7.31.2010

yuni costumerku_2

indah itu. Sore itu sekitar jam 15.30 aku baru datang dari luar kota. Aku ke kantor dan menyerahkan berkas-berkas dan revisi penawaran kepada dua orang temanku, sedangkan aku langsung masuk ke ruang service dan tidur. Seperempat jam kemudian aku mendengar seorang temanku berkata, “Wah Doel, ada makhluk cakep datang.. ck.. ck.. ck.. indah bener nih cewek”. Karena aku sangat capek, aku tidak begitu menggubrisnya dan aku tetap tidur sampai salah seorang temanku membangunkanku. “Hai Doel.. bangun.. dicari makhluk indah tuh..” kata temanku sambil menendang pelan kakiku. Oh ya, aku mendirikan toko komputer bersama dua orang temanku, dan kami sama-sama memanggil dengan julukan Doel. “Siapa sih.. aku capek banget nih..” kataku sambil bangkit untuk duduk. “He.. Doel, Yuni itu WNI keturunan ya.. mana cakepnya selangit lagi, kok kamu diam aja sih”, umpat temanku. Tahu kalau yang datang Yuni, hilang semua rasa capekku, segera aku keluar untuk menemuinya. “Hai Yun pa kabar.. sorry nih beberapa hari ini aku sibuk banget”, sapaku. “Ah.. aku yang sorry nih baru ngelunasi sekarang”, katanya. “Iya.. iya.. udah selesai udah aku urusin, mendingan sekarang kamu tidur lagi aja”, sahut temanku sambil ketawa. “Bagaimana, ada masalah dengan komputernya, kamu udah daftar belum?” tanyaku. “Nggak ada masalah dengan komputernya, tapi aku belum daftar”, jawabnya. “Sekarang kamu mau ke mana, aku anterin daftar mau nggak”, ajakku. Dia mengangguk, kedua temanku cuma bengong melihat aku sudah sangat akrab dengannya. “Pakai mobilku aja nggak apa-apa Mas”, katanya. “Sebentar, aku cuci muka dulu ya”, sahutku sambil berjalan ke belakang. Selesai cuci muka aku titipkan mobilku pada salah seorang temanku. “Heh.. Doel, mau pergi ke mana kamu?” tanya temanku setelah aku menyerahkan kunci mobilku padanya. “Alah.. udah kamu jalan-jalan yang jauh sana pake mobilku, ini urusan orang dewasa, kamu nggak boleh ikut-ikut”, kataku sambil mengajak Yuni keluar. Permisi Mas..” kata Yuni sambil keluar menuju pintu. “Sekarang kamu mau ke mana?” tanyaku setelah selesai daftar. “Nggak tahu, terserah Mas aja”, katanya. “Kakak kamu ada di rumah nggak?” tanyaku. “Ada, emangnya kenapa?” dia balik bertanya. “Nggak, aku cuma kangen ama kamu”, kataku sambil tersenyum. “Aku juga kangen ama Mas.. eh nama Mas siapa sih, aku malah belum tahu nama Mas”, katanya. “Iya ya.. kita udah sangat akrab tapi kamu belum tahu namaku, namaku Fafa”, jawabku sambil aku memegang tangan kirinya. “Kita ke mana nih.. Mas?” tanyanya sambil melambatkan laju mobilnya. “Kalo misalnya kita nginap boleh nggak sama kakakmu?” kataku agak ragu. “Ya.. coba aku telpon dulu mungkin boleh asal Mas diam, jangan sampai suara Mas kedengeran sama kakakku, eh memangnya kita mau nginap di mana sih Mas”, tanyanya sambil menepi dan menghentikan mobilnya. “Kita sewa villa saja di Tawang Mangu”, jawabku. Yuni mengeluarkan HP dari tasnya dan meghubungi kakaknya. Setelah aku tahu kalau kakaknya mengijinkan, aku sangat senang sekali dan mulai dari jalan itu gantian aku yang pegang setir karena jalannya sempit dan berliku-liku. Satu jam kemudian aku sampai di lereng Gunung Lawu tersebut. “Mas pernah sewa villa di sini ya?” tanya Yuni. “Belum tuh, mungkin kita bisa tanya di rumah makan itu sambil kita makan, aku udah lapar nih”, kataku sambil menghentikan mobil ke sebuah rumah makan. Untungnya pemilik rumah makan tersebut juga menyewakan villa yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah makan tersebut. Keinginanku untuk bercumbu dengannya mengalahkan ongkos sewa villa yang lumayan tinggi yaitu 200 ribu per malam. Sebuah rumah mungil dengan dua kamar tidur yang masing- masing terdapat sebuah kamar mandi. Saat kami masuk ke villa yang berada di tepi sebuah bukit tersebut, matahari hampir terbenam. Kami memilih satu kamar yang meghadap langsung ke tebing. “Aku mandi dulu ya..” kataku sambil melepaskan semua pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi. Saat aku membersihkan badanku dengan sabun, kulihat pintu kamar mandi yang memang tidak kukunci telah terbuka. Kulihat Yuni telah telanjang menyusulku masuk ke dalam kamar mandi. “ Ikutan mandi ya Mas”, katanya sambil mendekatiku. Kulihat tubuhnya yang sintal dan padat terbalut kulit putih bersih dengan dua buah bukit yang menggantung sangat indah. Dia mendekatiku dan mengusap wajahku dengan jari-jarinya yang lentik, tampak air telah membasahi rambutnya. Setelah semua tubuhnya basah oleh air, dia mematikan kran shower. Selanjutnya dia meraih sabun yang masih kupegang. Aku diam ingin tahu apa yang ingin dia lakukan, dengan sabun di tangannya dia mulai menelusuri lekuk-lekuk tubuhku. Dari leher, dada, punggung, perut, batang kemaluan sampai ujung kakiku dia gosok lembut dengan sabun. Kulihat batang kemaluanku telah tegang, saat Yuni masih menggosok betisku, kutarik tangannya perlahan agar dia berdiri. Setelah wajahnya berhadapan dengan wajahku, kudekati bibirnya, kucium dengan hidungku, dan lidahku aku sapukan di kulit bibirnya yang mungil. Dia hanya terpejam, selanjutnya lidahku mulai kupermainkan di dalam mulutnya, dia membalas dengan menghisap lidahku. Aku melepaskan ciumanku, kuraih sabun yang masih di pegangnya. Sekarang gantian aku yang menggosok seluruh tubuhnya. Mulai dari leher dan ketika sampai pada payudaranya, kuputar-putarkan sabun di sekitar payudaranya sambil sesekali kuremas dengan lembut. Selanjutnya usapanku mulai mendekati sekitar liang kewanitaannya, aku sapukan sabun di sekitar paha bagian dalam dan juga ke rambut kemaluannya yang masih lembut. Setelah selesai aku meratakan sabun di seluruh tubuhnya, kini kuraih kran shower dan kuputar perlahan. Dengan guyuran air, kulumat bibirnya dan kemudian ciumanku aku turunkan di payudaranya. Kuhisap lembut kedua payudaranya secara bergantian, terlihat dia merapatkan pelukannya sambil mendesis keenakan. Perlahan ciumanku berjalan menuju ke liang kewanitaannya, kuhisap-hisap liang kewanitaannya sambil lidahku masuk menerobos lubang yang sangat sempit itu. Karena aku risih dengan air yang mengalir pada liang kewanitaannya, kuputar kran sehingga air berhenti mengguyur tubuhnya. Setelah air berhenti mengalir, kulanjutkan mempermainkan liang kewanitaannya. Kujilati pahanya bagian dalam dan di sekitar liang kewanitaannya. Kudengar Yuni merintih dan dia naikkan kaki kirinya di atas pundakku. Kini aku dapat melihat dengan jelas lubang kenikmatannya yang terlihat sangat kecil dengan bibir berwarna merah hati. Kemudian kudekatkan mulutku di liang kewanitaannya dan kusapukan lidahku di sekitar klitorisnya sambil sesekali kuhisap klitorisnya. Kupindah sapuan lidahku dari klitoris menuju ke liang kewanitaannya, kini pada lubang kemaluannya telah terasa agak asin. Aku terus memasukkan ujung lidahku ke dalam lubang kemaluannya sambil kupermainkan ujung lidahku ke atas dan ke bawah. Yuni mulai terangsang hebat, dia menggerak-gerakkan pinggulnya sambil menekannya ke bawah sehingga lidahku masuk lebih dalam lagi di liang kewanitaannya. Sambil kupermainkan lidahku, kuhisap cairan bening yang keluar dari liang kewanitaannya. Dia semakin cepat menggoyangkan pinggulnya sambil tangannya menekan kepalaku, hingga aku hampir tidak dapat bernafas. Aku tahu kalau dia hampir mencapai orgasme, hingga kutarik lidahku dari liang kewanitaannya. Aku ingin kami mencapai organsme untuk yang pertama secara bersama-sama. Saat kutarik lidahku dari liang kewanitaannya, kulihat Yuni terkejut dan sepertinya dia agak kecewa. “Nanti kita sama-sama saja Yun biar tambah asyik”, kataku sambil tersenyum dan Yuni hanya tersenyum kecut, sepertinya dia sangat kesal sekali. Kemudian aku berdiri dan kucium bibirnya, dia hanya diam tidak memberikan respon. Kurasa dia sedikit marah aku menggagalkan orgasmenya. Kasihan juga aku melihatnya, selanjutnya kubopong dia ke tempat tidur dan kurebahkan dia telentang, terlihat titik-titik air masih memenuhi tubuhnya yang sangat indah. Selanjutnya kucium bibirnya dengan lembut, dan kulanjutkan dengan menyapukan lidahku di sekitar lehernya sambil kupermainkan payudaranya dengan tangan kananku, sedangkan tanganku yang kiri mengangkat tangan kanannya. Aku masih ingat ketika aku mencumbu di sekitar ketiaknya yang mulus itu, dia sangat menikmatinya. Kemudian sapuan lidahku kugeser menuju payudaranya sebelah kanan, sedangkan payudara sebelah kiri masih kupermainkan dan sesekali aku meremasnya dengan tangan kananku. Sambil kuhisap puting susunya, tanganku yang kiri membelai dan mengelus ketiaknya. Selanjutnya sapuan lidahku kugeser menuju ketiaknya yang sangat putih dan terlihat bersih. Aku jilati dan sesekali kuhisap ketiaknya, kulihat dia mendesah keras, sepertinya dia sangat menikmatinya. Tangan kananku kuturunkan menuju pahanya, kuraba pahanya dengan lembut dan belaianku kulanjutkan ke liang kewanitaannya. Kubelai-belai liang kewanitaannya dengan lembut sambil sesekali kutusukkan ujung jariku ke dalam liang kewanitaannya, terasa basah. Yuni semakin mengeliat dan menggerak-gerakkan kedua kakinya. Setelah aku tahu dia telah terangsang hebat, kutindih dia dan kulumat lagi bibirnya. Kupegang kedua tangannya dan aku berusaha menusukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Yuni meronta sambil merapatkan kedua pahanya sehingga batang kemaluanku tidak berhasil menembusnya. “ Kita main seperti dahulu saja Mas”, bisiknya. Dengan terpaksa kulepaskan kedua tangannya dan aku mengambil gaya seperti dahulu yaitu gaya 69 , tetapi kali ini aku meminta dia berada di atasku. Saat dia berada di atasku, kulihat daerah liang kewanitaannya merekah dengan bibir berwarna merah hati dan lubang kemaluannya berwarna merah muda. Tanpa pikir panjang kusapukan lidahku ke arah klitorisnya sambil kuhisap dengan pelan. Aku merasakan dia mulai mengulum batang kemaluanku dengan lembut, saat batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya, terasa sangat hangat dan nikmat sekali. Aku terus menghisap klitorisnya dan kemudian sapuan lidahku kugeser ke liang kewanitaannya, kuhisap cairan bening yang keluar dari liang kewanitaannya. Kusapukan lidahku dari liang senggamanya menuju ke duburnya, terus kusapukan lidahku maju mundur. Selanjutnya kumasukkan ujung lidahku pada lubang kemaluannya sambil kupermainkan ujung lidahku. Yuni menggeliat dan dia menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan sedikit tekanan ke bawah. Dia mempercepat kulumannya pada batang kemaluanku, sepertinya Yuni akan mencapai orgasme. Aku semakin mempercepat gerakan ujung lidahku untuk menari di dalam liang kewanitaannya. Beberapa saat kemudian kedua kakinya menegang dan dia menghisap batang kemaluanku dengan cukup keras, kemudian aku merasakan cairan gurih telah menetes menuju lidahku, aku terus melanjutkan gerakan lidahku sampai kedua pahanya berhenti menegang. Yuni melepaskan hisapan batang kemaluanku dan dia terkulai di paha kiriku, sementara lidahku terus menyapu bagian dalam liang kewanitaannya hingga cairan yang keluar dari liang kewanitaannya habis. Beberapa saat kemudian aku bangun dan duduk bersandar pada papan tempat tidur. Saat itu kulihat Yuni kelelahan dengan posisi tidur tengkurap dan titik-titik air yang tadinya ada pada tubuh Yuni kini berganti dengan titik-titik keringat sehingga terlihat pada pantatnya yang putih dan kencang. Kemudian Yuni duduk di sampingku sambil tersenyum dan tangan kirinya mengusap batang kemaluanku yang telah berdiri tegak. Selanjutnya dia mencium bibirku dan dilanjutkan dengan mencium leherku sambil tangan kirinya terus mempermainkan batang kemaluanku. Setelah selesai mencium leherku, kemudian mulutnya mulai mendekati batang kemaluanku dan dia memulai sapuan lidahnya pada prostat- ku, kemudian secara sangat perlahan dia naikkan menuju ujung batang kemaluanku, agak geli tetapi sungguh sangat nikmat sekali. Gerakan itu dia lakukan berulang-ulang hingga sekitar lima menit. Selanjutnya dia mulai dengan mengulum ujung batang kemaluanku dan melepaskannya untuk menyapukan lidahnya di sekitar kulit batang kemaluanku. Gerakan itu juga dia lakukan berulang-ulang hingga beberapa menit kemudian kutekan kepalanya agar batang kemaluanku dapat masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutnya, kemudian kuangkat dan kubenamkan lagi sampai pada akhirnya ujung batang kemaluanku mengeluarkan cairan kental berwarna putih. Tanpa kusuruh, dia masih terus mengulum batang kemaluanku dan menggerakkan mulutnya ke atas dan ke bawah, hingga kulihat spermaku menetes menuju prostat-ku, mungkin dengan gerakan seperti itu Yuni tidak dapat menghisap spermaku. Setelah sperma yang keluar telah banyak, dia melepaskan kulumannya dan dia sapukan lidahnya untuk membersihkan spermaku yang tercecer di sekitar prostat-ku dan ada juga yang mengalir ke anus. Yuni terus mencari-cari ceceran spermaku dengan lidahnya dan kemudian dia telan. Setelah selesai dia membersihkan spermaku yang tercecer, dia melanjutkan dengan mengulum batang kemaluanku yang masih setengah tegang. Aku biarkan dia terus mengulum batang kemaluanku meskipun batang kemaluanku telah lunglai. Kulihat kepalanya disandarkan pada perutku sambil mulutnya terus mengulum batang kemaluankku, aku tetap mendiamkannya sampai akhirnya aku tahu dia telah tertidur dengan mulutnya masih mengulum batang kemaluanku. Karena aku capek duduk, perlahan kulepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dia menggeliat tetapi matanya masih tertutup, sepertinya dia sangat capek sekali. Aku pindah tidurnya ke tengah tempat tidur, kurubah posisi tidurnya dari tengkurap menjadi telentang. Karena aku juga sangat capek, akhirnya aku juga tertidur di sisinya sambil memeluknya. Beberapa jam kemudian aku merasakan kerongkonganku sangat kering, aku terbangun dan langsung menuju ke dispenser yang berada di sudut ruangan. Setelah aku meminum beberapa teguk air dingin, aku kembali menuju tempat tidur. Saat aku akan kembali ke tempat tidur, aku melihat tubuh Yuni yang telanjang tidur dengan telentang. Dengan rambut yang sedikit acak-acakan, wajahnya yang sangat manis masih terlelap tidur. Aku terus memandangi tubuhnya yang indah, payudaranya yang tidak terlalu besar tetapi terlihat sangat kencang dengan puting susu yang berwarna coklat muda sangat enak dipandang. Perut dan pinggulnya yang terlihat sangat serasi dibalut kulit putih mulus sangat indah. Kaki kanannya lurus sedangkan kaki kirinya ditekuk sehingga liang kewanitaannya yang ditutupi bulu-bulu halus terlihat dengan jelas. Sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan, begitu sempurna tubuhnya. Aku tak bosan-bosan memandang tubuhnya, hampir 15 menit aku terpana memandang tubuhnya. Tanpa terasa adik kecilku mulai bergerak, dia mulai bangun dan ingin dibelai. Kudekati Yuni yang masih terlelap, kusapukan lidahku pada bibirnya yang mungil dengan sangat perlahan. Yuni membuka matanya yang masih memerah, “Ah.. kenapa Mas, aku capek sekali, besok pagi aja Mas”, kata Yuni pelan. “ Maaf Yun kalo aku ganggu kamu, kamu tidur lagi aja, aku bisa sendiri kok tapi boleh kan aku sentuh kamu?” kataku. Kulihat Yuni mengangguk sambil tersenyum kecil, dia membuka lebar kedua pahanya hingga liang kewanitaannya tampak lebih jelas terlihat. Begitu melihat liang kewanitaannya yang merekah, aku langsung menyapukan ujung lidahku pada klitorisnya dan kulanjutkan pada liang kewanitaannya. Yuni sama sekali tidak bereaksi, tampaknya dia sangat capek hingga tertidur lagi. Aku terus mempermainkan liang kewanitaannya dengan lidahku. Sepuluh menit kemudian aku bangun dan kucium bibirnya, Yuni menarik nafas panjang. Kupegang kedua tangannya dengan kedua tanganku dengan posisi tangan di atas kepala, selanjutnya aku langsung menindih tubuh Yuni dan karena kedua pahanya masih terbuka lebar, aku merhasil menyelipkan pinggulku di antara kedua pahanya. Saat itu kulihat Yuni terkejut dan membuka kedua matanya. “Mas.. Mas mau apa..?” katanya sedikit keras namun tertahan. Aku tidak memperdulikannya, aku berusaha mencium bibirnya tetapi dia meronta, sehingga ciumanku kutujukan ke lehernya yang putih. Dia semakin meronta, dan tanganku semakin erat memegang kedua tangannya. Yuni terus meronta dengan mengerak-gerakkan pingulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi percuma, aku jauh lebih kuat darinya. Tapi dia terus meronta sampai akhirnya dia pasrah, begitu gerakannya melemah aku berusaha memasukkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, cukup sulit aku memasukkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, sampai sekitar 5 menit kemudian aku berhasil menemukan lubang kenikmatannya. Kumasukkan batang kemaluanku secara perlahan, saat aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya dia meronta lagi dengan menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi ujung batang kemaluanku telah masuk cukup dalam ke dalam liang kewanitaannya hingga aku merasakan batang kemaluanku telah menembus sesuatu yang sangat kecil. Aku terus memasukkan batang kemaluanku lebih dalam lagi sampai semua batang kemaluanku tenggelam. Saat itu aku melihat Yuni memejamkan mata dan dia menggigit bibirnya yang bawah dengan giginya yang tampak putih berjajar rapi. Aku terus menggerakkan batang kemaluanku maju mundur keluar masuk liang kewanitaannya, sedangkan mulutku menghisap payudaranya bergantian. Aku merasakan seluruh batang kemaluanku seperti ditekan-tekan tetapi rasanya sangat hangat. Sekitar 10 menit aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya, sampai akhirnya kukeluarkan sperma yang sejak dari tadi kutahan. Kulihat spermaku keluar dari liang kewanitaannya tetapi warnanya telah bercampur dengan bercak- bercak darah, tidak terlalu banyak memang darah yang keluar, lain dengan Novi (pacarku red) yang saat itu sangat banyak darahnya. Setelah itu aku lunglai di atas tubuh Yuni yang telah diam tidak bergerak dengan kepalaku berada di sisi kepalanya. Beberapa menit kemudian aku merasakan setitik air membasahi telingaku, aku terbangun dan kulihat setitik air keluar dari sisi kedua matanya yang masih terpejam. Saat itu baru aku sadar jika Yuni telah menangis, ya Tuhan.. Yuni menangis dengan menggigit bibirnya. Saat itu aku langsung merengkuh dan merangkul tubuhnya dengan erat, beberapa kali aku ucapkan kata maaf. “Kenapa.. kenapa kamu melakukan ini..?” Yuni berkata sambil menangis. Aku terus merangkul tubuhnya yang masih telanjang dengan erat sambil aku terus memohon maaf, tapi Yuni tidak memperdulikannya dia terus menagis dan berusaha melepaskan pelukanku. Setelah aku melepaskan pelukanku, dia langsung tidur dengan tengkurap tetapi masih sesekali kudengar isakan tangisnya. Kudekati dia dan kubelai rambutnya, “Maaf Yun, aku lepas kontrol, sungguh aku tidak menduga kamu begitu terpukul dengan apa yang sudah aku lakukan. Kamu boleh memaki aku, kamu boleh memukul aku, tapi aku mohon kamu jangan menagis, aku sayang kamu, aku akan bertanggung jawab jika kamu menginginkannya, apa saja yang kamu inginkan aku akan penuhi, tapi tolong kamu mau maafin aku” Tak terasa air mataku juga telah mengalir saat aku mengucapkan kalimat itu. Aku merasa sangat menyesal telah melakukan hal itu kepada Yuni. Beberapa saat setelah aku mengucapkan kalimat itu, kepala Yuni menoleh ke arahku. “ Baik Mas, aku akan meminta satu permintaan untuk kamu, tapi tolong untuk saat ini kamu jangan ganggu aku, aku ingin tidur, aku akan katakan permintaanku besok jika kita udah pulang”, dia berkata dengan suara serak dan sedikit berat. Aku hanya mengangguk dan aku tidak mendengar lagi isakan tangisnya. Malam itu aku sama sekali tidak dapat tidur, kupandangi tubuh Yuni yang tengkurap dan terlihat sedang tidur. Aku tidak berani menyentuhnya, saat kuperhatikan pada pantatnya terlihat bercak darah bercampur dengan spermaku. Aku beranikan diri untuk membersihkannya dengan sapu tanganku yang telah terlebih dahulu kubasahi dengan air hangat yang kuambil dari dispenser. Dengan sangat perlahan aku membersihkan pantat dan pahanya dari spermaku, kulihat Yuni masih tertidur. Tetapi tiba-tiba dia menggerakkan tubuhnya dan dia berganti posisi untuk telentang, untung dia masih tertidur. Selanjutnya aku kembali membersihkan spermaku yang membasahi rambut dan liang kewanitaannya juga dengan sangat hati-hati agar Yuni tidak terbangun, tetapi tanpa kusadari Yuni telah membuka matanya dan dia memandangiku dan memperhatikan apa yang sedang kuperbuat. Aku langsung menghentikan tanganku yang masih membersihkan rambut di liang kewanitaannya. “Kamu nggak perlu melakukan itu Mas, udahlah aku juga salah kok, aku maafin kamu” Yuni berkata sambil menatap wajahku yang sejak tadi menunduk. Saat aku mendengar kalimat itu rasanya telah hilang semua perasaanku yang sejak tadi kutahan. “Terima kasih Yun, terima kasih kamu udah mau maafin aku”, kataku terpatah-patah. “Sudahlah, sekarang Mas tidur saja, besok Mas harus setir mobil, pinggangku sakit sekali”, Yuni berkata sambil menarik lenganku. Beberapa jam kemudian aku terbangun, kulihat Yuni masih tertidur. Dengan hati-hati aku bangun dan kukecup keningnya dan aku berjalan menuju kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi kuambil pakaianku yang kulepas di sisi tempat tidur. Saat aku akan mengambil pakaianku, kulihat Yuni terbangun dan dengan susah payah dia bangkit. Aku langsung menghampirinya dan kubantu dia untuk berdiri. “Kamu mau mandi Yun, ayo aku antar”, kataku. “Iya.. tapi aduh.. pinggangku sakit sekali Mas.. ” katanya. “Kalau begitu aku mandiin ya.. aku janji nggak akan ngapa-ngapain kamu lagi”, kataku. Dia mengangguk, kemudian kubopong dia menuju kamar mandi dan kududukkan di atas kloset duduk lalu kubersihkan seluruh tubuhnya. Karena saat itu aku belum berpakaian, maka aku juga ikut mandi lagi. Setelah kami pulang, dalam perjalanan aku bertanya tentang permintaannya yang dikatakannya tadi malam. Seperti disambar petir rasanya saat dia berkata “Aku punya satu permintaan yang sebenarnya untukku juga sangat berat, tetapi itu harus kamu lakukan karena itu janjimu kemarin. Aku minta Mas tidak lagi menghubungi aku lagi, aku nggak bisa ngasih alasan dan tolong jangan tanya mengapa, itulah permintaanku”. Aku hanya bengong tidak dapat berkata apa-apa. Kuantarkan dia sampai ujung gang, karena itu permintaannya dan setelah Vitara putih itu masuk ke dalam gang, aku kembali menuju jalan besar dan pulang naik taksi. Empat hari kemudian kuberanikan diri untuk menghubunginya, siapa tahu dia berubah pikiran. Saat aku hubungi melalui HP-nya, tidak pernah aktif dan kucoba menghubungi rumahnya ternyata yang menerima kakaknya dan mengatakan kalau Yuni pulang ke Surabaya dan katanya tidak mau diganggu oleh siapapun. Sepuluh hari kemudian aku mendapat email dan mengatakan kalau saat itu ia berada di Melbourne dan akan kuliah di sana. Selain itu dia juga menceritakan panjang lebar tentang alasannya tidak mau bertemu aku lagi. Akhirnya kusadari dan kumaklumi alasannya. Dalam hati aku sering berpikir, seandainya aku tidak memperkosanya, aku pasti masih sering bercumbu dengannya. Sampai jumpa Yuni.

1 komentar: