliatin body kamuy…” kata  isteri saya lagi. Ngeliat burung saya yang  sudah tegang benar, akhirnya dua-duanya  nggak tahan lagi. Pada tertawa terpingkal- pingkal. Ngedenger suara ketawa mereka,  cewek yang sendirian tadi langsung nengok…  dan begitu ngeliat burung saya, dia juga  langsung ikut ketawa. “Wah, dik… Dia sudah nggak tahan tuh…”  katanya pada isteri saya, sambil ngelirikin  burung saya terus. Akhirnya daripada terus  jadi bahan tertawaan, langsung aja deh, saya  nyebur ke kolam whirpool. Nggak lama  kemudian isteri saya dan si Nita nyusul.  Akhirnya kita berempat berendam deh di  kolam. Tapi nggak lama kemudian si Cewek itu  bangun… “Mbak sudahan dulu yah, Dik… Mmm… Tapi  jangan disia-siakan tuh…” katanya sambil  menunjuk ke selangkangan saya lagi. Buset nih cewek, rupanya dari tadi dia merhatiin kalau  burung saya masih tegang terus. Langsung saja saya berusaha tutupin burung  saya pakai kedua telapak tangan. Sambil  tersenyum genit, akhirnya cewek itu keluar  ruangan. Nah, begitu tinggal kita bertiga,  isteri saya langsung pindah posisi. Sekarang  jadi saya yang ada ditengah-tengah mereka  berdua. “Her… Dari tadi kok tegang melulu sih ?”  tanya isteri saya sambil menggenggam burung saya. Saya cuma bisa menggeleng saja sambil  melirik si Nita. “Ih… Keras amat, kayak batu,” kata isteri  saya lagi. Lalu, tanpa saya duga dia langsung  ngomong ke si Nita. “Sini deh, Nit… Mau cobain megang burung  suami saya nggak nih ?” Haa? Saya sama si Nita jadi terbengong- bengong. “Bbb… Boleh, Lis ?” tanya si Nita. “Boleh, rasain deh… Keras banget tuh,” kata  isteri saya lagi. Pelan-pelan, si Nita mulai  ngegerayangin paha saya, makin lama makin  naik, sampai akhirnya kepegang juga deh,  torpedo saya. Wuih, rasanya benar-benar  nikmat. “Iya lho, Lis… Kok bisa keras begini ya. Pasti  enak sekali kalau dimasukin yah, Lis,” kata si  Nita lagi sambil terus mengelus-ngelus burung  saya. Wah, saya sudah nggak tahan, tanpa  minta persetujuan isteri saya lagi, langsung  aja deh, saya tarik si Nita, saya lumat  bibirnya… sambil tangan saya meremas-remas teteknya. “Akh…” Nita menggelinjang. Langsung saya  angkat si Nita dari dalam air, saya dudukin di  pinggiran kolam… Kakinya saya buka lebar- lebar, dan.. langsung deh saya benamin wajah  saya ke dalam selangkangannya, sehingga si  Nita semakin mengerang-ngerang. Sementara  itu isteri saya tetap giat mengocok-ngocok  burung saya. Akhirnya karena sudah nggak  tahan lagi, kita bertiga naik ke pinggiran  kolam. “Gantian dong, Nit… Biar si Tjokie ngejilatin  vagina saya, saya juga kepengen nih…” kata  isteri saya dengan bernafsu. Karena dia sudah memelas begitu, langsung saja deh, saya  jilatin vagina isteri saya. Saya gigit-gigit  kecil clitorisnya sampai dia merem-melek.  Nita pun nggak tinggal diam, ngeliat saya lagi  sibuk, dia langsung saja meraih burung saya,  terus dimasukin ke dalam mulutnya. Wah…  nggak nyangka, ternyata hisapannya benar- benar maut. Rasanya kita bertiga sudah  nggak ingat apa-apa lagi, nggak peduli kalau- kalau nanti ada orang yang masuk. Setelah beberapa lama, isteri saya ternyata  sudah nggak tahan lagi. “Ayo, Her… Cepetan masukin… saya sudah  nggak kuat lagi nih…” pintanya memelas.  Akhirnya berhubung saya juga sudah nggak  tahan lagi, saya cabut saja burung saya dari  dalam mulut si Nita, terus saya masukin ke  dalam vagina isteri saya. Akh… benar-benar  nikmat, sambil terus saya dorong keluar- masuk. Nita nggak tinggal diam, sambil  meremas-remas payudara isteri saya, dia  terus ngejilatin buah Zakar saya. Wah…  rasanya benar-benar… RUUUAAARRR  BBBIIAASA! Nggak lama kemudian, mungkin  karena sudah terlalu terangsang, isteri saya  menjerit kecil… Meneriakkan kepuasan…  Sehingga saya merasakan sesuatu yang  sangat hangat di dalam lubang vaginanya.  Melihat isteri saya sudah selesai, si Nita  langsung bertanya dengan wajah harap-harap  cemas. “Nggg… Sekarang saya boleh nggak ngerasain  tusukan suami kamu, Lis?” “Tentu aja boleh, Nit…” jawab isteri saya  sambil mencium bibir si Nita. Mendapat lampu  hijau, Nita langsung mengambil burung saya  yang sudah lengket (tapi masih tegang benar)  terus dibimbingnya ke dalam lubang vaginanya yang ditutupi semak belukar. “Aaakkkhhh…” desis si Nita setelah saya  dorong burung saya pelan-pelan. “Ayo, Her… Terus, Her… I Love You…”  kelihatannya si Nita benar-benar mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Sambil saya  goyang-goyang, isteri saya menjilati  teteknya si Nita. “Aduh, Lis… Her… I love  you both…” Pokoknya selama saya dan isteri saya  bekerja, mulut si Nita mendesis-desis terus.  Kemudian, mungkin karena isteri saya nggak  mau ngedengerin desisan si Nita terus,  akhirnya dia bangun dan mengarahkan  vaginanya ke muka si Nita. Dengan sigap Nita  menyambut vagina isteri saya dengan juluran  lidahnya. Sampai kira-kira sepuluh menit kita  bertiga dalam posisi seperti itu, akhirnya  saya sudah benar-benar nggak tahan lagi…  dan… ahhh… saya merasakan desakan si Nita  mengencang, akhhh… Akhirnya jebol juga  pertahanan saya. Dan disaat yang  berbarengan kita bertiga merasakan suatu  sensasi yang luar biasa… Kita bertiga saling  merangkul sekuat-kuatnya, sampai… Aahhh… Begitulah, setelah itu kita bertiga terkulai  lemas sambil tersenyum puas… “Thank you Tjokie, … Lisa… Ini benar-benar  pengalaman yang luar biasa buat saya..” “Ha… ha… ha… Sama, Nit… saya juga benar- benar merasakan nikmat yang yang nggak  pernah saya bayangin sebelumnya. Sayang  suami kamu nggak ikut yah, Nit,” kata isteri  saya. “Gimana kalau kapan-kapan kita ajak suami  kamu sekalian, boleh nggak, Nit?” “Benar Lis… Ide yang bagus, tapi kita nggak  boleh ngomong langsung, Lis… Musti kita  pancing dulu..” kata si Nita. “Setuju,” sahut isteri saya. “Gimana Her… Boleh nggak ?” Untuk sesaat saya nggak bisa menjawab.  Bayangin, masa saya musti berbagi isteri  saya sama suaminya si Nita? Rasanya  perasaan cemburu saya nggak rela. Tapi,  ngebayangin sensasi yang akan terjadi kalau  kita main berempat sekaligus… Wah… “Boleh, nanti kamu atur yah, Nit… Biar saya  bisa ngerasain lagi hangatnya lubang vagina  kamu… Ha… ha..” akhirnya saya menyetujui. lama berlanjut saya akhirnya insaf, dan  berharap tak lagi terulang, walau banyak  godaan saya berusaha untuk segera plepas  dari semua cerita yang saya anggap  memalukan, kini masa lalu adalah cerita untuk  aku ambil sebagai pelajaran, dan menjadikanku  lebih baik untuk masa mendatang..
bercinta dengan suami temanku
Namaku Ratih, asalku dari Surabaya. Umurku  26  tahun dan sudah lulus dari sebuah  universitas terkenal di Yogyakarta. Selama  kuliah aku punya teman kuliah yang bernama  Iva. Iva adalah teman dekatku, dia berasal dari Medan. Kami seumur, tinggi kami hampir sama, bahkan potongan rambut kami sama, hanya  Iva pakai kacamata sedangkan aku tidak.  Kadang-kadang teman-teman menyebut kami  sebagai saudara kembar. Kami juga lulus pada  saat yang bersamaan. Satu-satunya yang  berbeda dari kami ialah selama setahun kuliah  terakhir, Iva sudah bertunangan dengan Ari,  seorang kakak kelasku sedangkan aku masih  berpacaran dengan Andy, juga kakak kelasku. Salah satu persamaan lainnya ialah bahwa  saat lulus itu kami sama-sama sudah tidak  perawan lagi. Kami saling terbuka dalam hal  ini, artinya kami saling bercerita mulai dari  hal-hal yang mendalam misalnya tentang  perasaan, kegelisahan dan hal-hal lain tentang  kami dan pacar-pacar kami. Atau terkadang  tentang hal-hal yang nakal misalnya bagian- bagian erotis atau ukuran vital dari pacar- pacar kami, sehingga darinya aku tahu bahwa  milik Ari lebih panjang 3  cm dibandingkan milik  Andy. Dengan lugas kadang-kadang Iva  bercerita bahwa dia tidak pernah merasakan  seluruh panjang batang milik Ari,  diceritakannya pula bahwa Ari tidak pernah  bisa lebih lama dari 3  menit setiap kali  berhubungan badan dengannya. Meski begitu  dia selalu merasa puas. Kadang-kadang aku merasa iri juga dengan  anugrah yang didapat Iva. Meskipun  sebenarnya 15  cm milik Andy pun sudah cukup panjang, tapi membayangkan 18  cm milik Ari  terkadang cukup membuatku gundah. Belum  lagi aku mengingat-ingat tak pernah Andy  sanggup bertahan lebih lama dari hitungan  menit, mungkin karena aku dan Andy selalu  melakukan pemanasannya lama dan menggebu- gebu (kadang-kadang malah aku atau Andy  sudah lebih dulu orgasme pada tahap ini), jadi  ketika saat penetrasi sudah tinggal keluarnya saja. Meskipun kadang-kadang cukup  memuaskan tetapi rasanya masih saja ada  yang kurang. Belum lagi secara fisik, Ari lebih  baik dari Andy dari penilaian obyektifku.  Semua perasaan itu tersimpan di diriku sekian  lama selama aku masih sering berhubungan  dengan Iva, yang artinya juga sering bertemu  dengan Ari. Tepat sebulan setelah lulus, Iva menikah  dengan Ari. Lalu mereka berdua pindah ke  Medan, sedangkan aku sendiri bekerja di  sebuah perusahaan multinasional di  Yogyakarta. Beberapa lama kami sering  berkirim kabar baik lewat email maupun  telepon. Iva sering menuliskan apa saja yang  sudah dilakukannya dalam kehidupan suami  istrinya. Diceritakannya betapa sering  mereka berdua berhubungan intim, sebulan  pertama jika dirata-rata bisa lebih dari 1  kali  sehari. Dengan nada cekikikan sering juga  diceritakannya bahwa memang milik Ari  terlalu panjang untuk kedalamannya, bahwa  semakin lama Ari semakin tahan lama dalam  melakukannya yang oleh karenanya mereka  sering terlambat bangun pagi karena  semalaman melakukannya sampai dini hari.  Juga dengan nada menggoda, diceritakannya  betapa hangat semprotan sperma di dalam  liang kemaluan. Cerita yang terakhir ini sungguh  merangsangku, karena meskipun telah  melakukannya, aku belum pernah merasakan  hal itu. Selalu Andy mengeluarkan spermanya  di luar atau dia memakai kondom. Di perut  atau paha memang sering kurasakan  hangatnya cairan itu, tetapi di dalam liang  kemaluan memang belum. Singkat kata  semakin banyak yang diceritakannya semakin  membuatku ingin segera menikah. Masalahnya  Andy masih ingin menyelesaikan studi S2- nya  yang mungkin kurang dari setahun lagi selesai. Beberapa bulan kemudian Iva mengabarkan  bahwa dia sudah hamil sekian bulan. Semakin  bertambah umur kandungannya semakin  sedikit cerita-cerita erotisnya. Ketika  kandungan sudah beranjak lebih dari 7  bulan,  dia bercerita bahwa mereka sudah tidak  pernah berhubungan seks lagi. Kadang-kadang  dia bercerita bahwa sesekali dia me- masturbasi-kan Ari, karena meskipun secara  klinis mereka masih boleh berhubungan seks  tapi mereka khawatir. Jadi Ari terpaksa  berpuasa. Sekian bulan kemudian lahirlah putra pertamanya, Iva mengabarkan kepadaku berita gembira itu. Kebetulan sekali perusahaanku  mempunyai kebijaksanaan adanya liburan akhir tahun selama dua minggu lebih. Sehingga aku  memutuskan untuk pergi ke Medan untuk  menjenguknya. Andy terpaksa tidak bisa ikut  karena dia sedang hangat-hangatnya  menyelesaikan tesisnya. Jadilah aku pergi sendirian ke Medan dan segera naik taksi menuju rumahnya. Rumah Iva adalah sebuah rumah yang besar untuk ukuran sebuah keluarga kecil. Rumah itu adalah hadiah dari  orang tua Iva yang memang kaya raya.  Letaknya agak keluar kota dan berada di  dekat area persawahan dengan masih  beberapa rumah saja yang ada di sekitarnya.  Ketika aku datang, di rumahnya penuh dengan  keluarga-keluarganya yang berdatangan  menjenguknya. Ari sedang menyalami semua  orang ketika aku datang. “Ratih, apa kabar? Sudah ditunggu-tunggu tuh! ” dia memelukku dengan hangat. Kemudian dia mengenalkanku kepada keluarga- keluarga yang datang. Aku pun menyalami  mereka satu persatu. Mereka ramah-ramah  sekali. Ari bercerita bahwa aku adalah saudara kembarnya Iva selama kuliah. Keluarganya  saling tersenyum dan berkomentar sana sini. Sekian saat berbasa basi, Ari segera  mengantarku masuk rumah dan langsung  menuju kamar Iva. Tampak Iva lebih gemuk dan di sampingnya tampak bayi lucu itu. “Iva sayang, apa kabar?” aku mencium  keningnya dan memeluknya hangat. “Sudah siap-siap begituan lagi ya?” aku  berbisik di telinganya yang dijawabnya dengan cubitan kecil di lenganku. “Sstt.. harus disempitin dulu nih!” dia  menjawab dengan berbisik pula sambil  menggerakkan bola matanya ke bawah, aku  tertawa. Singkat kata, hari itu kami isi dengan berbasa- basi dengan keluarganya. Aku akhirnya  menginap di rumahnya itu karena semua  keluarga menyarankan begitu. Iva dan Ari pun  tak keberatan. Aku diberi kamar yang besar di ujung ruangan tengahnya. Rumahnya  mempunyai 6  kamar besar dengan kamar mandi sendiri dan baru satu saja yang telah diisi  olehnya dan Ari. Hari itu sampai malam kami  isi dengan mengobrol di kamarnya menemani  sang bayi yang baru saja tidur. Sementara Ari menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai dosen  di ruang kerjanya. Akhirnya aku menyarankannya istirahat. “Sudah kamu istirahat dulu deh Va!” “He eh deh, lelah sekali hari ini aku! Kamu  masih suka melek sampai malam?” “Iya nih!” “Itu ada banyak film di rak! Masih baru lho!” “Oke deh! Sekali lagi selamat ya!” kucium  keningnya. Aku keluar kamar dan menutupnya perlahan.  Ari bercelana pendek dan berkaos oblong baru  saja keluar dari ruang kerjanya. “Mau tidur?” “Sebenarnya aku sudah lelah, tapi mataku  tidak bisa terpejam sebelum jam 2  malam nih!  Katanya punya banyak film?” “Itu di rak, buka aja!” “Oke deh!” Ari masuk kamar Iva. Kupilih satu film,  judulnya aku lupa, lalu kuputar. Beberapa saat  kemudian Ari keluar kamar dan tersenyum. “Masih dengan kebiasaan lama? Melek sampai  malam!” “He eh nih!” “Gimana kabarnya Andy?” “Dua bulan lagi selesai tesisnya! Terus kami  mau menikah, kalian datang ya!” “Oh pasti! Mau minum, aku buatin apa?” “Apa aja deh!” Sebentar kemudian Ari keluar dengan dua botol soft drink di tangannya. “Pembantu pada kelelahan nih! Jadi ini saja ya! ” “Makasih!” aku ambil satu dan meminumnya  langsung, rasanya segar sekali. “Kalo ada perlu aku lagi ngerjain proyek nih di  ruang kerja”, ketika Ari beranjak sekilas aku  melihat tatapan yang belum pernah kulihat  darinya, sekilas saja. “Oke, makasih!” Tak berapa lama aku melihat film itu, mataku  ternyata tidak seperti biasa, tiba-tiba terasa berat sekali. Aku segera matikan player itu,  berjalan ke depan ke ruang kerja Ari. “Ari, aku tidur dulu deh! sudah kumatiin  semua!” “Oke deh, istirahat dulu ya!” Aku segera masuk kamar, menutup pintu,  segera ganti baju dengan kaos tanpa bra dan  celana pendek saja dan langsung ambruk di  atas ranjang. Aku masih sempat mematikan  lampu dan menggantinya dengan lampu tidur  yang remang-remang. Aku langsung terlelap,  saat itu mungkin sekitar pukul satu dinihari. Tak terasa berapa lama aku tidur, ketika aku  merasakan sesuatu menindihku. Aku  terbangun dan masih belum sadar ada apa,  ketika seseorang menindihku dengan kuat.  Nafasnya terasa hangat memburu di wajahku.  Ketika sepenuhnya sadar aku tahu bahwa Ari  sedang di atas tubuhku dan sedang  menggeranyangiku dengan ganas, mengelus- elus pahaku dan mencoba mencium bibirku.  Beberapa lama aku tidak tahu harus  bagaimana. Jika aku berteriak, aku kasihan  pada Iva, jika sampai dia tahu. Selain itu sosok Ari telah kukenal dekat sehingga aku tak perlu menjerit untuk membuatnya tidak melakukan  itu. “Ar, kamu apa-apaan?” kataku sambil  mencoba mendorongnya dari tubuhku. “Bantulah aku Rat! Telah lama sekali!” sambil  berkata begitu dia terus menggeranyangi  tubuhku. Tangannya mendarat dengan mantap di atas  payudaraku dan meremas-remasnya. Jika saja  aku tadi masih memakai BH-ku mungkin  rasanya akan lain. Tapi kali itu hanya kain  kaos yang tipis saja yang memisahkannya  dengan tangannya. Selain itu samar-samar  kurasakan sesuatu yang mengeras menimpa  pahaku. Aku tidak asing lagi dengan benda itu.  batang kemaluannya telah tegang penuh.”Ari.. !” dia mencoba menciumku. Entah antara ingin  mengatakan sesuatu atau ingin menghindar,  aku malah menempatkan bibirku tepat di  bibirnya. Yang terjadi kemudian aku malah  membalas lumatannya yang ganas sekali.  Beberapa lama itu dilakukannya, cukup untuk  membuat puting susuku mengeras, yang  kuyakin dirasakannya di dadanya. “Kalo Iva tahu gimana dong?” “Ayolah sebentar saja tak akan membuatnya  tahu!” bisik Ari. Entah untuk mencari pembenaran atas  keinginan terpendamku atau mencoba untuk  terlihat tidak terlalu permisif akhirnya yang  keluar dari mulutku adalah, “Ar.. aku akan  melakukannya untuk Iva!” Seperti bendungan jebol, Ari langsung kembali  melumatku dengan ganas. Aku pun tampaknya memang telah terhanyut oleh perbuatannya,  sehingga langsung membalas lumatan bibirnya. Tampaknya dalam hal beginian Andy lebih  jagoan, dia bisa membuatku basah kuyup  hanya dengan ciumannya. Sedangkan Ari  tampak tersengat ketika aku langsung  membalas lumatan bibirnya dengan ganas. Beberapa lama kami melakukan lumatan- lumatan itu, kemudian Ari bangkit dari atas  tubuhku dan berlutut di antara pahaku. Dia  kemudian menarik kaosku ke atas tanpa  melepasnya dari tubuhku sehingga payudaraku terbuka, terasa dingin oleh AC. Beberapa saat kemudian aku merasakan jemarinya kembali  meremas-remasnya perlahan, bukan itu saja  kemudian aku merasakan bibirnya mendarat  dengan mulus memilin-milin puting susuku  yang kurasakan semakin mengeras. Tapi  sebenarnya sebagian kecil tubuhku masih  menolak perbuatannya itu, mengingat  kedekatanku dengan Iva. Meski begitu  sebagian besar lainnya tak bisa menolak  rangsangan-rangsangan itu. Beberapa saat Ari bermain-main dengan  puting dan gundukan payudaraku. Kemudian dia bangkit dan menarik lepas celana pendek dan  celana dalamku. Dengan segera aku merasakan tangannya membuka kedua pahaku dan  sebentar kemudian kurasakan jemarinya  menyapu permukaan liang kemaluanku. Ujung- ujung jemarinya mengelus-elus klitorisku  dengan cepat, cukup cepat untuk membuat  rangsangan bagiku. Walau begitu tetap saja  gelitikannya semakin merangsangku. Tak berapa lama dia kembali berhenti. Sekali  lagi dalam hal pemanasan ini Andy masih lebih  baik dibandingkan Ari. Dalam keremangan, aku  melihatnya berdiri dan menarik celana pendek  dan kaos oblongnya sehingga Ari akhirnya  telanjang bulat. Justru di sinilah nafsuku  langsung naik dengan sangat cepat demi  menyaksikan tubuhnya di dalam keremangan  lampu tidur di kamar itu. Sesuatu di tengah  tubuhnya langsung membakarku, batang  kemaluan yang sedang tegang dan tampak  sedikit melengkung ke atas. Bentuknya yang  gemuk, panjang dan berkepala bonggol itu  langsung menggelitikkan rasa terangsang  yang amat sangat mengalir dari mata dengan  cepat langsung menggetarkan selangkanganku. Aku segera saja merasa gelisah dan tak sabar. “Ar.. Ke sini deh!” Dengan bertelanjang bulat, Ari berjalan  mendekat kepadaku dan naik ranjang, langsung berlutut di samping tubuhku, batang  kemaluannya yang tegak itu tampak jauh lebih besar jika dilihat dari baliknya. “Ada apa Rat?” “Kadang-kadang aku punya impian yang  bahkan Iva pun tak tahu apa itu?” “Apa coba?” “Jangan diketawain ya. Iva sering bercerita  tentang ini! Dan kadang-kadang timbul  keinginan untuk sekedar memandangnya”,  sambil berkata begitu kuraih batang  kemaluannya itu dan kugenggam erat batang  dan sebagian kepalanya sehingga seperti kalau sedang memegang persneling mobil. Ari  tampak sedikit gugup ketika genggamanku  mendarat mulus di batang kemaluannya tanpa  diduga-duga olehnya. Tubuhnya seperti  terdorong ke belakang sedikit sehingga  semakin mengangkat posisi batang  kemaluannya dari posisi berlututnya.  Beberapa saat aku merasakan kerasnya  batang kemaluannya itu. Pantas sekali kalau Iva begitu membangga- banggakannya. Dan emang selisih tiga centi  terasa sekali secara visual. “Nih sudah, kamu boleh apain aja deh! Oh ya  Iva sudah cerita apa saja ke kamu?” “Banyak pokoknya!” “Kalo sama punya Andy?” “No comment deh!” nada bicaraku agak  mendesah. Ari tersenyum dan bangkit dari sampingku  terus membuka pahaku dan mulai mengambil  posisi. Ketika bangkit aku melihat pinggulnya  seperti bertangkai oleh cuatan batang  kemaluannya itu. Dia memandangku sebentar,  kubalas dengan pandangan yang sama. “Pelan-pelan ya Ar!” “Lho, sudah pernah khan?” “Iya, tapi..” “Tidak segini ya?” Dia kembali tersenyum. Aku cuma tersenyum kecut demi ketahuan  kalau punya Andy tidak sebesar punyanya.  Perlahan-lahan Ari mengangkat kedua pahaku  dan menyusupkan lututnya yang tertekuk di  bawahnya sehingga ketika dia meletakkan  pahaku kembali keduanya menumpang di atas  paha atasnya yang penuh rambut. Dengan  posisi seperti itu selangkangannya langsung  berhadapan dengan selangkanganku yang agak  mendongak ke atas karena posisi pahaku. Aku  hanya bisa menunggu seperti apakah rasanya.  Aku merasakan perlahan-lahan Ari membuka  sekumpulan rambut kemaluanku yang rimbun di bawah sana dan beberapa saat kemudian  sesuatu yang tumpul menggesek-gesek daging di antara sekumpulan itu dengan gerakan ke  atas dan ke bawah menyapu seluruh  permukaannya, dari klitoris sampai ke lubang  kemaluanku. Rasa terangsangku segera  memuncak kembali merasakan sensasi baru  itu. “Ayolah Ar, keburu bangun!” “Ini baru jam 3.15? “Iya siapa tahu?” Perlahan-lahan aku merasakan gesekan kepala  batang kemaluannya tadi berhenti di area  dekat lubangku tepat pada posisi membuka  bibir-bibir labiaku sehingga langsung  berhadapan dengan lubang di bawahnya itu.  Sesaat kemudian sesuatu yang besar dan  tumpul serta hangat menyodoknya perlahan- lahan. Tanpa hambatan yang terlalu kuat,  kepalanya langsung masuk diikuti batangnya  perlahan-lahan. Aku segera merasakan nikmat  akibat gesekan urat-uratnya itu di dinding  lubang kemaluanku. Sampai tahap ini  sebenarnya rasanya tidak beda jauh dari  punya Andy, walaupun tidak sepanjang punya  Ari ini tapi cukup gemuk. Tapi semakin lama  tubuhku segera bereaksi lain ketika batang itu mulai masuk semakin dalam. Dan ketika  semuanya masuk ke dalam, aku segera  merasakan rasa nikmat yang amat sangat  ketika ujung kepala batangnya itu mentok di  dinding bagian dalam liang kemaluanku. Aku  segera mencari lengannya dan  mencengkeramnya erat. Ari berhenti sesaat dan menarik nafas  panjang sekali. “Rat.. Ini yang kucari!” Ari berbisik perlahan  sekali tapi cukup terdengar olehku. Kutahu  apa yang dimaksudnya. Sesuatu yang sanggup  menelan semua panjang batangnya itu. Ari  tidak segera bergerak tapi seperti menggeliat  dalam tancapan penuh batang kemaluannya ke dalam liang kemaluanku itu. Tampaknya reaksi  dari bagian yang belum pernah tertelan itu  sangat mempengaruhi dirinya. Dia bahkan  belum bergerak sampai sekian puluh detik ke  depan, wajahnya tertunduk, kedua tangannya  mencengkeram pinggulku, meraih-raih  pantatku dan meremas-remasnya dengan  ganas cenderung kasar. Dengan sedikit nakal,  aku mencoba mengejan, mengkontraksikan  otot-otot di sekeliling selangkanganku. Walaupun terasa penuh oleh masuknya batang kemaluannya itu aku mulai bisa melakukan  kontraksi itu dengan teratur. Tak terlihat tapi efeknya luar biasa. Aku merasakan kedua  tangannya dengan liar memutar-mutar,  meremas dan mencengkeram bongkahan  pantatku, pastinya karena reaksi dari apa  yang kulakukan pada batangnya itu. Dia  segera ambruk di atas tubuhku dan segera  mengambil posisi menggenjot, kedua  tangannya diletakkan di antara dadaku, salah  satunya menyangkutkan paha kananku  sehingga mengangkat selangkanganku ke atas  sedangkan paha kiriku otomatis terangkat  sendiri. Paha kanannya masih tertekuk  sedangkan kaki kirinya diluruskannya ke  bawah sehingga mempertegas sudut tusukan  batang kemaluannya di liang kemaluanku. Dia mulai mencabut batang kemaluannya yang beberapa lama tadi masih tertancap penuh di  dalam tubuhku dan belum sampai tiga  perempat panjang batangnya keluar, dia  langsung menghujamkannya dengan kuat ke  bawah sehingga menekan kuat area ujung  rahimku. Kemudian ditariknya lagi dan  ditusukkannya kembali. Mulailah terasa beda  pengaruh panjangnya terhadap kenikmatan  yang kurasakan. Hal ini mungkin dikarenakan  bidang gesekan satu arahnya yang panjang dan lebih lama sehingga mengalirkan kenikmatan  yang lebih kuat pula. “Arr..! Jangan kuat-kuat..!” tapi sebenarnya  aku sangat menikmatinya. Ari tampaknya tak peduli, dia terus saja bergerak-gerak dengan  kuat dan semakin cepat. “Oh.. Rat.. Ratih!”  dia terus menggenjot dan tak terasa begitu  cepat 5  menit yang pertama terlewati dan dia masih tangguh saja memompa liang  kemaluanku. Benar kata Iva. Pagi itu tak ada  seorang pun yang bangun dan terjaga, tapi  kami berdua malah sedang mencoba mendaki  dengan alasan yang berbeda. Kalau Ari karena  tak tahan menunggu Iva berfungsi kembali  sedangkan aku karena ingin saja. Sekitar  sekian saat setelah 5  menitnya yang ketiga,  aku jebol. Gesekan urat-urat batang  kemaluannya itu meledakkan tubuhku dengan  kuat sehingga membuatku menjepitkan pahaku ke tubuhnya. Bukan itu saja senam yang  teratur yang aku ikuti ternyata berguna pada  saat itu. Tepat pada puncaknya kutahan kontraksi di  liang kemaluanku dan sekuat tenaga  kupertahankan agar tidak segera meledak.  Sesaat aku merasakan aliran arus balik di  tubuhku tapi tidak lama jebol juga sehingga  dibawah genjotan cepatnya aku merasakan  tiba-tiba seperti melayang di angkasa luas  tanpa batas. Tubuhku kaku, kejang, nafasku  memburu dan keluar tertahan-tahan  bersamaan dengan keluarnya bunyi-bunyian  yang tidak jelas nadanya dari bibirku. “Ohh.. eehh.. hmm.. Ar.. yang kuat!” Mungkin  gabungan antara suara dari bibirku dan  mungkin cengkeraman-cengkeraman kuat dari  dinding-dinding liang kemaluanku, segera  membuatnya bergerak cepat dan kuat sekali.  Aku tidak pernah merasakan kekuatan sekuat  dan setahan itu dari Andy. Tubuhku kejang  sampai dia menyelesaikan 5  menitnya yang  keempat dan masih terus bergerak mantap.  Sampai orgasmeku mereda aku merasakan  gerakannya semakin cepat dan kuat dan belum sampai pertengahan 5  menitnya yang kelima,  Ari pun jebol juga. Posisi kami selama itu masih belum berubah,  tapi ketika dia mau menyelesaikan genjotan- genjotan terakhirnya dia menggerakkan  tubuhku ke kiri sehingga menggerakkan  seluruh tubuhku miring ke kiri dan paha  kananku tepat menumpang di atas dadanya  sedangkan paha kiriku berada di antara kedua  pahanya. Ketika posisinya pas, dia langsung  bergerak cepat. Dalam posisi itu ternyata  rasanya lain karena yang menggesek dinding  lubang kemaluanku pun dinding yang lain dari  batang kemaluannya. Tapi orgasmeku yang  pertama rasanya terlalu kuat untuk diulangi  dalam waktu sedekat itu, sehingga meskipun  rasanya memuncak lagi tapi ketika aku  merasakan semprotan-semprotan panas  seperti yang diceritakan Iva kepadaku itu aku  belum bisa meraih orgasmeku yang kedua. “Hoohh.. Hooh.. Hoo.. Rat..Ratih!” Ari  bergerak-gerak tak teratur dan hentakan- hentakannya ketika orgasme itu tampak liar  dan ganas tapi terasa nikmat sekali bagiku.  Aku memegang kedua lengannya yang  berkeringat sampai dia menyelesaikan  orgasme itu. Sesekali aku mengusap wajahnya  dengan lembut. Beberapa lama tubuhku kaku  karena posisi kaki-kakiku itu, sampai akhirnya  dia ambruk di samping kiriku. Batang  kemaluannya tercabut dengan cepat dan  semuanya itu membuat posisi kembaliku agak  terasa linu, terutama di paha bagian dalamku. Kami terdiam dalam pikiran masing-masing.  Aku telentang sedangkan Ari tengkurap di  sampingku basah kuyup oleh keringat. Tiba- tiba terdengar bunyi sesuatu perlahan-lahan  dari balik pintu kamar. Tiba-tiba Ari panik dan  segera mengenakan celana pendek dan  kaosnya. Batang kemaluannya meskipun sudah lemas tapi masih belum seluruhnya lemas  sehingga tampak menggunduk di celana  pendeknya. Aku melirik jam, sudah hampir jam  4  pagi. Ari dengan sedikit tertatih-tatih  berjalan perlahan tanpa suara ke arah pintu  kamarku, membukanya perlahan dan sebelum  keluar sempat melihatku sejenak dan  tersenyum. Tinggallah aku sendiri di kamarku dan aku  mencari-cari celana pendekku dan segera  mengenakannya. Aku terus menarik kaosku ke bawah sehingga menutupi payudaraku yang  pasti penuh pagutan-pagutan merah. Dan  dengan sisa-sisa tenaga mencoba merapikan  sprei yang terasa lembab di tanganku.  Mungkin karena lelahnya aku kembali terlelap  dan terbangun hampir jam 10.00  pagi. Singkat  kata hari itu kuselesaikan segala urusan di  Medan. Rasanya tak ada hambatan dengan  segala hal yang terjadi. Iva biasa-biasa saja  tidak terlihat seperti curiga, bahkan wajah  cerianya tampak sedih ketika pada hari ketiga aku terpaksa harus pamit untuk pulang. Ari  mengantarku ke bandara dan sebelum aku naik  ke pesawat sempat Ari mengucapkan terima  kasih. Aku membalasnya dengan terima kasih  juga sambil tak lupa tersenyum manis penuh  arti. Sampai tiga bulan setelah aku meninggalkan  Medan, tiba-tiba Iva mengirimiku email yang  menyentakku, isinya begini, “Rat, sebenarnya  aku tidak ingin menyinggung-nyinggung soal ini tapi akhirnya agar kamu tahu terpaksa deh  aku ungkapin. Tidak tahu aku harus  mengucapkan terima kasih atau malah  mencaci kamu. Kamu tega deh, di saat puncak  kebahagianku kamu malah melakukannya  dengan Ari. Aku tahu bukan kamu yang  memulai, dan aku tahu sekali kamu tidak akan  mau melakukannya jika tanpa sesuatu sebab.  Sebenarnya aku kasihan juga sama Ari,  bayangkan hampir dua bulan terakhir sebelum  aku melahirkan, dia tidak pernah  melakukannya, meskipun hanya sekedar  masturbasi. Belum lagi ditambah dua bulan  setelah aku melahirkan aku masih belum bisa  melayaninya. Dan aku tidak menyalahkannya  jika akhirnya dia memintamu melakukannya.  Dan jika akhirnya kamu terpaksa melayaninya, kuucapkan terima kasih telah menggantikanku. Mungkin itu saja deh Rat, yang perlu untuk  kamu ketahui. Aku tidak tahu harus  bagaimana tapi sudah deh segalanya sudah  terjadi, mohon jangan mengulanginya lagi ya!  Please! Aku sudah omong-omong tentang ini  sama Ari dan dia menangis habis-habisan  menyesalinya. Oke, udahan dulu ya. Bales ya  secepatnya!” Iva. “NB: sedikit nakal, kok sekarang Ari jadi ganas gitu sih? Kalo ini karena kamu makasih ya!  Terakhir, bagaimana dia melakukannya? Hi.. hi.. hi Jangan khawatir aku tetap sahabatmu.” Berhari-hari setelah itu aku kebingungan  mempertimbangkan apa yang harus kulakukan  terhadap ini, sampai akhirnya aku harus  menjawab juga. “Iva sayang, hanya maaf yang bisa aku  mohonkan ke kamu. Aku tidak ingin membela  diri, aku salah dan aku janjikan itu tidak akan  terulang lagi. Jika ada yang bisa aku lakukan  untuk menebusnya? Katakan saja kepadaku!  Aku tidak punya lagi kata-kata apapun, jadi  sekali lagi maaf ya!” Ratih “NB: tentang yang ganas-ganas itu aku tidak  tahu tanya aja sama dia, tapi kalo tentang  pertanyaan yang kedua, jawabannya secara  jujur ya iya. Mohon maaf sekali lagi!” Email balasanku pagi itu terkirim, sorenya  langsung dibalas dan isinya, “Ratih, Oke deh.  Meskipun agak sakit, kita kubur jauh-jauh  peristiwa itu. Kapan kamu menikah? Kabarin  lho! Aku punya ide (agak liar), supaya  setimpal, gimana kalo nanti pas kamu  mengalami saat-saat yang sama kayak aku,  boleh dong aku mbantuin Andy? He.. He.. He.. ( gambar tengkorak lagi tertawa!)” Iva Nah loh! Akhirnya memang begitu yang terjadi  setahun kemudian, jadi kedudukanku dengan  Iva menjadi 1-1.
bercinta dengan kakak ipar
Kejadian ini berlangsung kira-kira 2  tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu mertua untuk mengambil  suatu barang  di rumah kakak ipar perempuanku sekalian menengok dia  karena sudah lama tidak ketemu. Kakak iparku ini (sebut saja namanya  Ina) memang tinggal sendirian, walaupun sudah kawin tetapi belum  punya anak dan saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang  kerja di kota lain. Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19 :00  dan  langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tak lama  kemudian Ina muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang  malam ini. “Ayo Yan, masuk…, langsung dari kantor?,  Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Ina tinggal sendiri jadi  harus hati-hati”, Sambutnya. Ina malam itu sudah memakai daster tidur  karena toh yang bakalan datang juga masih terhitung adiknya, daster  yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan model  tangan ‘you can see’. Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil  duduk bersebelahan di sofa ruang tengah. Selama ngobrol, Ina sering  bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. Setiap  dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja  aku mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan  kedua payudaranya secara utuh karena Ina tidak memakai BH lagi dibalik  dasternya. Ina memang lebih cantik dari istriku, tubuhnya mungil  dengan kulit yang putih dan rambut yang panjang tergerai. Walaupun  sudah kawin cukup lama tapi karena tidak punya anak tubuhnya masih  terlihat langsing dan ramping. Payudaranya yang kelihatan olehku,  walaupun tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat.  Melihat pemandangan begini terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir  jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba kusergap dan tindih Ina di sofa sambil berusaha menciumi bibirnya dan meremas-remas  payudaranya. Ina kaget dan menjerit, “Yan, apa-apaan kamu  ini!”. Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak,  menampar, mencakar dan menendang-nendang. Tapi perlawanannya  membuat birahiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu  pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangsang. “Breett…”, daster bagian atas kurobek ke  bawah sehingga sekarang kedua payudaranya terpampang dengan jelas.  Putingnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan kulitnya  yang putih bersih. Ina terlihat shock dengan kekasaranku,  perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya berusaha menutup  dadanya yang terbuka. “Yan…, ingat, kamu itu adikku…”, rintihnya  memelas. Aku tidak mempedulikan rintihannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke bawah sekaligus dengan  celana dalamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya. Sekarang  dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu  hitam yang terawat baik. Setelah berhasil menelanjangi Ina, kulepaskan  pegangan pada dia dan berdiri di sampingnya sambil mulai melepaskan  bajuku satu persatu dengan tenang. Ina mulai menangis sambil  meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba menutupi  badannya dengan kedua tangannya. Saat itu pikiranku mulai jernih  kembali menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku  merasa tidak bisa mundur lagi dan aku putuskan untuk berlaku  lebih halus. Setelah aku sendiri telanjang, kubopong tubuh  mungil Ina ke kamarnya dan kuletakkan dengan lembut di atas ranjang. Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi  payudara dan vaginanya, kemudian aku mulai menindih badannya. Ina  tidak melawan. Ina memalingkan muka dengan mata terpejam dan  berurai air mata setiap kali aku mencoba mencium bibirnya. Gagal  mencium bibirnya, aku teruskan menciumi telinga, leher dada dan  berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas payudara satunya  lagi. Ina tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibirku lebih ke  bawah, perut dan vaginanya sambil merentangkan pahanya  lebar-lebar terlebih dahulu. Aku mulai dengan menjilati dan menghisap  clitorisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan  istriku). Ina mulai bereaksi. Setiap kuhisap clitorisnya Ina mulai  mengangkat pantatnya mengikuti arah hisapan. Kemudian dengan lidah, kucoba membuka labia  minoranya dan memainkan lidahku pada bagian dalam liang senggamanya.  Tangan Ina mulai meremas-remas kain sprei sambil menggigit  bibir. Ketika vaginanya mulai basah kumasukkan jari menggantikan  lidahku yang kembali berpindah ke puting payudaranya. Mula-mula  hanya satu jari kemudian disusul dua jari yang bergerak keluar masuk  liang senggamanya. Ina mulai berdesah dan memalingkan mukanya ke  kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian aku tarik  tanganku dari vaginanya. Merasakan ini, Ina membuka matanya (yang  selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak  berani ngomong. Aku segera merubah posisi badanku untuk segera  menyetubuhinya. Melihat posisi ‘tempur’ seperti itu, pandangan matanya  berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya. Kuarahkan penisku  ke bibir vaginanya yang sudah berwarna merah matang dan sangat  becek itu. Secara perlahan penisku masuk ke liang senggamanya dan Ina  hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba tangan Ina bergerak memegang sisa  batang penisku yang belum sempat masuk, sehingga penetrasiku  tertahan. “Yan, kita tidak boleh melakukan hal ini…”,  Kata Ina setengah berbisik sambil memandangku. Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali  tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya birahi yang tertahan.  Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh  pembenaran atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya. “Tidak apa-apa ‘Na, kita kan bukan saudara  kandung, jadi ini bukan incest”, Jawabku. “Nikmati saja dan lupakan yang lainnya”. Mendengar perkataanku itu, Ina melepaskan  pegangannya pada penisku yang sekaligus aku tangkap sebagai instruksi  untuk melanjutkan ‘perkosaannya’. Dalam ‘posisi standard’ itu  aku mulai memompa Ina dengan gerakan perlahan, setiap kali penisku  masuk, aku ambil sisi liang senggama yang berbeda sambil  mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini aku tahu bahwa bagian  paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang  kemudian menjadi titik sasaran penisku selanjutnya. Strategi ini ternyata cukup efektif karena  belum sampai dua menit Ina sudah orgasme, tangannya yang asalnya  hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantatku. Ina dengan  kedua tangannya berusaha menekan pantatku supaya penisku masuk  semakin dalam, sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan  pantatnya untuk membantu semakin membenamnya penisku itu. Untuk  sementara kubiarkan dia mengambil alih. “sshh…, aahh”, rintihnya berulang-ulang  setiap kali penisku terbenam. Setelah Ina mulai reda, inisiatif aku ambil  kembali dengan merubah posisi badanku untuk style ‘pumping flesh’  untuk mulai memanaskan kembali birahinya yang dilanjutkan dengan  style ’stand hard’ (kedua kaki Ina dirapatkan, kakiku terbuka dan  dikaitkan ke betisnya). Style ini kuambil karena cocok dengan cewek  yang bagian sensitifnya seperti Ina dimana vagina Ina tertarik ke atas oleh gerakan penis yang cenderung vertikal. Ina mengalami dua  kali orgasme dalam posisi ini. Ketika gerakan Ina semakin liar dan juga aku  mulai merasa akan ejakulasi aku rubah stylenya lagi menjadi ‘ frogwalk’ (kedua kaki Ina tetap rapat dan aku setengah berlutut/ berjongkok). Dalam posisi ini setiap kali aku tusukkan penisku, otomatis  vagina sampai pantat Ina akan terangkat sedikit dari permukaan kasur  menimbulkan sensasi yang luar biasa sampai pupil mata Ina hanya  terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan erangan bukan  rintihan lagi. “Na, aku sudah mau keluar. Di mana  keluarinnya?”, Kataku sambil terus memompa secara pelan tapi dalam. “ddi dalam saja…, di dalam saja, aahh…, jangan pedulikan”, Ina mejawab ditengah erangan kenikmatannya. “Aku keluar sekarraang…”, teriakku. Aku tekan vaginanya keras-keras sampai  terangkat sekitar 10  cm dari kasurnya dan cairan kenikmatan tersemprot  dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan  dunia. “Jangan di cabut dulu Yan…”, bisik Ina. Sambil mengatur napas lagi, aku rentangkan  kembali kedua paha Ina dan aku pompa penisku pelan-pelan dengan  menekan permukaan bawah vagina pada waktu ditarik. Dengan cara ini  sebagian sperma yang tadi disemprotkan bisa dikeluarkan lagi sambil  tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Ina menjawabnya dengan  hisapan-hisapan kecil pada penisku dari vaginanya “Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Ina?”,  tanyanya sambil memeluk pinggangku. “Kamu sendiri rasanya gimana?”, aku balik  bertanya. “Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu  berubah memperlakukan Ina dengan lembut tiba-tiba birahi Ina  terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum pernah Ina rasakan  selama ini termasuk dari suami Ina”, Jawabnya. Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang kusetubuhi Ina sekali lagi, kali  ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku ‘memelihara’ kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang sudah tidak mempedulikannya lagi. Ina tidak pernah  menuntut lebih karena istriku adalah adiknya dan aku membalasnya dengan  menjadikan ‘pendamping tetap’ setiap aku pergi ke luar kota atau ke  luar negeri.
8.18.2010
bercinta dengan suami tetanggaku
Tetangga baruku, sepasang suami istri, baru  pindah. Sebagai tetangga yang baik, aku  berkunjung dan berkenalan dengan mereka.  Pasangan itu menyenangkan. Suaminya, mas  Bayu, yang kelihatannya jauh lebih tua dari  istrinya, mbak Ana yang sepertinya  sepantaran dengan aku. Keduanya ganteng  dan cantik, jadi serasi kelihatannya walaupun  beda umurnya jauh. Sebentar saja aku akrab  dengan mereka, aku sering menemani mbak  Ana kalo dia pergi belanja bulanan atau pergi  ke mal untuk membeli pakaian dsb. Karena  akrab dengan mbak Ana, otomatis akupun  akrab dengan mas Bayu. Kami sering pergi ber  3  kalo liburan. mereka belum punya anak  walaupun sudah hampir 2  tahun menikah.  Suatu hari mbak Ana pulang ke rumah ortunya  di kota lain. Tinggallah mas Arman sendiri di  rumah, pembantu mereka hanya bekerja pagi  sampai siang, kemudian pulang. Sore itu, aku  meminjam motor mas Bayu untuk ke  supermarket. mas Bayu nitip dibelikan  keperluan dapur yang kurang. Sepulang dari  supermarket, aku tidak langsung pulang tapi  ikutan nonton dvd yang baru disewa mas  Bayu. “Nes, kamu bisa mijit, badanku pegel2 nih”,  pinta mas Bayu. “Bisa mas dikit2 tapi ya  tidak seahli tukang pijit beneran”, jawabku. “ Emangnya ada tukang pijit boongan”, goda  mas Bayu sambil mengajakku masuk  kamarnya. Aku jadi menebak2  mas Bayu  pengen dipijit atau mijit aku nih, tapi kuturuti  ajakannya masuk kamarnya. Mas Bayu  berbaring telungkup di ranjang dan aku mulai  memijit kakinya, mulai dari telapak kaki  sampai ke paha. Otot kaki dan pahanya keras,  artinya mas Bayu cukup sering berolahraga. “ Mas suka olahraga ya, ototnya kenceng gini”,  kataku. “Iya Nes, suka fitnes, mau ikutan?” tanyanya. “Boleh,  kapan mas Bayu fitnes, Ines ikutan ya”,  jawabku. Aku sengaja memijat bagian paha  sebelah dalam, sekalian untuk ngetes mas  Bayu punya udang dibalik bakwan gak. “ Aduh  Nes enak tapi geli,” katanya setiap kali  kusentuh paha sebelah dalam. Dia  mengangkangkan pahanya dan sesekali  kusenggol selangkangannya, terasa ada  sesuatu yang keras didalamnya. Rupanya dia  udah mulai terangsang dan ngaceng. Pijatan  beralih ke pantat dan punggungnya. Bagian ini masih tertutup celana pendek dan kaosnya. “Mas enaknya kaosnya  dibuka deh supaya mijetnya bisa tuntas”,  kataku dan dia langsung melepas kaosnya dan  kembali telungkup. Punggungnya juga berotot.  Pijatanku mulai dari bagian bahu. Aku  mengambil posisi mengangkangi badannya.  Setelah bahu dan punggung, kini pijatanku  mengarah ke bongkahan pantatnya. Mulanya  aku memijat dari luar celananya, tapi gak bisa  tuntas. “Mas, celananya mengganggu nih”,  kataku. “Dilepas aja ya Nes”, jawabnya sambil langsung melepas celana pendeknya.  Sekelebat tampak k ontolnya menonjol sekali  dibalik cdnya, kelihatannya besar dan panjang dan sudah keras sekali. Dia kembali  menelungkup. Pijatan mulai mengeksploitir  bagian pantat dan pangkal paha. Jariku memijit  belahan pantatnya dan hampir menyentuh biji  pelernya. Mas Bayu sepertinya tidak perduli  dengan jamahanku,. Selesai dengan pantatnya, aku minta dia telentang. Benar penglihatanku,  k ontolnya besar dan panjang sampai  kepalanya nongol dari bagian atas cdnya. “Ih  mas Bayu, ngaceng ya”, katm manja sambil  menduduki k ontolnya. Terasa sekali k ontol itu mengganjal pantatku. Aku mulai  lagi dari bahu, untuk melemaskan bagian itu.  Perlahan-lahan lalu turun ke bawah kedadanya. Dia hanya tersenyum saja memandangi  wajahku. “Kamu cantik sekali Nes”, katanya  merayu, sepertinya dia sudah tidak bisa  mengendalikan napsunya. Aku sengaja  menggeser2  pantatku di k ontolnya. Pentilnya tampak mengeras, dan sesekali kupilin. Aku  minta dia menarik nafas ketika kupilin  pentilnya lalu pelan-pelan menghembuskannya. “Nes”, lenguhnya. “Kenapa mas, sakit ya  pijitan Ines”. “Enggak sakit kok Nes, merinding semua badanku”. Setelah puas memlintir pentilnya aku mulai  turun ke perut. Perutnya kencang dan tidak  berlemak, kepala k ontolnya yang nongol dari  atas cdnya seakan mengundangku untuk  meremasnya. Aku juga terangsang  melihatnya. Aku lalu menekan bagian bawah  perutnya untuk kosorong keatas. Dari perut  aku mulai menelusur bawah sampai menyentuh kepala k ontolnya. Dia memejamkan mata sementara aku terus memijit lembut dipangkal paha sampai keselangkangannya sambil  sesekali menyenggol k ontolnya dengan  menggosokkan punggung tangannya kek  ontolnya. “Nes, kamu udah sering ngeliat k  ontol ya”, katanya to the point. Aku kaget  juga atas pertanyaannya. “Belum mas, baru  pertama kali ini, besar ya”, kataku berbohong.  “Kalau mau liat, turunin aja cd ku”, katanya  lagi. Perlahan jari kuselipkan di karet cdnya  dan menurunkan cdnya perlahan2  sampai lepas. Nongollah k ontolnya yang berdiri tegak, besar dan  panjang dengan bulu rambut yang lebat  bersambung sampai kepusar dan dada. “ Pegang” katanya singkat dan akupun menuruti sambil mengusap pelan-pelan. Tangannya mulai berkeliaran, membuka baju kaosku, bra  kemudian celana pendek gombrangku. Tinggal  CDku yang belum kulepas. Aku dibaringkannya dan kemudian dia melumat bibirku, dan terus  menjilat sampai ke toketku yang besar dengan pentil yang merah coklat. Saat dia mengulum  toketku, aku mulai menggelinjang apalagi  jarinya mulai menerobos CDku dan dengan lembut menggosok bibir n onokku. Aku  bergetar sambil berdengus pendek “Uh..uuh.. uuhh..”. CDku kemudian dilorotkan dan  dibukanya pahaku lebar-lebar. Dia tertegun  melihat bibir n onokku yang tipis memerah  yang diselimuti jembut yang lebat. “Nes,  jembut kamu lebat sekali ya. Pasti napsu  kamu besar ya. Kamu pernah nge ntot Nes”,  tanyanya. Aku diem saja karena sudah sangat terangsang akibat jilatannya diselangkangku.  “Mas”, aku mendesah ketika lidahnya mulai beroperasi ketengah-tengah n onoknya.  Gerakan refleksku menarik paha keatas dan  posisi yang kian membuka menambah leluasa  lidahnya bekerja lebih dalam ken onoknya.  Cairan n onokku mulai tumpah membuat dia  tambah ganas, dan mulai menyedot keras i  tilku. Ujung lidahnya bermain lincah, dalam,  menelusuri menggesek permukaan dalam n  onokku membuat aku tambah bergetar  menahan rangsangan kenikmatan. “Uh..uuhh.. uuuhhh..” eranganku tambah keras dan pahaku  menjepit keras kepalanya dengan kaki yang  melingkar kepunggungnya. Dia memutar  tubuhnya pelan sambil terus menyedot n onokku. Posisi  69 , aku disuruhnya mengulum kepala k  ontolnya yang besar itu. Lidahku mulai  bermain diantara belahan kepala k ontolnya.  Kami berpacu terus dengan posisi 69  sampai “ maas…uuuuhhhh..”, badanku menggelinjang  hebat sambil mengerang keras dengan suara  tertahan karena kepala k ontolnya masih  terbenam dalam mulutku. Aku dah nyampe dan kulepaskan k ontolnya dari mulutku. Mas Bayu masih telentang dengan k ontolnya  masih tegak karena belum tuntas. Dia  menyuruhku naik keatas perutnya. “Mas, Ines  belum pernah”, kataku berbohong lagi. “Ayo  aku ajarin”, jawabnya. Dia berbaring dengan  bantal 3  susun dipunggung dan kepalanya  sambil menyuruh aku duduk diatas k ontolnya  yang sengaja diposisikan kearah pusar. Aku  duduk mengangkang dengan bibir n onok  menempel dik ontolnya, aku mulai  menggerakan pantatnya maju mundur  perlahan. “Ah..nikmatnya Nes, aku masukin  ya..”gumamnya sambil menahan kenikmatan  karena goyangan pantatku. Beberapa saat  kurasa cairan n onokku mulai mengalir  membasahi k ontolnya, aku makin terangsang.  Gesekanku makin menggila membuat aku  tersentak-sentak saking nikmatnya. Dia mulai meremas2  toketku yang montok. “Isap ..mas”  dan dia melengkungkan badannya berusaha  mengulum toketku. “Uuuhhh..uuuuhhh..,  terussss maas…”pintaku sambil bertambah  cepat menggesek n onokku kek ontolnya.  Lebih dari 15  menit kemudian aku mengerang  tersendat kenikmatan. Dia tau aku akan  nyampe lagi, “Ayo putar badanmu” dan  secepatnya aku berbalik dengan n onokku  menantang didepan mulutnya. Dia menarik  pantatku dan lagi-lagi disedotnya bibir n onokku sambil sesekali lidahnya dijulurkan  mengilik i tilku. k ontolnya Ttrbenam lebih dari separuh dimulutku, kepalaku turun naik  mengocok k ontolnya dalam mulutku. Erangan  tertahan dan desahan kenikmatan mengiringi  puncak permainan. Tiba-tiba aku menekan  pantatku kuat-kuat kemulutnya sambil  mendesah panjang dengan k ontolnya  dimulutku …”Maas..ooohh”. Diapun demikian,  dikepitnya kepalaku dengan kakinya …dan  …creet..creet..creeettt… pejunya ngecret  semuanya dimulutku. “Mas, belum dimasukin udah nikmat gini ya, apalagi kalo dimasukin”, desahku. “ Kamu mau dimasukin Nes, udah pernah belon,  kayanya sih udah ya”, jawabnya. “Sama siapa  Nes, tapi itu gak penting deh, gak usah  dijawab”, katanya lagi. “Yang penting malem  ini kita berbagi kenikmatan ya”. “Mas Ines  laper”. “Ya udah, kita mandi dulu, terus baru  cari makan malem”. Dikamar mandi, kita saling menyabuni. k ontolnya ngaceng lagi, kukocok2  k ontolnya pelan2.  “Mas k ontolnya besar  banget sih”. “Pernah ngerasain yang besar  begini Nes”. “Belum, yang kecil juga belum  kok”. Sepertinya dia tau bahwa aku kembali  berbohong tapi dia tidak menanyakan lebih  lanjut. Selesai mandi, aku memakai pakaianku  kembali dan pulang dulu kerumahku untuk ganti pakaian dulu. Aku memakai kaos ellipsoidal  merah dengan celana gombrang khaki.  Kemudian aku pergi dengannya ke warung  didepan komplex untuk cari makan malam. Selesai makan malam, kita kembali  kerumahnya lagi. Mas Bayu memutar blur biru. Dengan 2  bantal besar diatas karpet tebal  kami berdua duduk berdampingan sambil  nonton film. Permainan panas di blur itu  membuat aku mulai bergerak menempel  kebadannya dan kemudian rebah diatas  pahanya. Dia mengulum bibirku dengan lembut  sambil tangannya mulai bergerak dengan  sentuhan halus ke toketku yang tanpa bra itu. Aku menggelinjang saat dia mulai agresif  memainkan pentilku. “Ayo mas..gesek lagi ya..!” pintaku bernafsu.  Aku mencium dan menjilati jari-jarinya.  Kemudian dia melepaskan tangannya dari  ciumanku dan kembali meremas toketku dari  balik kaosku. Dipilinnya pentilku secara  bergantian. Aku makin menggeliat karena  napsuku sudah memuncak. Tangannya kutarik  menjauh dari toketku. Kubawa ke arah  perutku. Segera dia mengilik2  puserku sampai  aku menggeliat kegelian, “Mas geli”.  Tangannya segera menyusup ke bawah dan  menemukan karet celana gombrongku.  Tangannya berusaha merayap terus ke bawah  menyelip kedalam cdku sampai menyentuh jembutku. Jangkauannya kini  maksimal, padahal ambition belum tercapai.  Aku menaikkan badanku sedikit dan kini jari- jarinya bisa mencapai belahan n onoknya. n  onokku sudah basah, sehingga jari tengahnya  dengan mudah menyusup ke dalam dan  menemukan i tilku yang sudah mengeras. Dia  lalu memainkan jari tengahnya. Pinggulku  mengikuti irama sentuhan jari tengahnya. Aku menggelinjang. “Mas, lepasin pakean Ines, mas, semuanya”, pintaku. Segera dia mengangkat kaosku keatas, aku mengangkat tanganku  keatas untuk mempermudah dia membuka  kaosku. Kemudian dia menarik celana  gombrangku bersama cdku, aku mengangkat  pantatku untuk mempermudah dia  melepasnya. Setelah aku berbugil ria, segera  diapun melepas semua yang menempel  dibadannya. k ontol besarnya sudah tegak  dengan kerasnya. Dia berbaring dengan 2  bantal susun dipunggungnya. Aku menunduk  mengulum kepala k ontolnya. Hanya sebentar  karena dia menyuruhku menduduki k ontolnya  yang lagi-lagi melipat kearah pusar dengan  posisi membelakangidia. Aku mulai bergerak pelan  memaju-mundur pantatku untuk  menggesekkan n onokku ke k ontolnya.  Tangannya dari belakang mulai beraksi  memijit-mijit toketku. Aku menjadi sangat  liar, menggeliat sambil tak henti-hentinya  mendesah kenikmatan. Gerakan dan  sentakanku makin cepat dan keras sampai  suatu saat kuundurkan pantatku agak  kebelakang dan k ontolnya lepas dari jepitan  bibir n onokku. k ontolnya yang agak  terangkat sudah berhadapan dengan bibir n onokku yang basah itu dan….bleeessss.. kepala dan separuh k ontolnya yang tegang  keras itu amblas kedalam n onokku. “Maas”,  seruku. “Kenapa Nes, sakit”, tanyanya. Aku  hanya menggelengkan kepala, bukannya sakit  tapi nikmat banget. Sesek rasanya n onokku  kemasukan k ontolnya yang besar banget itu.  n onokku berdenyut mencengkeram k  ontolnya, giliran dia yang mendesis, “Nes,  nikmat banget n onokmu, bisa ngemut k  ontolku”. Dia membalikkan badanku dan  sehingga aku terlentang diatas karpet. Dia  menundukkan mukanya dan mengulum bibirku  sambil menggeser badannya keatas. Dengan pelan  ditusukkannya k ontolnya ken onokku.  Diteruskannya dorongannya dan kepala k  ontolnya mulai memaksa menerobos masuk  keliang n onokku. “Ouuhh..” kembali aku  melenguh. Dikocoknya k ontolnya pelan  sehingga kian dalam memasuki n onokku. Pelan tapi pasti dan akhirnya kurasakan seluruh n  onokku penuh terisi k ontolnya. n onokku yang sudah basah itu masih terasa sempit buatnya, “Nes, sudah basah gini masih sempit aja n  onokmu, nikmat banget deh, backbone terasa banget  empotannya. Terus diempot ya Nes”.  Dihunjamkannya lagi k ontolnya, walau terasa  sangat sesak tapi nikmat, “Ooohhh…” aku  mulai menggeliat, kaki kuangkat, melingkar  kepahanya sementara kepalaku terangkat,  mendongak kebelakang dengan mataku  membelalak. Tangannya bereaksi cepat,  toketku diremas pelan sembari pentilnya  dipijit, membuat aku makin menggila, berdesah  panjang kenikmatan, “uhhh, peluk Ines mas”.  Dirapatkannya badannya kebadanku dan aku  merangkul ketat punggungnya. Goyangan  pantatnya turun naik makin cepat sehingga  bersuara “plook..ploook” karena begitu banyak cairan yang mengalir dari n onokku. Dia  kemudian mengganti posisi. Aku disuruh  nungging pada sandaran daybed dengan posisi  pantat sedikit terangkat, kaki mengangkang.  Digesekkannya kepala k ontolnya ke bibir n  onoknya beberapa saat, baru dihunjamkannya  pelan. Doggy Style ! “Maas”, erangku ketika  kepala k ontolnya mulai menekan dan menerobos masuk ke liang  n onokku. Baru setengah k ontolnya masuk, “ Aaauuhhh….” mataku terbelalak saking  nikmatnya. Kemudian dia mulai mengocok k  ontolnya keluar masuk n onokku. Aku kembali  mengelinjang, menahan enjotan pantatnya.  Terasa k ontolnya makin keras dan kepalanya  makin membesar karena gesekan di dinding n  onokku. “Ooohhh..oooohhhh” gumamku, karena  dia mempercepat enjotannya. Tiba-tiba dia  menahan gerakan pantatnya, ditariknya keluar sehingga hanya sebagian k ontolnya yang  masih terbenam lalu disentakkannya cepat dengan gerakan pendek, kemudian  ditekannya rapat kepantatku hingga semua k  ontolnya tertanam dalam n onokku, lalu  dibuatnya gerakan memutar. Otomatis kepala  k ontolnya berputar bak bor mengesek ketat  dinding n onokku. “uaahhh….terus  mas…enaaakkk!” desahku. Tidak puas hanya  menikmati putaran “bor” nya, aku ikut  mengenjot keras pantatku ke belakang dan… “ uuhhh..uuuhhh” kami berdua sama-sama  mengerang nikmat. Selang lebih dari 20  menit  kami berpacu dengan posisi demikian, aku makin  keblingsatan dengan erangan-erangan tak  keruan. Dia tahu kalau aku sudah akan  nyampe. Aku ditelantangkan diatas daybed  dengan kaki kiri menjuntai lantai dan kaki  kanan bergantung pada sandaran sofa. Paha  ku terbuka lebar dan bibir n onok ku sedikit  membuka setelah disodok k ontolnya sejak  tadi. Kini dia mulai membungkuk diatas  badanku dan dengan tangan kiri menopang  badannya, tangan kanannya menuntun k  ontolnya kearah bibir n onokku. “Ayo..masukin mas..!” pintaku.  Kepala k ontolnya mulai menghunjam. “ Aaahhhh..!” erangku saat seluruh k ontolnya  disodok masuk dan mulai dikocok turun naik  langsung dengan frekuensi tinggi dan cepat. “ Ah..ah..ah..ah.” aku tiada hentinya melenguh,  badanku menggeliat dengan kepala sebentar  naik sebentar turun menahan geli dan nikmat  yang amat sangat. Dia terus mengocok  dengan kecepatan tinggi dan menggila.  Kenikmatanku sudah memuncak. “Auuuh..m..m. .” tanganku melingkar ketat dipunggungnya  dengan paha dan kakiku ikut membelitnya. “ Tahan dikit Nes..!” bisiknya dikupingku sambil  mempercepat sodokannya. “Aaaahhhhhhh..!”  aku menjerit panjang, kukuku serasa  menembus kulit punggungnya, mengiringi puncak kenikmatankua. Berbarengan dengan  lenguhan panjang, dia menyodok keras k  ontolnya ke n onokku diimbangi dengan  goyangan kencang pantatku yang berusaha  mengapung keatas, Otot-otot bibir n onokku  serasa berdenyut-denyut seperti meremas- remas k ontolnya. Crreeeettt…pejunya  ngecret didalem n onokku, hangat, membuat  aku merem melek sejenak. Kami berdua sama- sama nyampe. “Oh Nes, puas sekali nge ntot  denganmu..!” desahnya. “Kamu udah  pengalaman ya Nes, ngeladenin lelaki”. Kami  masih berpelukan sebentar dengan k ontolnya  masih terbenam di n onokku, berciuman. “Gimana rasanya Nes?.” tanyanya saat  berdua dikamar mandi. “Mmmm..enak banget  mas, k ontol mas kerasa sekali ngegesek n  onok Ines, besar soalnya sampe n onok Ines  sesek jadinya” jawabku sambil tersenyum.  Kami saling membersihkan diri. Mas Bayu  meremes2  toketku dan menggosok pelan n  onokku, sedang aku mengocok2  k ontolnya  yang sudah melemas. Selesai mandi, kami  meneruskan nonton blur BF yang tadi distop  karena sudah pengen maen, sambil berbaring di karpet ruang tengah dalam keadaan telanjang  bulat. Aku mengocok2  k ontolnya dengan  cepat dan keras, sebentar saja sudah ngaceng lagi. “Mas  kuat banget ya, baru ngecret udah ngaceng  lagi”, kataku. “Abis dikocok sama kamu sih,  mau lagi ya Nes”. “Iya mas, Ines kepingin  disodok k ontol mas lagi”. Ketika mengocok2 k ontolnya aku terangsang juga, n onokku sudah  basah lagi, apalagi ketika ngocok k ontolnya,  mas Bayu ngitik2  i tilku. Dia telentang dan  aku menaiki tubuhnya. Dengan posisi setengah merayap, aku menjilati mulai dari bawah k  ontolnya keatas, berputar sejenak di celah kepala k ontolnya kemudian mulai dengan mengulum lembut sambil mulutku turun naik  mengocok k ontolnya. “Ooohhhh…ooouuuhhh”,  gilirannya bergumam tidak jelas. Puas  mengocok k ontolnya dengan mulutku, aku  langsung duduk diatas perutnya dan kuarahkan k ontolnya kebibir n onokku yang sudah basah. “Aaaahhhh…!” desahku sambil mencengkeram  dadanya ketika k ontolnya amblas kedalam  liang n onokku dengan mulus. Kocokan demi  kocokan dipadu goyangan pantatku membuat  kami berdua sama-sama merem melek dengan  desahan- desahan panjang berulang-ulang. Dengan k  ontol yang masih menancap ketat pada n  onokku, dia memintaku menurunkan badanku  kebelakang sambil kedua tanganku bertopang  kebelakang, dia menyodokkan pantatnya  kedepan. Luar biasa…k ontolnya seolah-olah  tertarik kalau pantatnya bergerak kebelakang dan seperti mau patah bila ia menyodok  kedepan, terjepit rapat diantara bibir n  onokku. Dengan kepala mendongak kebelakang  kadang terangkat, aku makin gila menggoyang  pantatku, “Uuuhhh…ngghhh..!”erangku tidak  jelas. Cairan pelicin n onokku meleleh hangat  sampai kebawah k ontolnya. “Hhuuu…. huuuu…huuuuuu!” aku kian ganas dan seketika  merubah gayaku, duduk diatas pangkal  pahanya dengan k ontol tetap tertancap din  onokku, hanya pantatku saja yang bergerak  maju mundur dengan cepat. k ontolnya terasa  berdenyut-denyut dicengkeram bibir n onokku. Bercampur aduk rasa nikmat yang kudapat  dari permainan ini. “Maas….ngghhh..!” aku  sudah mendekati puncaknya. “Remes  toketku…mas!” pintaku sambil menarik  tangannya. Diremasnya toketku, kian kuat remasannya  makin kuat sentakan pantatku dibarengi  dengusan napasku yang memburu. “ Aaaaaaahhhhhh..!” aku menyentak dengan  histeris beberapa saat dan kemudian terdiam,  roboh keatas badannya dengan jari tanganku  mencengkeram kuat kedadanya menimbulkan  merah goresan kuku yang panjang. “Nikmat ya Nes”, katanya tersenyum melihat badanku yang terkulai lemas menindih  tubuhnya. “Aku akan membuatmu lebih puas,  sayang!”. “Ines capek…tapi..mas belum  ngecret ya.!? kataku seraya beringsut turun  dari atas badannya dan telentang pasrah. Mas Bayu mengambil handuk basah dan me lap bibir n onokku dengan lembut. Aku tersenyum  sambil mengepitkan pahaku. Gantian aku  membersihkan k ontolnya yang tetap ngacung  dengan keras. Dia memelukku dan mulai  menggeluti tubuhku lagi. Bibirku dikulumnya dengan  nafsu, turun kebawah dijilatinya pentilku. Aku menggelinjang pelan, dia meneruskan  permainannya meraba bibir n onokku  menyentuh i tilku dan digesek pelan. Kedua  pahaku terbuka lagi dan untuk kedua kalinya n  onokku basah. Dia gak bisamenguasai  nafsunya lagi, dengan cepat berlutut diantara kedua pahaku dan mengatur posisi k ontolnya  tepat diatas lubang n onokku, merendahkan  badannya dan bleeesssss….k ontolnya  langsung menerobos masuk liang n onokku. “ Aaauuhhhh..!” aku melenguh panjang ketika dia menekan kuat dan mulai memainkan  pantatnya turun naik. Saat serangan k  ontolnya kian gencar, mataku seakan tinggal putihnya kadang  mendelik kadang terpejam dengan desisan  panjang pendek. Sepertinya dia pingin benar- benar puas menikmati tubuhku setelah yakin  walaupun badankua kecil imut-imut tapi punya kemampuan ngesex sangat tinggi.  Diangkatnya kaki kiriku kebahunya dan  badanku dimiringkan dengan kaki kanan tetap  lurus. Liang n onokku seakan bertambah  terbuka dengan posisi demikian. Dengan  setengah berlutut, dimasukannya k ontolnya  dalam-dalam keliang n onokku, dan dikocok  keluar masuk dengan cepat. Uuhh..uuhh..uuhh.. ” aku mendesis berulang-ulang menahan  serangan k ontolnya. Tangan kananku dengan  gesit menggosok-gosok i tilku sambil k  ontolnya tetap keluar masuk liang n onokku,  membuat aku menjadi cheat dan keblingsatan.  Kedua bongkahan toket kuremas-remas sendiri dan kepala sebentar-sebentar kuangkat  dengan mulut kadang ternganga lebar kadang  mendesis tertahan. Puas mengocok dengan  posisi demikian, dia mengganti lagi posisi kami. Aku disuruhnya menelungkup dengan pantat  sedikit nungging keatas dan paha sedikit  mengangkang membuat bibir n onokku  kelihatan merekah dan menantang. Dengan  posisi jongkok digosok-gosokkannya kepala k  ontolnya mulai dari pantat sampai kebibir n onokku, tanganku  bergerak cepat kebelakang memegang k  ontolnya dan menuntun ketengah n onokku, “ Ayo mas.” Sambil memegang pantatku, dia  mendorong masuk k ontolnya masuk keliang n  onokku. Dengan pelan kepala k ontolnya  menerobos masuk. Begitu hampir setengah  masuk, disentakkannya agak kuat dan…” blessss’..hampir seluruh k ontolnya  tenggelam. “Haahh..!” aku menjerit tertahan  dengan kepalaku terangkat. Dia mendiamkan  sekian detik untuk merasakan denyutan n onokku  mencengkeram k ontolnya, baru kemudian  dikocoknya maju mundur dengan pelan.  Sembari mengocok, tangannya merayap dari  belakang menggapai toketku dan mulai  meremasnya. “Ooouuuhhh…oouuuhhh” aku  mendesah berkali-kali ketika k ontolnya mulai  membabibuta keluar masuk liang n onokku.  Punggungku kadang melengkung kebawah  kadang keatas dengan pantat bergoyang kiri  kanan membuat dia keblingsatan dan makin  kencang menggempur n onokku. Cairan n  onokku makin banyak mengalir sampai-sampai  turun membasahi biji pelernya. Aku merasakan kegelian dan kenikmatan yang amat sangat  seakan menjalar keseluruh syaraf ditubuhku. “Ssshhh. .sssshhhh..!” aku mulai bergumam tak keruan  mengiringi genjotannya yang tambah menggila. k ontolnya terasa makin keras dan membesar,  pertanda dia sudah mulai mencapai puncak  kenikmatan. Aku pun demikian kondisinya,  badanku bergetar hebat dan tanganku  menggapai karuan kiri kanan mencengkeram  bantal karpet. “Huuuhhh…hhuuuhhhh..mas..!”  aku bagai kesurupan. Dia mencabut k ontolnya dengan tiba-tiba, bergerak duduk diatas  karpet sambil bersandar dikaki daybed dengan  kaki menjulur lurus kedepan setengah terbuka. Aku disuruh duduk diatas pangkuannya dan .. blesss..n onokku menelan semua k ontolnya dan tanpa diminta aku langsung  menggenjot cepat. Kami berpelukan rapat,  mulut saling berpagutan penuh nafsu, saling  mengulum sementara pantatku bergerak  histeris memburu puncak kenikmatan yang  kian dekat. Aauuh maas …..aaaahhhhhhh…!”  aku sudah hampir dipuncak surga dunia dan  sesaat kemudian dia mendorong badanku  terlentang. Sekali lagi, dengan sigap dia  merubah posisi, tengkurap diatas tubuhku dan  menggenjotkan k ontolnya sekuat-kuatnya ke  n onokku. Bibir kami kembali saling mengulum  sambil berpelukan. Kaki dan tanganku merangkul ketat badannya menahan hentakan- hentakan pantatnya yang mendorong k  ontolnya keluar masuk n onokku. Detik demi  detik kami rangkuh kenikmatan itu bersama- sama….sampai akhirnya, “Aaaahhhhhhhh….!”  aku mengerang panjang mencapai puncak  dengan kuku jari tanganku menancap kuat  kepunggungnya. “Aaauuuhhhh….Nes !” dia  mendesah panjang, ditekannya kuat-kuat  berulangkali pantatnya dengan cepat dan pada hunjaman terakhir….blesss….pangkal k  ontolnya dan bibir n onokku seakan jadi satu..dan  sesaat kemudian..creetttt..crreeetttt…  pejunya berhamburan keras memenuhi liang n  onokku. “Ooohh..ooohhhh..!” aku menerima  terjangannya yang terakhir berbarengan  semburan pejunya yang terasa hangat di n  onokku. Sungguh nikmat rasanya. Berkali-kali kami melakukan itu sebelum  kepulangan istrinya. Bahkan kami pernah  melakukannya dalam mobilnya dipinggir jalan  yang sepi dimalam hari. Buat variasi, katanya.
cerita enny arrow
Langit cerah. Awan-awan putih bergumpal- gumpal di sela-sela langit biru. Benny  merebahkan tubuhnya di atas rerumputan.  Kedua lengannya disilangkan di bawah kepala.  Absolutist dia memandang langit. Tetapi  langit bagai tak tampak. Yang terlihat  olehnya, bayangan kabut. Bergumpal-gumpal.  Di antara kabut itu, bagaikan menyembul  seraut wajah. Perempuan. Cantik. Dan tik. Dan Benny menarik napas panjang lagi. Seraut  wajah itu tersenyum. Manisnya. Lebih manis  dari pada gula atau segala yang batten manis  di dunia ini. Benny memejamkan matanya. O,  kesalnya dia. Tak ingin sebenarnya dia  menyaksikan seraut wajah itu. Tetapi wajah  itu seperti mengejarnya. Wajah Lisa. Wajah  seseorang yang dicintainya. Benny membuka matanya lagi. Secara jujur,  Benny, pemuda yang berusia sekitar dua puluh empat tahun itu, harus mengakui, bahwa dia  sangat mencintai Lisa. Belum pernah  sebelumnya, Benny mencintai seseorang,  seperti besarnya kecintaannya kepada Lisa,  Tetapi sekarang! Cinta yang besar itu telah  berobah menjadi kebencian. Kebencian amat  sangat. Benny merentak. Setengah  menyentak, dia bangun dari sikap  berharingnya. Berpaling ke kiri dan meludah.  Dan . . . tiba-tiba mata Benny bentrok dengan  mata seseorang. Seorang perempuan. Benny terperangah. Sejak kapan perempuan  itu duduk di situ. Benny tidak melihatnya  pada beberapa menit yang lalu. Perempuan itu, berwajah tirus dengan sepasang mata bola  yang indah, dengan rambut dibiarkan tergerai  pada bahunya, masih saja memandang Benny.  Umurnya sekitar tiga puluh tahun. Sendirian !  Benny menelan ludah! Uf! Mata yang indah.  Duduk dengan sikap agak sembarangan,  sehingga ujung roknya tersingkap. Dan  menyembullah pahanya yang memutih penuh ! Benny segera menarik pandangnya dan  melemparkannya ke arah lain. Uf! Persetan  dengan perempuan. Walau bagaimanapun  cantiknya. Tentu dia tidak berapa jauh dengan  Lisa! Benny memandang langit. Tetapi . . .  mata perempuan itu sangat indah . . . Lebih  indah dari pada mata Lisa. Secara naluriah.  Benny berpaling lagi ke kiri. Dan lagi-lagi  matanya bentrok. Uf! Perempuan itu  membalas senyum Benny. lni benar-benar di  luar dugaan. Dan Benny berpikir, perempuan itu cuma sendirian. Hmm! Benny mengangguk. Dan hati Benny jadi mengembang, bila perempuan  itupun itu pun membalas mengangguk. “Aku tidak boleh ge-er!” ujar Benny dalam  hati. “Aku tidak boleh mengharapkan terlalu  banyak. Cukuplah bila bisa ngobrol-ngobrol. Dia sendiri. Dan akupun sendiri. Lumayan menjadi  teman ngobrol!” Berpkir demikian, Benny menunjuk dirinya,  kemudian menunjuk perempuan itu.  Maksudnya, Benny menanyakan. bagaimana  kalau Benny menemani perempuan itu duduk.  menikmati alam indah Taman Ria. Perempuan  itu tertawa kecil sambil mengangguk. Dan  Benny tentu saja tidak ingin membuang-buang waktu. Segera dia berdiri dan menghampiri  perempuan itu. “Tidak mengganggu?!” tanya Benny sambil  duduk di sisi perempuan itu. “Senang sekali dikawani!” jawab perempuan  itu. “Sendirian?” tanya Benny. “Seperti yang kamu lihat!” kata perempuan  itu sambil mengerling. Kemudian melanjutkan:  “Sebenarnya saya menunggu seseorang.” “Pacar?!” “Belum bisa dikatakan begitu. Hanya kawan  biasa. Dan kamu?!” tanya perempuan itu, yang  tahu betul bahwa Benny jauh di bawah  umurnya. “Saya memang datang sendirian,” ujar Benny. “Nggak sama pacar?!” tanya perempuan itu  sambil terscnyum. “Saya . . . eh, belum punya pacar.” “Bohong!” kata perempuan itu spontan. “Kenapa Mbak menuduh saya bohong?!” Benny mengernyitkan keningnya. “Umur kamu berapa?!” “Dust puluh empat!” “Dua puluh empat tahun, belum punya pacar.  Siapa yang mau percaya!” “Tetapi saya betul-betul belum punya pacar!”  jawab Benny. Padahal dalam hati, Benny  sangat menyesali ucapan mulutnya. “Aku  bohong, Mbak. Aku sebenarnya punya pacar.  Tetapi aku sebel sama dia!” “Nama kamu siapa?!” “Benny. Dan nama Mbak?!” “Aningsih.” “Ya. Kenapa?!” “Nggak apa-apa! Nama yang manis!” Perempuan itu tertawa kecil sambil memukul  bahu Benny. “Uf kamu ini! Baru ketemu, sudah merayu!” “Saya nggak merayu, Mbak. Nama Mbak  memang manis, seperti orangnya. Cantik.  Llncah. Dan ketawa Mbak itu, lho!” “Memangnya kenapa dengan ketawaku?!” “Manisnya nggak ketulungan!” Perempuan itu ketawa lagi. ketawa lagi ! “Makin manis saja,” kata Benny. Perempuan itu, yang menyebutkan namanya  Aningsih, memukul bahu Benny. Ganti Benny  yang ketawa-ketawa senang. “Kamu seharusnya sudah punya pacar.” “Nggak ada perempuan yang mau sama saya.” “Bohong! Kamu ganteng! Pasti banyak  perempuan yang mau sama kamu!” “Sungguh kok, Mbak,” kali ini Benny bicara  lebih serius. Dicabutnya sebatang rumput  yang tumbuh di hadapannya. Digigitinya  ujungnya sampai hancur. Kemudian  dilemparkannya. Lalu berkata dengan suara  lebih perlahan: “Tak ada perempuan yang mau  sama saya!” “Mengapa kamu beranggapan demikian?!” “Kenyataannya memang begitu.” “Jangan-jangan kamu sendiri yang jual mahal.  Sebenarnya banyak perempuan yang mau sama kamu. Tetapi kamu sombong. Tidak memandang sebelah mata pada mereka!” “Tidak begitu, kok!” jawab Benny. “Saya  biasa-biasa saja!” “Kalau kamu biasa-biasa saja pasti sudah  punya pacar!” Benny mencabut lagi sebatang rumput,  menggigitnya, kemudian membuangnya lagi  jauh-jauh. “Saya memang pernah punya pacar.  Kan saya sangat mencintainya. Tetapi . . . ”  terputus ucapan Benny. “Tetapi mengapa . . . ?!” bertanya Mbak Ning  antusias. Rupanya dia ingin tahu. Benny  mencabut lagi sebatang rumput. Seperti tadi,  digigitnya, kemudian dilemparkannya jauh- jauh. “Putus, Mbak.” “Mengapa putus?!” Benny diam. Memandang ke arah danau. Mbak  Ning juga memandang ke arah danau, lalu  kembali pada Benny. “Mengapa putus?!” Mbak  Ning mengulangi pertanyaannya. “Barangkal sudah begitu nasib saya!” “Pasti kamu yang memutuskan. Kamu sudah  bosan sama dia. Kamu kepingin ganti pacar  lain. Maka kamu mencari gara-gara!” “Saya tidak serendah itu.” “Lalu mengapa bisa putus?!” “Dia yang memutuskan.” “Dia pacaran dengan lelaki lain?!” “Ya!” Aningsih menghela napas. “Kalau begitu, kamu patah hati sekarang. Tidak apa. Kisah cinta  tidak selalu berjalan mulus Kamu laki-laki.  Tidak boleh cengeng. Masih banyak yang bisa  kamu harapkan dalam hidup ini. Perempuan  tidak cuma satu di dunia ini!” “Barangkali memang begitu. Tetapi saya sulit  sekali melupakannya.” “Kamu sangat mencintainya?!” “Ya!” “Kamu harus berusaha melupakannya. Itupun  kalau kamu benar. Jangan-jangan kamu cuma  bohong!” “Sungguh kok, Mbak Ning. Saya tidak bohong.  Kalau Mbak tidak percaya, Mbak boleh melihat fotonya,” sambil berkata demikian Benny  mengambil dompetnya dan mengeluarkan  sehelai foto berukuran separoh kartu pos.  Diserahkannya pada Mbak Ning. Perempuan itu mengamat-amati foto itu. Foto seorang gadis  separuh badan. Cantik. Berusia sekitar dua  puluh satu tahun. Mbak Ning menyerahkan kembali foto itu. “Cantik memang. Pantas kamu sangat  mencintainya. Tetapi Mbak lihat, gadis ini  blazon setia. Rasanya hampir tidak mungkin  kalau dia mengkhianati cinta kalian!” Benny menyimpan kembali sehelai foto itu ke  dalam dompetnya, kemudian dimasukkan ke  saku belakang celananya. “Mengapa Mbak  tidak percaya, padahal saya sudah  menceritakan yang sebenarnya.” “Kalau memang begitu, yah . . . apa boleh  buat. Kamu harus tabah,” suara Aningsih  seperti yang sedang memberi petuah. “Ya, memang. Saya harus tabah,” ujar Benny. Angin melembut, menggerai-geraikan rambut  mereka. Perahu-perahu masih saja hilir mudik  di danau buatan. Pucuk-pucuk pinus bergoyang di ke jauhan. Di bawah mereka, di aspal jalan  yang melingkari bukit kecil panjang itu. Ada  sepasang manusia yang berjalan mesra sekali.  Lengan si lelaki melingkari pinggang si wanita.  Sedangkan kepala si wanita menyandar ke  bahu si lelaki. Mesranya! Selangit! “Kadang saya sering iri jika melihat kemesraan orang lain,” ujar Benny yang melihat sepasang  insan yang saling mencinta itu. “Kalau begitu, mengapa kamu datang ke mari  sendirian?! Di sini banyak sekali pemandangan  yang menyiksamu!” “Tempat ini banyak memberikan kesan pada  saya, Mbak. Saya dan Lisa datang ke mari.  Kami bermesraan. Saya senang mengembalikan kesan-kesan itu!” Mbak Ning tertawa. “Kau salah!” katanya. “ Yang begitu, malah akan semakin menyiksamu! ” “Yah, saya memang salah. Memang salah!” ujar Benny seperti mengeluh. Lalu Benny  mencabut lagi sebatang rumput. Digigitinya.  Lalu dilemparkannya kembali. “Dan Mbak  sendiri?! Mengapa Mbak ada di sini?!” “Sudah kukatakan, bukan?! Aku menunggu  seseorang.” kali ini wajah Mbak Ning  menampakkan kegelisahan. Benny menatap lebih tajam. “Kelihatannya  Mbak bohong!” “Kamu tidak percaya?!” “Ya! Saya tidak pereaya!” “Apa yang menyebabkan kamu tidak percaya?! ” “Mata Mbak! Mulut Mbak, bisa bohong. Tetapi  mata Mbak tidak. Mata Mbak lebih jujur!” Aningsih menggigit-gigit bibirnya sendiri. “ Saya tidak bohong.” “Lalu, yang menunggu mbak itu, tidak datang?! ” “Sudah hampir satu jam aku menunggu.  Rasanya dia memang tidak datang.” “Barangkali dia ada halangan.” “Ya! Barangkali!” Aningsih melihat ke jam  tangannya. Sudah jam lima lewat. Matahari  sudah redup di langit. Angin bertambah sejuk  semilir. Absolutist mereka ngobrol. Melompat  dari satu masalah ke masalah lain.  Kebanyakan tidak penting. Suasana petang  semakin hilang. Berganti dengan gelap. Bulan  di langit tersenyum. Bulan sabit. Di pebukitan  tidak hanya mereka berdua. Tetapi banyak lagi yang lain. Mereka adalah pasangan-pasangan  yang saling memadu kasih. Dan sekarang,  Aningsih dan Benny tidak lagi berjauhan.  Aningsih meletakkan kepalanya ke bahu  Benny. “Kalau saja pacar Mbak melihat kita,  tentu akan cemburu!” ujar Benny. Akingsih tersenyum. “Aku belum punya pacar. ” katanya. “Lalu?! Lelaki yang janjian sama  Mbak, yang ternyata sekarang tidak datang?!” Aningsih menggeser-geser rambutnya ke leher Benny, “Lelaki itu belum absolutist kukenal.  Baru dua kali bertemu. Dan sekarang dia tidak  datang. Janjinya tidak bisa kupercaya!” ujar  Aningsih. Benny merasakan geli yang nyaman ketika  Aningsih menggeser-geserkan rambutnya ke  lehernya. Geli yang merambati pembuluh- pembuluh darahnya. Angin malam berkesiur  dingin, menusuk tulang. Tetapi tidak demikian  halnya dengan Ning dan Benny. Keduanya  sama sekali tidak merasakan dingin. Hati  mereka hangat. Lengan-lengan mereka saling  merangkul. erat. Keduanya merasakan diri  melayang. Bayang-bayang pepohonan menimpa mereka. “Boleh aku ke rumah Mbak Ning kapan-kapan?!” tanya Benny. “Mengapa tidak?! Aku senang sekali kalau kau  mau datang.” kata Ning. “Pasti! Pasti aku akan datang!” kata Benny. Lalu mereka berkecupan. Hangatnya bibir  Benny. Hangatnya bibir Ning. Lalu tangan- tangan mereka saling bergenggaman. Lalu  saling meremas. Lalu berkecupan lagi.  Mesranya. Dan bayang-bayang pohon semakin  menghitam. Angin semakin dingin berkesiur.  Mereka tak ubahnya seperti sepasang kekasih yang sudah absolutist saling memadu kasih.  Sampai akhirnya, Aningsih seperti tersadar  menatap jam tangannya. “Ah, sudah jam  delapan!” katanya. Lalu dilepaskannya  rangkulannya. “Kita pulang, Ben!” Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Benny  dan Aningsih melangkah kecil, menuruni  pebukitan itu. Lengan Benny melingkari  pinggang Aningsih yang ramping. Suatu ketika, hampir Aningsih tergelincir. Lengannya  bergelayutan di leher Benny. Benny cepat  meraih pinggang Aningsih erat-erat. Mereka  berpelukan sambil berdiri. “Kuantarkan Mbak pulang.” ujar Benny “Tidak. Biar aku pulang sendiri.” “Kata Mbak, aku boleh ke rumah Mbak Ning.” “Boleh. Tetapi tidak sekarang.” “Kalau begitu, Malam Minggu nanti?!” “Jangan Malam Minggu.” “Pacar Mbak datang. ya?!” “Bukan. Malam Minggu nanti aku ada acara  keluarga.” “Acara apa ?! Ulang tahun?!” “Bukan! Arisan keluarga! Ah, kau banyak  tanya.” “Kalau begitu, Malam Rabu depan. Seminggu  lagi?!” Aningsih mcngernyitkan keningnya. “ Baiklah! Aku tunggu kau!” lalu Aningsih  menyetop taksi. Sejurus kemudian, taksi pun  melesat meninggalkan Benny yang masih saja  mematung memandangi taksi itu. Lalu Benny menstarter motornya. Sungguh, dia tak menyangka, malam ini akan  bertemu dan berkenalan dengan Mbak Ning.  Dan dia tak menyangka, bahwa perkenalan itu  cepat menjadi rapat. Keduanya tersenyum- senyum kecil. Terbayang kembali, bagaimana  mesranya bihir Mbak Ning menindih bibirnya.  Betapa hangatnya. Betapa lembutnya. Hampir saja Benny menubruk bus tingkat yang tiba- tiba saja berhenti. Untunglah naluri Benny  cukup tajam untuk menghindari tubrukan itu. BENNY TIDAK dapat melupakan Aningsih. Di  tempat pekerjaannya, Benny tetap ingat. Ini  menjadikan Benny banyak melamun. Nelly  mengageti Benny. Benny tersentak. Hampir  saja berhenti jantungnya. Nelly terkikik-kikik.  “Tampangmu lucu sekali kalau lagi kaget,”  kata Nelly sambil menutupi mulutnya. “Kalau jantungku putus, apa kamu bisa ganti?! ” tanya Benny kheki. “Bisa! Aku ganti saja sama hati monyet!” “Enak saja! Apa kau kira aku ini satu keluarga  dengan monyet?! kata Benny lagi. “Aku tahu. Pasti Benny lagi kasmaran,” ujar  Oding. Apa yang dikatakan Oding memang hampir  benar. Benny melamun. Dan Aningsih yang  dilamunkan. Terbayang wajahnya. Terbayang  gerak-geriknya. Terbayang tertawanya.  Semua, semua. Dan Benny membandingkan  Aningsih dengan perempuan-perempuan yang  pernah dikenalnya. Dengan Hera, Yani, Dari dari banyak lagi wanita-wanita lain. Namun  Aningsih mempunyai daya tarik sendiri.  Rasanya absolutist sekali sampai menunggu  hari Rabu tiba. Menit demi menit yang berlalu, rasanya sangat lambat. lngin dipaksakannya  matahari bergeser cepat ke sebelah barat,  agar hari cepat berganti! HARI RABU. “Mbak Ning tinggal sendirian di sini?!” tanya  Benny pada Aningsih. Mereka duduk di ruang  tengah rumah Aningsih. Pada jam sepuluh pagi, Akingsih belum mandi. Tetapi di mata Benny,  bahkan Aningsih tampak lebih cantik dan  menawan. “Tidak! Bersama teman, Mbak. Hilda! Dan  seorang pembantu!” jawab Aningsih sambil  meletakkan segelas kopi susu di hadapan  Benny. Benny mengitarkan pandangannya ke  sekeliling ruang tengah. Hm, rapi. Pertanda  rumah ini ditangani oleh orangorang yang apik. “Mbak Ning kerja?!” tanya Benny lagi. “Tidak! Aku cuma dagang permata. Yah,  hasilnya lumayan juga,” kata Aningsih sambil  berdiri dari duduknya. “Kau tunggu sebentar.  Mbak mandi dulu. Kalau mau baca-baca  majalah, tuh du bupet. Banyak!” kemudian  Aningsih masuk ke kamarnya, mengambil  handuk. Kemudian keluar lagi dan melenggang  ke kamar mandi. Mata Benny tak lepas dari  pinggul Aningsih yang bergoyang-goyang. Aningsih melepaskan satu-satu yang melekat  di tubuhnya. Hmm, air terasa sejuk ketika  mengguyur tubuhnya yang mulus. Lalu  tangannya yang lentik mulai menyabuni. Mulai dari leher, turun ke bahu, turun lagi ke  sepasang pebukitan indah di dadanya. Seluruh  apa yang ada pada dirinya, merupakan  panorama sangat indah yang akan  mendatangkan kesan mendalam bagi yang  memandangnya. Sambil menyabuni itu,  Aningsih berpikir: “Benny benar-benar datang! ” Aningsih benar-benar tidak menduga, bahwa  Benny akan menepati janji. Pemuda itu sangat menarik. Tubuhnya tegap dan atletis. Tubuh  yang dirindukan oleh perempuan. “Bennnn !!!” Benny yang sedang duduk  membaca majalah di ruangan tengah,  mendengar suara Aningsih yang memanggilnya mesra. Benny menutupkan majalah dan buru-buru ke  kamar mandi. Pintu kamar mandi setengah  terbuka. Aningsih berdiri dengan handuk  sebatas dadanya! Benny terkesiap. Hmm,  dengan handuk itu, tubuh Aningsih tercetak  indah. Terutama kulit bahu dan pahanya yang  sangat mulus. Kencang dan sekal. Membuat  mata Benny tidak berkedip. Aningsih tersenyum sambil menjentik pipi  Benny. “Mengapa kau pandangi aku seperti  itu, sih?! Apa ada yang aneh pada diriku?!” “Ah, tidak. Aku . . . eh, Mbak cantik sekali!”  kata Benny gelagapan dan serba salah. “Wowww! Rayuan gombal!” ujar Ningsih sambil mengerling manis. “Bennn!! Tolong aku, ya . . .  ?!” “Tolong apa, Mbak?!” “Tolong ambilkan aku sendal di kamar. Sendal  yang warna merah. Brengsek, deh. Aku lupa  pakai sendal ke kamar mandi.” kara Aningsih  dengan suara manja. Suara yang membuat hati Benny panas dingin. Benny segera ke kamar Mbak, Ning, mengambil  sendal merah. La.lu kembali ke kamar mandi. “ Terima kasih, Ben!” ujar Aningsih sambil  mengenakan sendal yang diambilkan Benny. Tetapi baru saja mengenakan sebelah, tiba- tiba kaitan handuk Aningsih terlepas. Dan  cepat sekali handuk itu meluncur ke bawah.  Aningsih terkejut. “Oh . . . !” serunya. Tetapi  Aningsih sudah tidak mengenakan apa-apa  lagi. Yang terlebih gawat adalah Benny. Jantungnya dirasakan bagai akan meledak . . . Matanya  membelalak. Dan Benny tidak nampu  menguasai diri lagi. Ditubruknya Aningsih. “ Bennnn! Kau ini, Apa-apaan . . . ?!” Aningsih  meronta-ronta. Namun rontaan-rontaan itu  terlalu lemah. Tidak mungkin mampu  melepaskan diri dari pelukan Benny yang  ketat. “Bennn! Jangan, ah! Oukh, kamu ini . . . !! ” Aningsih masih mencoba meronta. Tetapi . . . ah, tidak. Lebih tepat dikatakan menggeliat.  Kepala Aningsih menggeleyong ke kiri dan ke  kanan. Menghindari bibir Benny yang mencari- cari bibirnya. Benny tak sabar. Didorongnya  tubuh Aningsih. Ditekankannya ke dinding  kamar mandi, sehingga Aningsih tidak leluasa  lagi bergerak. Dan sekejap kemudian, mulut  Benny berhasil menangkap bibir Aningsih. “ Hmmmm! Mmmmmm !!” Aningsih tidak lagi  meronta. Matanya segera meredup. Menerima  pelukan dan kuluman bibir Benny yang hangat.  Bahkan sekarang, Aningsih ikut membalas.  Dijulurkannya lidahnya. Saling mendorong  dengan bibir Benny. Matanya semakln redup.  Lincah sekali lidah Aningsih mengait-ngait  lidah Benny. Mendapat sambutan yang  hangat, darah muda Benny semakin  membuncah. Panas! Menuntut pelepasan.  Apalagi ditambah dengan sepasang payudara  ranum milik Aningsth yang menekan dada  Benny yang bidang! “Bennnnn! ! Hmmphh . . . akh!” “Mbak !! Ssssh !!” “Sesak napasku, Bennnnn!!” “Biarlah sesak!” “Putus jantungku!” “Biarlah putus!” “Kalau aku mati . . . ?!!” “Aku akan ikut mati!” Aningsih tertawa sambil mencubit pipi Benny. “Ih, kok kayak Romeo dan Yuliet saja. Kalau  aku mati, apa kau benarbenar mau ikut mati?!” “Mau! Demi Mbak!.’ujar Benny sambil menciumi leher Aningsih dengan lembut sekali. Aningsih  menggeliat-geliat. Lehernya menggeleyong- geleyong ke sana-ke mari. Sikap seorang  perempuan yang penuh rangsangan. “Benn . . . !!” Aningsih menyebut nama lelaki  itu ditengah-tengah rintihannya. “Ada apa Mbak?!” “Mengapa kau bersikap begini padaku?!” dan  Aningsih lebih terengah-engah lagi, bilamana  hidung Benny menyapunyapu pankkal buah  dadanya yang montok. “Saya . . . saya . . . cinta pada Mbak . . . !!”  ujar Benny di tengah dengus-dengus napasnya. Aningsih tertawa kecil. Telapak tangannya  sebentar mengeluas dan sebentar menekan  belakang kepala Benny. “Kamu nggak bohong?! ” tanya Aningsih sambil membusungkan  dadanya yang montok dan putih itu, agar  Benny lebih le-luasa melakukan aktifitasnya. “Saya nggak bohong, Mbak!” “Kamu bohong . . . !” Aningsih memijit hidung  Benny dengan gemas. “Aww . . . !” Benny menjerit. Pijitan itu  mendatangkan sakit. Tetapi juga nikmat. “Kamu bohong, Ben! Lelaki memang begitu.  Suka bohong. Rayuannya gombal. Selangit.  Tetapi buktinya, nol! Nol kosong! Dan  perempuan-perempuan banyak yang tertipu.  Mereka akhirnya cuma bisa menangis dan  menangis!” ujar Aningsih sambil sambil  menekankan dadanya yang sekal, lengkap  dengan putihnya yang kemerahan menantang  itu kedada Benny yang bidang. Dan Benny  merasakan sesuatu mengutik-utik di antara  kedua pangkal pahanya, di balik celana  panjangnya. “Tetapi aku tidak begitu, Mbak. Kau tidak  boleh menyamaratakan semua lelaki!” Benny  panas dingin menahankan sesuatu yang  bergelora, membuat kelenjar darahnya  berdenyut-denyut. “Tetapi, Ben! Apa betul kamu sungguh- sungguh mencintaiku?!” Aningsih melepaskan  satu demi satu-satu kancing hemd Benny. Dan kemudian melepaskan hemd lelaki itu. Hemd itu meluncur begitu saja, jatuh ke lantai kamar  mandi yang basah. Seperti yang dibayangkan Akingsih, tubuh  Benny sangat mengagumkan. Tubuh atletis.  Bahunya tegap. Kedua lengannya kekar,  berurat. Dan dadanya berbulu lebat. Sirrr . . . !  Berdesri darah Aningsih bilamana bulu-bulu  dada yang keriting lebat itu bergesek ke  dadanya. “Bennn!” bisik Aningsih. “Ada apa, sayang?!” tanya Benny. “Bawa aku kamar. Di sini . . . di sini . . .  dinginnnnn . . . !!!” Benny tak perlu menunggu diperintah sampai  dua kali. Segera didukungnya Aningsih ke luar  dari kamar mandi. Mbok Inem, pembantu  Aningsih sedang ke pasar. Benny meletakkan  tubuh mulus yang sudah tidak ditutupi sehelai benangpun ke tempat tidur. Kemudian lelaki  muda itu melepaskan celana panjangnya.  Sambil berbaring. Aningsih menatap tubuh  Benny yang aduhai itu. Benny hanya  mengenakan celana dalam kecil saja. Berwarna putih. selangkangan Benny tampak menonjol.  Dan Aningsih menelan ludah. Di balik celana  dalam itu, meremang hutan lebat menghitam.  Bergompyok. Terus menyambung sampai ke  pusar Benny. Dan Aningsih sekali lagi menelan  ludah. “Bennnn . . . !!” ujar Aningsih. “Ada apa,  sayang?!” “Bukalah celana dalammu. Bukalah!” Benny tersenyum, melepaskan celana  dalamnya. Dan . . . wow!! Mata Aningsih  membelalak. Bagaimana tidak?! Sesuatu yang  biasanya selalu tersembunyi itu, kini  terpampang bebas. Bazoka Benny! Senjata  yang menggayut setengah tegang itu, panjang dan besar. Hebat sekali! Seakan-akan  menantang bagi yang memandang. Benda luar  biasa itu mengangguk-angguk. Menghitam!  Mulai dari bagian pangkalnya, lebat ditumbuhi  rambut kriting: Bukan main! Seumur hidupnya,  Aningsih belum pernah menyaksikan benda  sehebat dan seindah itu. D U A BUKAN BARU sekali ini Aningsih menghadapi  lelaki. Tetapi secara jujur, Aningsih harus  mengakui, bahwa lelaki seperti Benny sangat  jarang ditemuinya. Lelaki bertemperamen  panas. Jantan! Romantis. Lelaki-lelaki yang  dihadapinya, kebanyakan loyo. Tidak dapat  memberikan kepuasan padanya! Aningsih membiarkan saja Benny meraba-raba  sepasang buah dadanya yang montok ranum.  Lengkap dengan putingnya yang kemerahan  tegak menantang ke atas. Puting itu  bergetar-getar, seirama dengan gerakan- gerakan bukit indah itu. Dan Benny  meremasnya dengan lembut. Lembut sekali.  Penuh perasaan. Aningsih merengek manja. Menggeliat sambil  merintih. Matanya meredup. Oukh, telapak  tangan Benny hangat dan seakan-akan  mengandung magnit. Membuat Aningsih jadi  terangsang. Tangan lelaki itu masih juga  meremas. Berpindah-pindah. Puas sebelah  kanan. Beganti dengan sebelah kiri. Bervariasi  dengan tekanan-tekanan yang romantis.  Mendatangkan rasa geli-geli dan nikmat. “ Oukh, Bennnn! Hmmnrhhh . . . sssh, akh!” ujar  Aningsih sambil membusungkan dada yang  sedang diremas Benny, agar Aningsih lebih  dapat meresapkan rasa geli-geli nikmat itu. Benny memang pintar menaikkan rangsang  perempuan sedikit demi sedikit. Bukan hanya  tangannya saja yang pintar bermain. Tetapi  juga hidung dan mulutnya. Hidungnya menciumi permukaan payudara yang padat dan montok  itu. Tidak terlalu besar dan juga tidak kecil.  Bentuknya sangat indah. Membuat gemas.  Cara Benny menciumi sepasang payudara  itupun bervariasi. Sebentar keras dan  sebentar lembut. Dan darah yang mengalir di  tubuh Aningsih semakin deras saja! “Ben !! Kamu sering capital perempuan!”  tanya Aningsih ditengah-tengah napasnya  yang terengah. “Tidak sering, Mbak. Baru beberapa kali saja.”  ujar Benny sambil membuka mulutnya dan  memasukkan puting buah dada yang merah  kecoklatan itu. “Auww . . . !!” Aningsih menjerit lirih. Dan  perempuan itu menggelinjang-gelinjang,  bilamana puting buah dadanya dikulum oleh  Benny. Dan untuk kesekian kali, Aningsih  harus mengakui, bahwa kuluman bibir Benny  sangat berbeda dengan kuluman bibir lelaki- lelaki lainnya. “Hsssh, akh! Terus, Bennnn!  Terussss, sayangghhh . . . !! Hmmmhhh . . . !!”  dua telapak tangan Aningsih mengerumasi  rambut Benny sambil menekankan. Benny semakin terangsang. Sungguh nikmat  puting buah dada itu. Dikulum oleh Benny.  Dilepaskan. Dikulum. Dilepaskan lagi. Berganti- ganti kanan dan kiri. Dikulum lagi, dilepaskan  lagi. Berulang-ulang dengan tak bosan- bosannya. Dan puting itu semakin tegang lagi.  Benny melakukannya bervariasi. Sebentar  lembut dan sebentar keras. Dan rasa geli  bercampur kenikmatan semakin terasa. “Oukh, Benny! Teruskan, sayanghhh . . . !! Sssh  ennnak, Bennnn!!!” mulut Aningsih mendecap- decap seperti orang kepedasan. Tersendat- sendat. Dan buah dada Aningsih semakin  keras, pertanda perempuan itu kian  terangsang. Lebih-lebih bilamana Benny  menggeser-geserkan di antara gigigiginya.  Nikmat! Dan napas Aningsih turun naik. “ Bennyy!! Keras, dikit! Ya, ya. gitu. Aukh,  Bennnn! Kok enakkkh, sihhhh !” dan Aningsih  merintih-rintih. Benny semakin bersemangat. Digigit-gigitnya  pentil susu yang kenyal itu. Dihisapnya. Lalu  dijilatinya dengan bernafsu. Sebentar  ditinggalkannya, puting itu. Lalu Benny  mengecupi buah dada ranum itu bertubi-tubi.  Lalu kembali ke pentil susu .yang siap  menanti. Dibisapnya lagi. Digigitinya. Dikulum- kulumnya Lalu dilepaskannya lagi. Sementara  tangan Aningsih tak menentu mengerumasi  rambut Benny yang tebal, sehingga rambut  lelaki itu menjadi acak-acakan. Lama Benny mencumbu sepasang susu yang  indah menggiurkan itu. Demikian pula dengan  ketiak perempuan itu. Benny tak mau  membiarkan menganggur. Ketiak Aningsih  berbulu lebat. Sesuai dengan selera Benny.  Benny memang batten senang dengan  perempuan-perempuan yang cantik yang  ketiaknya berbulu lebat. Sesuai dengan  pengalaman Benny, biasanya perempuan- perempuan itu bertemperamen panas. Benny menciumi ketiak perempuan itu, lalu  menurun sampai ke pinggang sebelah kiri. Naik  lagi ke ketiaknya, menurun lagi sampai ke  pinggangnya. Demikian berulang-ulang. Benyy  juga menggunakan ujung lidahnya untuk  menjilatjilat sambil menggigiti keras dan  lembut. “Uukh, Bennnn! Kami sungguh pintar  membahagiakan perempuan . . . !!!” bisik  Aningsih terputus-putus. Benny bukan hanya sekali ini mendengar  ucapan seperti itu. Ketika mencumbu ibu  kostnya, Tante Dewi, Benny juga menerima  ucapan-ucapan seperti itu. Di samping itu,  Tante Dewi juga mengatakan, bahwa seumur  hidupnya, dia takkan mampu melupakan  Benny. Permainan lidah Benny terus dengan gencar  menyerang tempat-tempat di tubuh Aningsih  yang sensitip. Dijilatinya perut Aningsih yang licin dan langsing. Pusarnya menjadi sasaran  ciuman-ciuman Benny berulang-ulang. Sambil  berbuat demikian, tangan Benny membelai- belai kedua paha Aningsih yang masih  terkatup. Aningsih sudah gemetar tubuhnya. Panas  dingin. Ketika Aningsih menengok ke bawah,  pandangannya beradu pada sesuatu di antara  kedua paha Benny. Aningsih menelan ludah.  Benda itu sejak tadi menggodanya. Aningsih  menurunkan tangannya. Digenggamnya batang zakar Benny yang aduhai. Benny yang sedang  menciumi sedikit di bagian bawah pusar  Aningsih tertahan-tahan napasnya. “Oukh.  Mbak . . . !” katanya. Aningsih merasakan  benda yang digenggamnya, yang baru separuh  tegang, hangat dan besar. Senang sekali  menggenggam seperti itu. Sementara itu.  tangan Benny masih juga terus meraba-raba  Aningsih berganti-ganti. “Sabar, Mbak!” bisik Benny. “Nanti Mbak boleh berbuat apa saja terhadap punyaku. Tetapi  sekarang, aku sedang ingin mencumbu tubuh  Mbak. Seluruh tubuh Mbak! Kurang leluasa  kalau Mbak menggengam punyaku begini!” Apa boleh buat. Meskipun Aningsih masih ingin menggenggam batang zakar yang luar biasa  itu, terpaksa dilepaskan. Maka kini dengan  leluasa melakukan aktifitasnya. Dan . . . hhmmmh! Benny menahan napas  bilamana pandangannya ditujukan ke  selangkangan Aningsih. Bagian itu gompyok  ditutupi rambut yang tebal keriting. Hmmh!  Rambut kemaluan Aningsih bukan capital  lebat dan ikal. Menghitam! Kata orang,  semakin tebal rambut kemaluan perempuan  akan semakin enak kalau digituin. Dan  sekarang, secara jujur, Benny harus mengakui,  bahwa dia belum pernah mendapatkan  perempuan yang rambut kemaluannya setebal  dan selebat Aningsih. Benny menelan ludah.  Jika menuruti nafsunya, tentu saja seketika  itu juga Benny akan membenamkan batang  kemaluannya yang sudah kian tegang, ke  belahan daging hangat di balik rimbunan hutan  lebat itu. Tetapi Benny bukanlah blazon lelaki  yang serba grasa-grusu. Dia tidak akan  menggituin pereinpuan, sebelum lebih dulu  memberikan kesan yang sangat mendalam. “ Oukh, Ben!” Aningsih menepuk pipi Benny  lembut. “Kau kok jadi berobah seperti patung!  Apa aku ini aneh bagimu!” Benny menelan ludah sambil tersenyum. “ Bukannya aneh, Mbak. Tetapi anumu, nih . . . !” ujar Benny sambil membelai rambut kemaluan  Aningsih. “Rambut kemaluan ini indah dan  menawan sekali. Baru rambutnya saja sudah  begini menggiurkan, apalagi kemaluanmu.  Tentunya enak sekali. Hmmh!” Aningsih tertawa kecil. “Kau senang sekali  pada rambut kemaluanku. Ben?!” tanya  Aningsih sambil menggosok-gosok bulu-bulu  rambut di dada Benny. “Senang sekali, Mbak. Senang sekali,” Benny  masih terus dengan mesra membelai-belai  rambut kemaluan yang indah itu. “Kamu sering mengerjai perempuan yang  rambut kemaluannya setebal punyaku!” “Belum, Mbak. Baru sekali ini. Bahkan aku  pernah menccipi punya perempuan yang botak! ” ujar Benny. Aningsih tertawa kecil lagi sambil  mengerumasi ramhut Benny. “Nah, terserah  kaulah. Perbuatlah apa saja yang kau sukai  pada punyaku!” Walaupun tanpa diperintah seperti itu, tentu  saja Benny akan berbuat sesukanya terhadap  kemaluan Aningsih yang kini sudah  terpampang di hadapannya. Benny menggerai- geraikan rambut kemaluan yang tebal, panjang dan keriting itu. Lalu ditekan-tekannya. Lalu  diciuminya. Kadang-kadang ditarik-tariknya.  Aningsih merasakan kemesraan amat sangat.  Secara naluriah, pahanya mulai membuka  sedikit demi sedikit. Jari-jari tangan Benny  bermain-main di pebukitan itu. Hmmh,  mesranya! Selangit! “Bennn !!” Aningsih merintih. Benny menguakkan bibir-bibir kemaluan  Aningsih. Hmm, tampak bagian dalamnya yang  kemerahan. Sangat indah menawan. Benny  menelan ludah. Beginilah kiranya kemaluan  perempuan. Dengan mesranya, Benny meraba- raba vagina yang indah itu. Merah dan licin.  Pada bagian atas, pada pertemuan antara dua  bibir, tampak sekerat daging kecil. Nyempil  sendirian. Tidak berteman. Sungguh kasihan.  Benny memandangi sepuas-sepuasnya  panorama indah mengesankan itu. Ningsih  memijit hidung Benny agak kuat. “Oukh, Ben!  Mengapa cuma melihati saja?! Memangnya  punyaku barang tontonan!” Benny tersenyum. Tahulah dia, bahwa  Aningsih sudah kepingin sekali dikerjai  vaginanya. Padahal Benny masih ingin lebih  absolutist memandangi. Vagina Aningsih  rasanya lebih indah dari pada vagina-vagina  perempuan lain yang pernah disaksikannya.  Dengan mesra, jari-jari Benny menyentuhnya.  Aningsih tergelinjang. “Wow! Hmmh,  Bennnnnnn!! Ss sh, akh!” Aningsih menggeliat.  Jari Benny terus juga bermain. Mengutik-utik  kelentit yang nyempil aduhai. Benny menempatkan di antara kedua paha  Aningsih yang sudah mengangkang. Liang  vagina yang sebaris dengan sibakan bibir inilah yang dapat menjepit dan memberikan  kenikmatan kepada zakar. Lagi-lagi tangan  Benny menyentuh kelentit yang cuma sekerat itu. Dan lagi-lagi Aningsih bergelinjang.  Nikmatnya bukan main. Orang suka bilang,  kelentit itu bisa berdiri. Benarkah?! Benny  senang sekali dan mengulangi perbuatannya  berkali-kali. “Oukh, geli, Ben! Geliiiii! Sssh,  akhh . . . !!” Aningsih merintih-rintih. Tingkah Benny saat itu, bagaikan kanak-kanak yang memperoleh permainan yang  mengasyikan. Permainan yang tidak ada dijual  di toko. Semakin giat Benny menyentuhi  sekerat daging kecil itu. Aningsih  mengerumasi rambut Benny. Tidak puas dengan hanya menyentuh dengan  tangan saja, bibir-bibir kemaluan yang  ditumbuhi rambut itu, dikuakkan oleh Benny  semakin lebar lagi. Kedua kaki Aningsih kini  telah niengangkang selebar-lebarnya, menekuk ke atas. Sekarang, bagian dalam kemaluan itu  telah terpampang selebar-lebarnya. Terbebas  sama sekali. Sedetik kemudian, Aningsih  terpekik: “Awww . . . !” Tubuhnya tersentak  ke atas. Rupanya Benny telah membenamkan  hidungnya ke dalam belahan daging yang  aduhai itu. “Bennn . . . !! Uf ! Ssssh ennnakhhh, Bennn!!” Aningsih merintih-rintih sambil  menekankan belakang kepala Benny dengan  kedua tangnnya. Maka hidung Benny mulal  menggusur ke sana-ke mari. Seperti akan  membongkar seluruh bagian vagina Aningsih.  Kaki Aningsih menendang-nendang ke atas,  merasakan kenikmatan tidak bertara. Benny  terus dengan giatnya menciumi. Vagina  Aningsih menyebarkan balm yang segar  merangsang! “Oukh, Bennn! Enak . . . enak . . . enak,  sayangghhhh! Teruskan, Ben! Ayo, lebih cepat  .dikit. Hmmmh Bennnn! Terus, sayang. Terus,  terus, akhhhh !!” “Aku juga, Mbak! Aku . . . aku . . . juga enak,”  bisik Benny sambil juga menggunakan.  lidahnya, menjilat dan menjilat. Mata Aningsih merem melek. Kepalanya  terlempar ke sana-ke mari. Lehernya  menggeleyong-geleyong. “Bennn! Kamu senang menciumi punyakuuuu . . . ?!! Shhh . . . !!!”  tersendat-sendat suara Aningsih. “Senang sekali, Mbak! Punyaku jadi semakin  tegang, nih!” kata Benny tersendat-sendat  pula. Dan lidah Benny terus juga menjilat dan  menjilat. Menyapu-nyapu kelentit Aningsih.  Benar saja! Kelentit itu semakin tegak,  menandakan Aningsih telah terbakar oleh  nafsu birahi. Kedua kaki Aningsih terus  menyentak-nyentak ke atas. Pantatnya  diangkat dan digoyang-goyang. Oukh, sungguh, permainan yang mengasyikkan. Benny benar-benar menyukai menciumi dan  menjilati vagina Aningsih yang harum itu.  Sama sekali tidak jijik. Justru sebaliknya.  Ketagihan. Benny semakin rakus dan semakin  rakus. “Bennn!!! Hhhssshh. Hmmm . . . hmmmhhh!”  suara Aningsih menggeletar. Badannya  nienggeliat-geliat tak menentu. Tubuhnya  menggelepar-gelepar, bilamana ujung lidah  Benny mengait-ngait dan menusuk-nusuk liang vagina Aningsih yang terasa liat. Sentuhan- sentuhan lembut vagina yang berdenyut- denyut itu kian membakar nafsu birahi. Dan  tiba-tiba Aningsih mengejang. “Bennn . . . !!  Sssh ! Akkkhhhuuu tak kuaattsss, sayaugghh  . . . !!” Aningsih merentak-rentak. “Ayoh, Mbak! Keluarkan! Aku sudah siap  menerima!” ujar Benny yang terus juga dengan bersemangat menusuknusuk vagina Aningsih  dengan ujung lidahnya. “Iyyaa, Bennnn! Akhhhu shhi . . . aukhh! Bennn! Ennnakkhhhh, meronta-ronta bagaikan  kesetanan. Berbarengan dengan jeritannya  yang menyayat, Aningsih mengangkat  pantatnya tinggi-tinggi dan menekankan  belakang kepala Benny sekuat-kuatnya,  sehingga tanpa ampun separuh wajah Benny  membenam sedalam-dalam ke bagian dalam  kemaluan Aningsih. Bertepatan dengan itu  pula, menyemprotlah cairan hangat dan licin.  Kental. Menyiram lidah Benny yang terus  menusuk-nusuk lobang vagina Aningsih. Benny yang memang sudah siap menerima,  bagaikan kesetanan, menghirup habis cairan  yang banyak sekali itu. Terus dijilat dan  disapu bersih, masuk ke kerongkongannya.  Sudah tentu Aningsih semakin berkelojotan,  dikarenakan rasa nikmat yang luar biasa  sekali. Sampai akhirnya tetes cairan yang  terakhir. Tubuh perempuan itu melemas.  Sedangkan Benny sendiri, merasakan pula  nikmat luar biasa ketika mereguk cairan licin  itu. Cairan kenikmatan Aningsih gurih sekali,  lebih gurih dari pada segala yang batten gurih  di dunia ini ! Benny tertunduk sambil menjilati sisa-sisa  cipratan cairan Aningsih yang melekati  pinggiran bibirnya. Aningsih melompat dan  memeluk Benny kuat-kuat. “Oukh, Bennn!  Terima kasih, sayangl Kau hebat! Jantan! Kau  mampu membuat perempuan bahagia!” dan  Aningsih menciumi bibir Benny bertubu-tubi. “Aku sampai kenyang menelan cairanmu.  Banyak dan kental sekali! “ujar Benny. “Kau tidak jijik, Ben ?!” “Sama sekali tidak. Malah aku ketagihan.  Kalau masih ada, aku masih mau meneguknya  lagi!” Aningsih tambah gembira. Menciumi lagi bibir  Benny bertubi-tubi. Kemudian didorongnya  tubuh lelaki muda itu sehingga tergelimpang di atas kasur. “Kau sudah mengerjai punyaku!  Sekarang, ganti aku yang mengerjai punyamu!” ujar Aningsih yang segera menyergap  selangkangan Benny. “Auwww . . . !” Benny menjerit kaget. Namun Aningsih tidak menghiraukan. Batang  bazoka Benny yang sudah benar-benar tegak  mengacung, sejak tadi sangat menggoda.  Aningsih sudah ingin sekali menciumi dan  mengemoti. Dan sekarang, keinginan itupun  kesampaian. Dengan mesranya Aningsih membelai-belai  batang kemaluan itu yang bukan capital luar  biasa besar dan panjangnya. Demikian pula  dengan kepalanya yang berkilat dan  membengkak. “Oukh, punyamu hebat sekali,  Ben! besar dan panjang. Hmmhh . . . !!!”  Aningsih terus juga membelai sambil sesekali  menggenggam. Mulai dari pangkalnya yang  dipenuhi rambut lebat sampai ke ujungnya  yang berkilat dan membengkak, berbentuk topi baja. “Kamu suka pada punyaku, Mbak?!” tanya  Benny sambil membiarkan Aningsih mengeser- geserkan zakarnya yang hebat itu ke pipi dan  matanya. “Suka sekali, Ben! Tetapi ugh! Punyamu besar  banget. Bengkak! Aku jadi negeri!” “Ngeri kenapa?!” “Ngeri kalau-kalau vaginaku sobek dan rusak!” Beny teatawa kecil. “Kau ini ada-ada saja.  Kan semakin besar semakin enak!” “Iya! Tetapi punyamu ini besarnya nggak  ketulungan!” ujar Aningsih. Benny tertawa lagi. Batang zakarnya  berkejat-kejat digenggaman Aningsih. “Aku  belum pernah merasakan batang zakar yang  besar dan panjangnya kayak punyamu ini,” ujar Aningsih lagi. Benny merasakan geli dan nikmat bukan  capital ketika Aningsih menciumi zakarnya  yang semakin membengkak. Rasa geli yang  nikmat dirasakan Benny. Tubuh lelaki itu  kejang. Matanya membeliak-beliak. “Hmmh,  Mbak! Sssh . . . !” mulutnya mulai merintih- rintih. Sambil menciumi, Aningsih memijit-mijit  batang bazoka yang keras bagaikan tonggak  itu. Menjadikan Aningsih gemes. Ujung lidah  menciumi benda aduhai itu. Benda yang dapat  memberikan kenikniatan luar biasa kepada  wanita. “Ben! Perempuan-perempuan yang  sudah kau kerjai, pasti pada ketagihan!” ujar  Aningsih. Benny tidak menjawab. Dia mendacap-decap  bagaikan orang kepedasan. Tengah meresapkan kenikmatan yang luaz biasa. Lezat! Alat basic dalam genggaman Aningsih itu  semakin membengkak dan semakin memanjang  lagi. Aningsih yang gemas bukan main,  semakin tak tahan. Segera dia menempatkan  dirinya sebaik-baiknya diantara kedua kaki  Benny yang tertekuk. Kedua paha Benny  terlentang selebar-lebarnya, sehingga tangan  kanan Aningsih menggenggam alat basic yang  kencang itu, tangan kirinya memhelal-belai  rambut kemaluan Benny yang tebal dan ikal,  tumhuh sanipai ke pusar. Merinding bulu-bulu  roma Aningsih bilamana dia menciumi seluruh  batang dan kepala kemaluan yang luar biasa  itu. Bukan main. jari jari Aningsih hampir tidak  muat menggenggam alat basic yang luar biasa  itu. Memang inilah yang sangat disukai  Aningsih. Dulu, dia pernah mendapatkan lelaki  yang juga memiliki bazoka besar. Dan sejak itu, Ningsih sangat merindukannya. Dan baru  sekarang, dia memperolehnya kembali setelah  bertahun-tahun berselang. Aningsih yang  semakin gemas segera menjulurkan lidahnya,  menjilat batang kemaluan itu. Lalu  dingangakannya mulutnya dan dimasukkannya  bazoka luar biasa itu. Keruan saja Benny  nienggelinjang kaget namun nikmat. “Ouw,  Mbak! Hmmh . . . enak sekali, Mbak!” Benny  merintih. Kedua kakinya terangkat naik dan  menyepak-neyepak ke atas. Mendengar rintihan Benny, Aningsih jadi  semakin bersemangat. Kepala bazoka yang  berbentuk topi baja itu dikulumnya.  Digigitnya. Tingkah Aningsih tidak ubahnya,  bagaikan seseorang yang mendapat makanan  lezat. Nikmat sekali. Sampai matanya  terpejam-pejani. Air liurnya menetes-netes.  Kepala yang berbentuk topi baja itu sangat  hangat dan. kenyal. Demikian pula halnya  dengan Benny. Kunyahan-kunyahan mulut  Aningsih dirasakannya sangat nikmat dan  merangsang nafsu birahinya. Benny merintih- rintih. Kedua kakinya semakin menyepak.  Matanya mebeliak-beliak, sehingga hanya  putihnya saja yang tampak. Aningsih kian  bersemangat. Sekarang, bukan hanya  kepalanya saja yang dikulum dan digigiti  Aningsih, tetapi seluruh batang kemaluan  yang perkasa itu. Semntara itu, kedua telapak  tangan Aningsih tidak tinggal diam.  Sementara mulutnya mengulum, tangannya  menarik-narik rambut kemaluan Benny yang  luar biasa lebarnya. Dan tangan yang satu lagi mempermainkan sepasang biji milik Benny. “Enak, Ben . . . ?!” tanya Aningsih ditengah- tengah kesibukannya. “Enak sekali Mbak. Ennaaakkkh !!!” Benny  berusaha menyahuti tersendat-sendat. Kedua  tangannya. Aningsih terus juga melalap senjata yang luar  biasa itu. Demikianlah secara beraturan,  kepala dan batang zakar Benny keluar masuk  mulut Aningsih. Pada waktu masuk, mulut  Aningsih sampai kempot. Sedangkan pada  waktu keluar sampai monyong. Semakin  absolutist semakin cepat. Tubuh Benny  gemetar. Jemarinya mencengkeram rambut  Aningsih kuat-kuat. Rintihan . . . rintihannya  semakin menghebat, sementara Aningsih kian  gencar menyerbu menggebu-gebu. Akhirnya,  Benny menjerit histeris. Pantatnya  diangkatnya tinggi-tuiggi, sedangkan kedua  telapak tangannya menekan belakang kepala  Aningsih kuat-kuat. Dan batang serta kepala  kemaluan Benny pun membenam sedalam- dalamnya, merojok sampai ke tenggorokan  Aningsih. Dengan bersemangat sekali, tangan  Aningsih mengocok pangkal kemaluan Benny  dengan cepat dan mesra. Dan tanpa ampun lagi : “Crroott! Crrrroooottss! Crrottttsssss . . . ! !!” menyemprotlah cairan kental dari dalam  batang kemaluan yang berdenyut-denyut  dengan dahsyatnya. Daya semprotnya luar  biasa sekali. Tubuh Benny menggigil. Aningsih  tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan  nikmat sekali disedotnya batang kemaluan  Benny. Maka tanpa ampun, bergumpal-gumpal  cairan kenil:matan Benny, tertumpah  semuanya ke dalam mulut dan tenggorokan  Aningsih. Mata Aningsih sampai terpejam- pejam, menelan seluruhnya sampai tetes  terakhir. Benny setengah mengeluh  memejamkan matanya. Tubuhnya lemas tidak  bertenaga. “Oukh, Mbak. Kau sungguh hebat!”  bisiknya. Aningsih tertawa sambil menyeka mulutnya  yang sebagian masih dibasahi sisa-sisa cairan  kental. “Bagaimana, Ben?! Enak?!” tanya  Aningsih. Benny menarik lengan Aningsih, sehingga  perempuan itu jatuh ke dalam dekapannya. “ Enak sekali, Mbak. Oukh, enak sekali! Kaupun  mampu membahagiakan lelaki!” ujar Benny. Aningsih tersenyum mendengar pujian Benny,  “Aku haus, Ben. Tolong ambilkan aku minum di  meja itu, dong!” ujar Aningsih. Benny melompat turun dari tempat tidur,  menuangkan Fanta merah dari botol besar ke  gelas sampai penuh. Kemudian memberikannya  pada Aningsih. Aningsih meneguknya dengan  lahap. Haus sekali rupanya. Sampai habis tiga  perempat gelas. Kemudian Benny menuangkan  lagi ke gelas sampai penuh, kemudian  meneguknya sampai habis. “Benny . . . !” mata Aningsih berkejap-kejap.  Punyaku sudah ingin sekali dimasuki punyamu. ” Dan Aningsih melirik ke selangkangan Benny. Senjatanya masih tegang mengacung. “Kita istirahat dulu sebentar ya, sayang!”  bisik Benny sambil membelai rambut Aningsih.
Langganan:
Komentar (Atom)
